16. From The Beginning

Hint: kalau nanti merasa bingung. Coba baca chapter 8 lagi :)

Recap:
Aku memejamkan mataku. Berusaha untuk menikmati pelukan ini, seperti ini adalah pelukan terakhir yang akan kuperoleh dalam hidupku. Mulutku membuka dan mengucapkan sebuah kata yang dahulu terasa begitu manis setiap kali terucap di bibirku.

"Dad..."

****

Dekapannya pada tubuhku mulai meregang. Dad melepaskan tangannya dari punggungku dan meletakkan jemarinya di permukaan kulit wajahku. Senyumnya mengembang saat mata kami saling bertatap.

"Hai honey," katanya pada akhirnya.

****

Setelah bertukar rindu, kami memutuskan untuk keluar dari dapur dan berjalan-jalan di akademi untuk menikmati alam. Dad menghisap rokoknya sambil memejamkan mata. Terlihat begitu menikmati asupan zat nikotin yang memasuki tubuhnya. Ia kemudian menghembuskan asap berbau berbentuk bundar yang bersatu dengan angin ketika zat kelabu itu dihembuskan dari hidungnya.

Aku meringiskan hidungku sambil mengibas-ngibaskan tangan.

"Kenapa kau masih menghisap benda terkutuk itu?"

Dad membuka matanya dan melirikku.

"Karena aku ingin. Dan karena aku sadar aku telah mengacaukan segalanya." Jawabnya sambil tertawa miris.

Aku terdiam. Ribuan pertanyaan terbentuk di pikiranku. Namun tak ada satupun yang berani kuutarakan. Dad menjatuhkan rokoknya ke rerumputan dan menginjaknya beberapa kali hingga percikan api dari benda itu hilang.

"Kau tahu kan efek yang telah dikeluarkan rokok itu takkan hilang walaupun sudah diinjak-injak dan dimatikan?" Sindirku padanya.

Dad menganggukkan kepalanya. "Benar, Kait. analogi yang bagus,"

Aku menengadahkan kepalaku dan menatap Dad tanpa berkedip. Kukepalkan kedua tanganku disamping tubuh.

"Ceritakan dari awal. Aku ingin mendengar semuanya."


****

Aku menarik napas panjang entah untuk keberapa kalinya hari ini. Lelaki yang mengaku sebagai ayahku berdiri di hadapanku sambil menundukkan kepalanya. Ia telah berusaha untuk meminta maaf padaku berkali-kali selama 15 menit terakhir. Semua permintaan maafnya meluncur begitu saja ke udara tanpa mendapatkan respon.

Aku menatap langit malam di atas kepala kami dengan perasaan hampa.

Pernahkah kau merasa hidupmu telah begitu kacau sehingga tidak ada yang bisa kaulakukan lagi untuk memperbaikinya?

Well, itulah yang kurasakan saat ini.

"Kaitley..." Dad memulai.

"Tidak," potongku. "Aku sudah tidak mau dengar lagi dad. Sudah cukup."

Raut wajah dad semakin berkerut penuh rasa sesal.

Pandanganku masih tetap tertuju pada langit hitam yang suram. Tawa itu entah muncul darimana. Tawa yang terdengar begitu ironis. Dad meremas bahuku dengan khawatir. Aku tetap tertawa.

Sejak kapan tertawa terasa begitu sesak seperti ini....?

"Jadi apa yang harus kulakukan dad? Aku harus menyerahkan diri saja pada pesuruh agar kau bisa bahagia? Bukankah itu yang kau mau?"

Dad menghentakkan bahuku dengan keras agar aku menatapnya.

"Kenapa kau berbicara seperti itu?! Tentu saja tidak! Aku kan sudah bilang itu adalah sebuah kecelakaan Kaitley. Aku tidak sengaja!" balas dad dengan frustasi. Murid-murid yang baru pulang dari kelas menyaksikan percekcokan kami dan mulai memberikan kami tatapan heran.

But, you know what? I don't even care anymore.

Aku meninggikan suaraku untuk menyamakan posisiku dengan dad.

"Oh?" dengusku. "Jadi kau bilang menjadi anak dari seorang demon yang seharusnya sudah meninggal berpuluh-puluh tahun yang lalu itu adalah sebuah kecelakaan? Kau bilang menukar kekuatan bodohmu dengan seorang manusia yang lebih bodoh lagi itu tidak disengaja?"

Dad membuka mulutnya untuk menyanggah tuduhanku. Namun aku berbicara lagi.

"Benar-benar sebuah accidentally ya hidup keluarga kita dad ahahaha. Kebetukan sekali kau tidak mati saat menemukan dimensi ini. Kebetulan sekali kau jatuh cinta pada seorang janda beranak satu, yang ternyata adalah seorang hunter. Kebetuulaaan sekalii kalian berdua menikah dan mempunyai seorang anak perpaduan demonhunter freak bernama Kaitley Summer yaa??"

Dad mengatupkan mulutnya dan mengusap rambutnya dengan frustasi. Aku melipat tanganku di dada. Memperhatikan lelaki yang mengaku sebagai ayahku ini.

Setelah dipikir lagi, aku harus meralat ucapanku. Lebih tepatnya, seorang demon laki-laki yang mengaku sebagai ayahku ini.

"Tahukah apa yang membuatku lebih kecewa dad? Bukan fakta kau melakukan semua ini dan menyembunyikan dengan mom mengenai jati diriku yang sebenarnya. Bukan,"

Bola mata dad yang gelap menatapku. Menunggu lanjutan dari perkataanku.

"Yang membuatku kecewa adalah fakta bahwa kau meninggalkan aku dan mom saat James pergi. Kau menelantarkan kami untuk melakukan sebuah kesalahan lagi dad. Padahal, kau bisa saja meminta bantuan dari mom dan kaum hunter saat kau tahu James disandera demon. Tapi kenapa kau malah melakukan perjanjian kepada demon yang memburumu itu sendiri?? Kenapa?"

Suaraku mulai serak. Udara dingin membuat hidung dan mataku terasa gatal. Aku mengusap hidungku dengan punggung tanganku.

"Kait....jangan menangis," bunyi Dad sambil tetap memberiku tatapan penuh penyesalan. Aku membalas tatapannya dengan galak.

"Aku tidak menangis dad. Dan aku tidak akan menangis. Aku akan menghadapi semua ini dengan penuh tanggung jawab. Aku tidak akan melarikan diri sepertimu."

Aku tahu ucapanku yang terakhir pasti menyakiti dad. Karena ia tersentak dan segera menundukkan kepalanya saat aku selesai berbicara. Namun saat ini, aku terlalu marah untuk memberinya simpati.

Atau mungkin aku memang menyimpan banyak amarah dan kebencian dalam diriku.

I'am a half demon after all...

Aku membalikkan tubuhku dan mulai berjalan menjauh. Namun tangan gesit dad menahan tubuhku di tempat.

"Kumohon Kait...jangan pergi. Aku membutuhkan bantuanmu..."

Aku membalikkan wajahku untuk menatap wajah lusuh dad yang terlihat begitu menyedihkan.

"Tapi kenapa aku harus menolongmu dad? Kau pergi saat aku membutuhkanmu. Kau kembali disaat kau membutuhkanku. Bukan karena kau sadar aku sedang membutuhkan sosok orang tua."

Aku melepaskan pegangannya dari tubuhku dan mulai menggelengkan kepalaku.

"Maafkan aku dad."

Lalu aku berlari darinya. Aku berlari masuk ke gedung akademi tanpa menoleh ke belakang lagi. Aku menghiraukan protes dari para murid dan guru yang telah kusenggol. Tanpa kusadari, kakiku bergerak ke asrama laki-laki. Hanya satu orang yang ada di benakku saat ini.

TOK TOK TOK.

Pintu kamar lantai dasar nomor 1 itu terbuka. Menampakkan seorang lelaki dalam balutan handuk putih di bagian kepala dan pinggangnya. Dadanya yang tidak ditutupi oleh kain dipenuhi butiran air. Rona kemerahan muncul disekitar pipi si lelaki. Begitu halnya denganku.

"Apa-apaan Kaitley!" seru Dean sambil menyembunyikan tubuhnya di belakang pintu. "Apa yang kaulakukan disini malam-malam begini??" Balutan handuk di kepala Dean menjadi longgar dan terlepas. Membuatnya terlihat seperti memiliki rambut putih panjang.

Aku sendiri, dengan tololnya, mulai menggelengkan kepala sambil memejamkan mata. Berusaha menghilangkan bayangan Dean dari benakku yang sudah cukup penuh.

"A...ah. Aku ingin membicarakan sesuatu dengan James. Bi-- bisakah kau memanggilnya?" balasku dengan payah.

"Tentu." Gumam Dean. Mataku membuka saat pintu di depanku tertutup. Terdengar suara-suara langkah kaki sebelum sosok kakak lelakiku muncul saat pintunya terbuka. Wajahnya terlihat lebih ceria daripada tadi pagi. Hatiku menciut saat menyadari wajahnya akan terlihat seperti kain pel lagi saat ia mendengar ceritaku tentang ayah tersayang kami.

Aku menggigit bibirku.

Ayah kandungku. Bukan ayah kandungnya.

James menjentikkan jarinya di depanku.

"Hei sist, what do you want to talk about?" tanyanya dengan wajah datar. Jelas ia masih belum melepaskan perselisihan diantara kami tadi pagi.

Aku mengerjap beberapa kali.

"Bolehkah aku masuk James? Ini akan menjadi pembicaraan yang panjang."

James membuka pintu kamarnya dan mengisyaratkanku untuk masuk.

"Ok waw, first of all, kenapa kamarku tidak sebagus ini?" Keluhku saat melihat pemandangan kamar asrama James dan Dean yang begitu luas. Kamarku bahkan luasnya tidak sampai setengahnya kamar ini.

So sad....

Pintu kamar mandi terbuka dan menampakkan sosok Dean yang sudah berpakaian rapih. Ia menatapku dan James yang sedang duduk di kasur berhadap-hadapan.

Dean menggaruk kepalanya dengan canggung. "Ehm...aku akan meninggalkan kalian berdu--"

"Tidak," kataku. "Kau juga harus mendengar ini Dean."

Dean menaikkan alisnya dengan bingung. Namun akhirnya ia mengangguk dan ikut bergabung bersama kami.

"Jadi...singkat kata, aku bertemu Dad hari ini." Kataku tanpa basa basi.

James dan Dean menatapku tanpa ekspresi. Setelah beberapa saat barulah arti dari perkataanku memasuki otak mereka.

"APAAA?!"

BRAKK!

James dan Dean berteriak lagi ketika suara gaduh mengganggu ketenangan kami. Suara itu berasal dari pintu kamar, yang sekarang telah rubuh ke lantai.

Seorang perempuan dengan mata keemasan dan rambut kuncir kuda panjang masuk ke dalam kamar. Ia memegang sebuah batu kecil hitam yang begitu familiar.

Saat menyadari darimana asal batu itu, aku merasakan seluruh tubuhku meremang. Jantungku memompa darah dengan cepat ke seluruh tubuhku. Membuat detak jantungku terdengar keras di telingaku sendiri.

"Ikut aku." Perintah Ketua sambil mengibaskan rambutnya.

****

Frau's Note:
HAI GUYSSS WKWKWK GIMANA KABARNYAA. MAAF UPDATENYA TELAT AGAIN😂😂😂

tp aku mulai semangat nulis nih sekarang wkwk banyak motivasi. Jadi mungkin updatenya bisa lebih cpt wkwk. Btw aku bakal bahas wattys do chap selanjutnya yaa wkwk

Tp sebelumnya, THANKYOU BUAT PARA PEMBACA SETIA YANG UDH SETIA SM CERITA INI :)

This chapter is dedicated for all of you my lovely reader^^

Ciaooo~
Frau

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top