Bab 10


SELAMAT MEMBACAAAA


LOVE YEAAAHHH!!!!



****

"Nggak bisaaa ...." Mawar mengeluh. Dia memalingkan wajahnya, menyudahi pagutan mereka. Menolak saat Kris berusaha menuntunnya agar kembali menghadap ke wajah lelaki itu. Saat ini, mereka sedang duduk di mobil Kris di area parkiran ruko yang masih belum dihuni.

"Kamu nggak rindu aku?" tanya Kris dengan mata yang masih tertuju pada bibir Mawar, lalu mengecup bibir itu pelan. Barulah setelah itu dia menatap mata Mawar.

"Rindu ... rindu kenapa coba?" Mawar tersenyum sumbang. "Kita kan masih berinteraksi seperti biasa."

Kris tersenyum tipis. Dia enggan mendebat. Hatinya sedang berbunga-bunga sekarang karena akan menunjukkan sesuatu yang spesial. Dia sudah memberi sedikit kode pada orang tuanya tentang Mawar, juga sudah bertemu dengan orang tua wanita itu. Setidaknya, mereka telah selangkah lebih maju. Dia hanya tinggal membuat Mawar ikut berpartisipasi dalam perjuangan ini agar semua lebih mudah.

"Kita turun, yuk." Kris membuka pintu mobil di sisi sebelah dia duduk lalu agak berlari untuk mendahului Mawar, agar dia sempat membukakan pintu untuk wanita itu. Dan karena usahanya berhasil, Mawar tampak akan bersungut-sungut. Kris langsung menekankan bibirnya, membuat Mawar terdiam dengan wajah memerah.

"Kris, kamu makin lama makin nggak tau malu!" Mawar memukul dada Kris pelan lalu kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada yang melihat mereka.

"Melakukan hal ini ternyata bisa lebih menyenangkan dibanding melakukan hal 'itu'." Kris berkata sambil tersenyum. Dia meraih tangan Mawar dan menuntun wanita itu untuk mengikuti langkahnya dengan tangan yang terus bergandengan--dengan jari yang saling menggenggam.

"Ini ... itu ... maksudnya?"

"Cium kamu di tempat umum versus kita making love di ruangan tertutup."

Mawar berhenti melangkah, membuat Kris menoleh ke samping dengan pandangan bertanya.

"Kamu kesambet apa gimana sih? Kok aneh banget hari ini?"

"Aneh gimana?"

Mawar menarik tangannya hingga gandengan mereka terlepas. "Pertama," ucapnya sambil mengangkat tangan dengan jari telunjuk mengacung, "kamu ngajak aku ketemuan seolah ini penting banget, nggak bisa ditunda, sampai-sampai kamu hubungin Dino untuk backup kerjaanku. Kedua, kamu dari tadi ngomong dan ngelakuin hal yang nggak biasa kamu lakuin. Ketiga, kamu ngajak aku ke ...." Mawar menoleh ke gedung di depannya, "ruko kosong ini. Kamu mau ngapain? Kalau kamu emang segitu pengennya cari kepuasan, ya ... modal dikit kek. Musti banget di gedung kosong kayak gini? Terus ... ya jujur aja nggak usah pakai ngegombal. Maksudku ... belakangan aku memang nggak seagresif dulu, sering nolak ketemu sama kamu dan ogah untuk mesum. Bukan berarti kamu harus memanipulasi aku kan? Ya biasa aja lah."

Kris berkacak pinggang sambil tersenyum tipis. Kepalanya menggeleng pelan. Tidak mudah meyakinkan Mawar yang selalu berpikiran negatif bagi Kris yang sebenarnya tidak terlalu percaya diri dengan kualitas dirinya. Dia kemarin memberikan jeda pada komunikasi mereka agar Mawar lebih tenang dan dia bisa mengumpulkan energi untuk bersikap penuh keyakinan di depan Mawar, tapi mendengar perkataan barusan, berhasil membuat tekadnya sedikit layu.

Hatinya terasa ngilu dituduh sekeji itu.

Dirinya yang dulu mungkin benar, seperti itu. Tapi dia yang sekarang, bukan lagi remaja yang tergila-gila akan seks. Tidak lagi dipenuhi ambisi untuk berburu dan menaklukkan wanita demi ego. Dia merasakan sesuatu yang lebih.

"So--sorry," ucap Mawar dengan wajah yang lesu.

Kris menjentik kening Mawar lalu menarik wanita itu mendekat, mengecup keningnya. "Kenapa harus terus melontarkan kata-kata yang kamu tahu akan menyakiti kita berdua?"

Mawar menangis. Dengan cepat wanita itu menghapusnya lalu menoleh ke samping, seakan tidak sudi membiarkan Kris mengetahui sisi rentannya. Dada Mawar mengembang karena gadis itu menarik napas panjang, lalu dia mengembuskannya pelan. Barulah dia kembali menatap Kris.

"Terus ... kita ngapain di sini?"

"Aku mau ajak kamu masuk, boleh? Aku garansi 100% aku nggak akan melakukan hal aneh ke kamu. Kalau misalkan kamu ragu, kamu boleh ikut masuk sambil aktifkan panggilan ke siapa aja, biar kalau terjadi apa-apa mereka tahu dan bisa langsung ke sini. Kamu juga boleh akktifkan lacak lokasi di hp kamu. Atau ... kamu mau ajak orang lain dampingi kamu--"

"Nggak gitu!" sanggah Mawar kesal. "Aku cuma bingung. Tapi, aku nggak nuduh kamu seburuk itu."

"Jadi kita bisa masuk?"

Mawar mengangguk. Kris mengangkat tangannya dengan jemari yang terentang, meminta kesediaan Mawar untuk kembali bergandengan tangan dengannya. Menurutnya, hal itu harus dibiasakan. Agar Mawar terbiasa akan kehadirannya dan mengakui Kris sebagai lelaki yang dekat dengannya.

Meski terlihat ragu dan malu, Mawar pun menautkan jemari mereka. Tugas Krislah yang mengeratkan gandengan itu setelah jemari mereka saling bertaut. Gandengan itu terlepas saat Kris berusaha membuka pintu ruko dan kembali tertaut setelah pintu itu tertutup kembali.

"Masih kotor soalnya belum dibersihkan. Tapi, aku udah nggak sabar mau ajak kamu ke sini," jelas Kris.

"Emangnya ini apa?"

Kris menghentikan langkahnya, membiarkan Mawar memindai isi lantai 1 ruko itu. "Ini calon tempat usaha kita yang baru. Nantinya di lantai 1 ini mau dibuat antara makanan vegetarian atau sayuran organik. Belum terlalu fix sih."

"Usaha baru kamu, maksudnya?"

Tangan Kris mengacak rambut Mawar. "Usaha kita ... kalau misal kamu mengizinkan aku dan kamu jadi kita."

Mata Mawar membesar, pipinya memerah. Padahal Kris sudah mengutarakan niatnya untuk serius berulang kali, tapi tetap saja Mawar bersikap seolah baru sekali mendengarnya.

"Jadi ... kalau misal kita nikah nanti, kamu nggak perlu kerja di tempat kamu kerja sekarang. Kamu bisa awasin toko ini. Dan ... lantai atas bisa kita jadiin tempat tinggal kita. Aku lagi usaha nego sama pemilik ruko sebelah supaya rukonya jadi lebih luas, tapi belum cocok sama harganya. Sementara ya ... ini dulu deh."

"Kris ... kamu serius?"

Kris tersenyum lebar. Menggaruk pelipis dengan ibu jarinya. "Aku kurang meyakinkan ya?" tanyanya balik.

"Aku nanya malah kamu tanya balik!"

"Ya ... aku serius. Sumpah!" Kris membentuk huruf v dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. "Dan bukan karena dugaan kehamilan kamu. Aku memang mau kamu. Tapi ... aku nggak akan bohong. Kejadian kemarin itu mendorong aku untuk lebih tegas untuk memperjelas hubungan kita."

"Mama kamu?"

"Satu-satu, Mawar. Satu-satu. Dimulai dari ... kamu mau sama aku juga atau enggak. Kamu bersedia untuk serius sama aku nggak? Kamu sudi menerima aku dengan masa lalu yang--"

Ucapan Kris terhenti saat tubuh Mawar menubruk dirinya. Memeluknya tiba-tiba. Erat. Seerat yang Kris butuhkan untuk mendapatkan ketenangan.

"Ini tandanya kamu mau?" Kris bertanya.

Mawar mengangguk di pelukan Kris.

"Harus diikrarkan Mawar. Harus diucapkan. Kamu pikir kamu aja yang ragu? Aku jauh lebih ragu sama kamu, dengan sikap kamu yang suka--"

"Aku mauuuuu!!!!" ucap Mawar sambil menengadahkan wajah, dengan bibir dimonyongkan. Seperti anak kecil yang sedang bersikap manis karena telah diberi apa yang dimau.

Kris tidak bisa menahan dirinya untuk mempererat pelukan dan menghujani kening Mawar dengan ciuman. Dia merasa gemas. Juga ... merasa amat bahagia.



NB

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top