17. The Girl With Golden Eyes
This chapter is dedicated to spellcaster505 thankyou :)
Frau's Note: *curhat edition
Jadi, 10 bulan yang lalu, aku memutuskan ingin membuat suatu cerita setelah berjalan-jalan di dunia wattpad selama 1 bulan-an wkwk. Jujur aku tadinya buat cerita ini buat coba-coba aja. Aku dari dulu sll suka nulis tapi ini pertama kalinya tulisanku aku publish dan udh berlanjut sepanjang ini. Dan aku terharu banget pas pagi2 liat notif2 dari tmn2 yg bilang "Frau kamu menang wattys!!"
jujur pas itu aku ga percaya. im like dude for real. lol. Tapi kemudian aku buka message dan ada dr WattysID dan saat itu aku sadar bahwa ternyata aku beneran menang wattys. The Wattys. Wattys yg udh aku stalk akunnya dr awal aku msk wattpad. Dan aku ingt bgt pas itu aku mikir "waw keren bgt kl bisa menang ini." Sampe akhirnya ada akunnya versi indonesia. dan aku sampe mau buat crt baru khusus buat wattys. Tapi krn gaada waktu jd aku masukin crt ini.
😂😂😂DAN TERNYATA BENERAN BISA WKWK MASIH GA PERCAYA SAMPAI SKRNG. (aku beneran nepuk punggungku sendiri wkwk) dan aku jg seneng bgt ganyangka pisan cerita aku bisa menang di kategori trailblazers/crt unik wkwk. Like waw gitu waw waw😭
sebenernya masih banyak bgt yg pgn aku ucapin tp nanti malah jd spam dan kalian jd bosen wkwkwkwk jd segini aja.
Thankyou to all of my readers and voters. 👍🏻☺️
Recap:
"Ikut aku." Perintah Ketua sambil mengibaskan rambutnya.
****
Kami bertiga berdiri di depan ketua yang sedang mengetukkan jemarinya—lagi, dengan tidak sabar di mejanya. Aku memandangi ujung sepatuku dengan perasaan menggelitik.
Apa ini? Deja vu?
Kepalaku memutar kembali kenangan saat aku dan yang lain pertama kali masuk ke ruangan ini untuk menghadap ketua dari Hunters Academy yang terkenal hebat. Tanpa sadar aku tersenyum. Rasanya kejadian itu sudah lama sekali. Ada banyak hal yang terjadi sejak saat itu.
Aku bukanlah seorang Kaitley Summer yang mengalami trauma akibat kematian kakaknya dan terus menerus kebingungan akan jalan hidupnya lagi sekarang. Sekarang, aku adalah Kaitley Summer. Seorang hunter yang akan melakukan apapun untuk menyelamatkan orang-orang yang selalu ada untukku. Aku adalah Kaitley Summer yang akan membasmi semua demon sial yang telah menghancurkan kehidupan normalku.
Aku mengepalkan tanganku dengan kuat.
Liat saja dad. Aku tidak akan lari.
Wajah seorang perempuan membuyarkan pikiran batinku yang sedang berapi-api. Mendadak rasa rindu menyebar ke seluruh bagian tubuhku saat melihat perempuan itu menyunggingkan senyuman lembut khasnya.
"Cara!" seruku sambil mengguncang bahunya. "Kemana saja kau? Yaampun aku sampai hampir lupa kapan terakhir kali kita bertemu,"
Cara menutup mulutnya dengan tangan lentiknya sambil tertawa.
"Jangan berlebihan deh Kait, hahaha."
Senyuman ceria Cara perlahan memudar saat ia membalikkan tubuhnya ke arah ketua. Ia memosisikan tubuhnya di tempat ia biasanya. Di ujung ruangan dekat pintu. Ketua pun akhirnya mengeluarkan suaranya dan memerintahkan kami untuk duduk setelah membiarkan kami berdiri di depannya selama beberapa menit tanpa mengatakan apapun.
"Jadi apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" tanya Dean pada akhirnya.
Ketua memandang kami berempat. Rautnya menunjukkan ekspresi yang menyedihkan. Ia menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Tidak cukup. Aku butuh semuanya. Cara, panggil kelompok must kesini,"
Cara mengangguk dan bergegas keluar dari ruangan.
Aku menatap ketua lekat-lekat.
"Ada apa ini? Kenapa kau melibatkan must juga? Mereka tidak melakukan apapun." Belaku. Walaupun baru beberapa hari berlatih bersama kelompok must, mereka telah menjadi sekelompok orang yang cukup penting dalam hidupku.
Yah minus R dan Sam sebenarnya. Mereka masih memandangiku seperti sampah.
Ketua tidak menjawab pertanyaanku. Perempuan itu terdiam sambil menundukkan kepalanya. Seperti anak kecil yang sedang merasa bersalah ketika ketahuan memakan permen.
"Maafkan aku Kaitley,"
Aku menaikkan alisku tinggi-tinggi pada perkataan random yang tiba-tiba keluar dari mulut ketua.
"Hah? Apa maksudmu?"
Ketua meletakkan batu kecil hitam yang tidak lain tidak bukan adalah milikku—atau setidaknya aku menganggapnya milikku karena setiap aku yang memegangnya ia selalu mentrigger sesuatu yang buruk. Entahlah. Yang pasti sekarang aku sudah tidak bisa menyembunyikan keterkaitanku dengan batu ini lagi. Jadi aku tidak mengelak saat ketua menatap kedua mataku dengan kedua mata keemasannya yang tajam.
"Ini salah satu sumber kekuatanmu kan?"
Aku menggeleng pelan sambil mengangkat bahu.
"Aku tidak tahu. Mungkin..? Entahlah."
Lalu secepat aku menjawab, secepat itu pula segelintir ingatan muncul di otakku. Seketika rasa panik mulai menguasaiku.
"Dimana ayahku?? Tadi dia yang memegang batu itu. Dimana dia?"
Ketua melirik langit-langit gelap ruangan kerjanya dengan raut wajah sedih. Ia menggelengkan kepalanya dan mengulurkan tangannya untuk menyentuhku. Aku menepisnya.
"Apakah kau mengurungnya untuk menyerahkannya ke si pesuruh? Perjanjian bodoh apalagi yang hendak kau buat?" Tanyaku sambil menatapnya dengan dingin.
Kedua bola mata ketua membesar kaget mendengar pertanyaanku. Ia menatap Dean dan James yang juga terlihat kaget mendengar perkataanku lalu tatapannya kembali lagi kepadaku. Suara yang ia keluarkan selanjutnya terbata-bata dan terdengar menyedihkan.
"A–apa? Tapi tidak mungkin. Ba–bagaimana,"
Aku mendengus geli melihat reaksinya yang panik. Disampingku, Dean dan James menatapku dengan heran. Mereka menuntut penjelasan akan kata-kata, yang menurut mereka, aku lontarkan tanpa basis.
"Nanti akan kujelaskan semuanya." Bisikku pelan sebelum mengarahkan pandanganku kepada perempuan dengan ikat kuda panjang yang terlihat sedang bingung dihadapanku.
"Cara menceritakan semuanya padaku. Mulai dari keinginan egoismu untuk segera menyerahkanku ke pesuruh dengan dalih keamanan akademi ini sampai ke rencana bodoh yang kau sampaikan pada Cara waktu itu." Jawabku dengan puas. Wajah ketua yang biasanya terlihat begitu tenang dan tegas sekarang berubah. Wajah di balik topeng kekuasaannya mulai terlihat.
Wajah sebenarnya yang picik.
Alis tebal ketua mengerut ke bawah. Ia berdiri dari kursinya dengan tiba-tiba dan menggebrak meja. Membuat James terlompat dan melepaskan kata-kata rutukan.
"Siapa yang sebenarnya egois?! Kau!" Ia menusukkan jari telunjuknya di udara tepat ke wajahku. "Kau! Belum juga sebulan disini sudah hampir membuat akademi ini hancur dengan tantrum kekanakanmu itu! Apa yang membuatmu begitu yakin kalau jiwa hybrid-mu itu lebih berharga daripada ribuan murid dan mahkluk hidup lain yang hidup di dimensi ini hah??"
Wajahnya memerah seperti tomat yang akan meletus. Aku tetap di kursiku. Berusaha untuk tenang dan mengendalikan diri. Ketua melanjutkan amukannya.
"Aku menyetujui perjanjian dengan demon bodoh itu untuk menyelamatkan seluruh ras hunter! Untuk menjaga keseimbangan antara kaum kita, manusia, dengan kaum demon yang sudah rapuh ini! Kau diantara semua orang harusnya paling tahu tentang fakta ini!"
Aku ikut berdiri dari kursiku dengan begitu cepat hingga kursi hitam tersebut terjungkang ke belakang dan menimbulkan bunyi gaduh yang sekarang tidak hanya membuat James terloncat, tapi juga membuat Dean merutuk pelan.
"Kau pikir itu bijaksana?? Menyetujui perjanjian dengan demon?! Taukah kau apa yang akan dia lakukan jika ia sudah mendapatkanku di tangannya? Ia akan menggunakan kekuatanku untuk memanggil semua demon dari dimensi demon ke dimensi ini dan dimensi manusia agar demon dapat menguasai dunia!"
Ketua terlihat gentar sedikit. Benar dugaanku. Ia tidak tahu tujuan pesuruh yang sebenarnya. Begitu naif.
"Untung saja Cara memberitahuku mengenai perbuatan bodohmu ini. Kalau tidak, aku akan terus menganggapmu sebagai pemimpin akademi bijaksana yang harus terus kupatuhi!"
Ia menggelengkan kepala dengan marah. Tahu bahwa ia sudah kalah di argumen ini, namun terlalu gengsi untuk mengakuinya. Ia mulai memutar topik. "Aku sudah sengaja menjauhkan Cara darimu beberapa minggu terakhir agar kau bisa berlatih dengan serius dan menjadi kuat seperti apa yang Shire inginkan! Tapi kenapa?! Darimana kau tahu semua ini?"
"Sepertinya kau harus mulai memasang CCTV saat malam hari Erin," celetuk Cara dari ujung ruangan. Ia masuk ke dalam dengan membawa seluruh anggota must yang menunjukkan wajah garang. Gro ada di tahap werewolf nya dan sedang menggeram dibalik gigi bertaringnya kepada ketua.
Kesadaranku berkelana menuju ingatan pada 2 malam lalu. Saat itu aku sedang tidur dan Cara menggedor dengan gaduh di depan kamar. Tessa yang membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk (lalu ia menendang bokongku agar aku bangun sebelum loncat kembali ke tempat tidur.)
Saat itu Cara memberitahuku mengenai pertemuan dan perjanjian antara pengurus dan ketua yang berlangsung disaat Election Test. Lalu ia juga memberitahuku bahwa aku harus tetap waspada karena rencana ketua adalah ia akan mengelabui si pesuruh dengan menggantikanku dengan kerabat dekatku. Saat itu yang ada di pikiran Cara kemungkinan yang akan menggantikanku adalah James. Kedatangan ayahku yang mendadak mengubah semua ini.
Lalu aku ingat aku bertanya pada Cara,
"Cara, kalau memang benar ketua melakukan itu, kenapa ia harus mengelabui pesuruh dulu? Kenapa ia tidak langsung menyerahkan aku saja begitu pesuruh datang?"
Cara tersenyum pahit mendengar pertanyaanku. "Sepertinya dengan menyerahkan pengganti terlebih dahulu, ia merasa ia memberikan pesuruh bonus. Dan jika benar pesuruh menganggap itu bonus, maka pesuruh akan memberikan perjanjian baru. Dan ketua akan meminta sesuatu yang ia inginkan." Kami berdua terdiam di kegelapan kamarku saat itu. Masing-masing memikirkan tindakan ketua yang tidak disangka-sangka.
Mata pucat Cara menyala redup di kegelapan kamarku. Cara menggumam pelan. "Maafkan aku Kait untuk kelakuannya. Erin memang selalu ambisius jika ia menginginkan sesuatu. Bahkan jika itu artinya melakukan sesuatu yang tidak baik.
"Erin?? Itu nama aslinya?"
"Benar. Orangtua kami adalah bagian dari Council jadi kami sudah saling mengenal sejak kecil. Kurasa orang tuanya sengaja menjadikannya kepala di akademi ini agar ia bisa lebih bertanggung jawab dan mengurangi sifat buruknya." Gumam Cara pelan.
Teriakan protes ketua membawaku kembali lagi ke saat ini. Sekarang, kedua lengan ketua sedang dipegang oleh Dean dan Dust. James berdiri di dekatku dan sedang memaksa ketua untuk menyebutkan lokasi keberadaan ayahku.
Aku mendekati tubuh ketua yang menendang-nendang liar dan memberontak agar dilepaskan.
"Erin," kataku. "Kau sebaiknya beritahu dimana ayahku sekarang juga kalau kau tidak mau orang tuamu meninggalkan kursi mereka di council dan datang kemari untuk menghajarmu dengan tangan mereka sendiri."
"Hah!" Ketua menyeringai mendengar ancamanku. Lalu dengan berani ia meludah ke arahku. Cairan tersebut mendarat di sebelah kiri pipiku.
"Kalian pikir kalian bisa melumpuhkanku dengan ancaman rendahan seperti itu?? Kalian pikir kenapa aku bisa menjadi pemimpin akademi ini hah? Aku jauh lebih kuat dari kalian semua!" Teriaknya. Lalu setelah memuntahkan kata-kata itu ia mulai mengumpulkan tenaga dan aku melihat bagaimana udara di sekitar kami terserap ke tangannya dan mulai membentuk suatu kumparan berwarna ungu. Pegangan Dean dan Dust pada lengan ketua semakin mengencang.
Namun itu tidak ada gunanya karena saat itu juga kumparan ungu itu ditembakkannya ke arahku.
Semuanya terjadi begitu lambat. Aku tidak ingat memanggil atau mengeluarkan tenaga apa-apa. Tiba-tiba saja tanganku sudah menggenggam batu kerikil itu dan rasanya saat kumparan ungu itu menghantam tubuhku, ada suatu pelindung yang menahannya bersentuhan dengan tubuhku. Pelindung itu membuat kumparan tersebut terpental dan kembali lagi untuk menyerang pemiliknya.
Ketua berteriak kesakitan dan segera kehilangan keseimbangannya saat kumparan tersebut menghantamnya. Ia sekarang terduduk lemas di lantai. Masih dalam keadaan dipegang oleh Dean dan Dust. Namun sekarang mereka memegangi telapak tangannya agar ketua tak mampu melakukan apa-apa lagi.
Aku membuang napas yang sedari tadi kutahan dan menoleh ke belakang. Cara tersenyum padaku dan ia berjalan melewatiku dan berjongkok untuk menyamakan wajahnya dengan wajah ketua yang terbungkuk lemas.
"Katakan dimana ayah Kaitley."
Lagi-lagi ketua tertawa. Ikat kudanya yang panjang terjulur ke depan menutupi wajahnya. "Kau bodoh jika mengira aku menahannya. Tentu saja Shire sudah mengambilnya berjam-jam yang lalu."
"Apa?!" James yang daritadi berdiri di tepian bersama sisa kelompok must lainnya terlihat terpukul. Ia mendesak melewatiku dan ikut berjongkok bersama Cara. "Apa maksudmu?! Kemana ia dibawa pergi?!"
Aku sendiri masih merasa terlalu shock untuk dapat merespon jawaban ketua. For all i know, bisa saja dad sudah mati sekarang jika ia berada di tangan pesuruh. Mengingat dad adalah salah satu demon yang paling dibenci kaum demon dari dulu.
Dan ingatan terakhir dad tentangku adalah saat aku mengucapkan perkataan sadis itu padanya....
Aku menemukan hidungku semakin sulit untuk menghirup udara. Ruangan disekitarku terasa berputar-putar. Aku dapat mendengar suara detak jantungku sendiri yang begitu keras dan cepat. Aku memegang ujung meja moderen ketua yang berwarna hitam sebagai topangan tubuh.
"Kalian mengerti kan sekarang betapa pintarnya aku?" Kata ketua dengan riang. "Shire pun mengakui itu. Katanya ia akan memberiku hadiah spesial jika Kaitley yang malang ini menyerahkan dirinya kepada Shire,"
Entah tersambar angin apa, James menjuruskan tinjunya ke perut ketua yamg terkena kumparan ungu tadi. Aku belum pernah melihat kilatan mata yang begitu tajam pada dirinya.
Ketua terbatuk-batuk dan merintih kesakitan. Namun ia tetap tertawa sambil terus menerus berkomat-kamit dan menyebut nama Shire.
Suara nyaring Joe terdengar di belakangku. "Sepertinya jiwanya sudah termakan oleh ketamakan."
"Kau salah Erin," kata Cara pelan. "Kaitley tidak akan menyerahkan dirinya."
Kepala ketua yang masih tertunduk sedikit mengangkat. Mata keemasannya yang tadinya kukagumi itu sekarang melihat ke arahku. Ia mengeluarkan perkataan berikutnya dalam nada yang jenaka dan bermain-main. "Oh mungkin saja Cara," lantunnya. "Apalagi jika ia tahu daddy tercintanya ada di dimensi demon sekarang dan sedang menunggu eksekusi mati."
Aku merapatkan bibirku dan membuang tatapan ke bawah. Ke arah lantai marmer hitam di ruangan ketua.
"Sudah cukup!" Seru Dean. "Erin, kau akan dibawa ke council untuk diadili. Kita lihat bagaimana respon orangtuamu akan semua ini."
Saat itu juga beberapa penjaga, yaitu gargoyle dan guru-guru hunter mendobrak masuk ke dalam ruangan. Ketua diiring keluar—masih dalam keadaan terkikik sendiri dan berkomat kamit. Saat melewatiku ia menatapku dan berkata,
"Hati-hati gadis kecil, Hell world bukan tempat yang ramah. Hihihi."
Lalu disertai itu iringan guru-guru dan gargoyle yang menggiring ketua pergi dari ruangan. Membawa jiwa rusak perempuan itu pergi dari muka kami.
Keadaan di dalam ruangan masih begitu kental dengan kejadian tadi. Suara ketua masih terngiang di kepala kami masing-masing, sehingga tidak ada yang berani berbicara selama beberapa menit.
"Jadi Kaitley," seru sebuah suara milik seorang vampire yang selalu menatapku dengan sinis. "Apa yang akan kaulakukan?"
Sam masih menatapku dengan tatapan sinisnya. Namun bedanya, kilatan di matanya sekarang menunjukkan suatu keyakinan. Bukan kecurigaan.
Aku menatapnya tanpa berkata apa-apa. Dean meremas tanganku. Memberiku kekuatan sekaligus dukungan.
"Apapun keputusanmu Kait, kami akan mengikutimu." Katanya sambil tersenyum.
Aku membalas senyumannya. Lalu kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Semua orang menatapku dengan harapan dan keyakinan baru. Bahuku terasa berat oleh tanggung jawab saat ini. Namun aku tahu apa yang harus kulakukan.
Aku harus menyelamatkan dad.
Dan juga mencekik Shire. Karena well, ia selalu mengusik kedamaian hidupku.
Aku membalas tatapan sinis Sam dan tersenyum simpul.
"We're going to kick some demon asses."
****
Frau's Note:
Hai guys long time huh wkwkwk. Don't worry though, cuma tinggal beberapa chapter lagi kok dan aku bakal sering update. Dan maksudku sering update bukan sebulan sekali kok WKWK . So stay tune ya buat chapter selanjutnya^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top