13 LANCANG
Jatuh cinta itu mudah, menjalaninya pun mudah. Masa tersulit dalam mencintai dan dicintai adalah mengikhlaskan, saat memang tak ada lagi yang dapat diharapkan dan tidak banyak orang yang bisa melalui masa ini. Kebanyakan berhasil dalam jangka waktu pemulihan yang tak sebentar dan tak sedikit pula yang gagal, memilih untuk bertahan di masa sekarang dengan kenangan masa lalu atau bahkan memilih meninggalkan dunia yang tak lagi sama.
Pemuda berambut hitam legam itu menghela napas, menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. Ezra menutup mata, memijat pelipisnya. Semua terasa pening tatkala dia memikirkan tentang apa yang dikatakan banyak orang tentang gadis yang dia cintai selama beberapa tahun belakangan. Gadis yang seharusnya dia nikahi bulan-bulan ini.
"Aku ada penerbangan ke Turki bulan ini. Bulan depan, kita mulai fokus cari konsep untuk pernikahan kita, ya, Zra? Nanti aku bilang Papa buat gak bikin kamu terlalu sibuk di rumah sakit."
Matanya terbuka perlahan mendengar suara itu, terngiang dalam pikirannya. Ezra menggeleng sebelum bangkit dari kursi, melangkah menuju ke jendela ruangannya yang tertutup. Ezra memejamkan mata sekali lagi, menghela napas perlahan.
"Kapan kamu balik?"
Suaranya terdengar pelan, seperti rintihan saat tiba-tiba ponselnya berdering cukup keras, menyadarkan pemuda itu dari lamunan sementara. Diraihnya ponsel yang dia letakkan di atas meja, mendapati nama kontak Mami tertera jelas pada layarnya. Ezra mengangkat panggilan dengan cepat dan suara Mami terdengar sangat riang.
"Ezra, kamu kapan pulang? Jangan lupa jemput Trea, ya! Kemarin, dia bilang suka masakan Manado, Mami masak bubur Manado hari ini!"
Ezra tak mengerti apa yang dilakukan seorang Ariesa Chantrea sehingga sang Mami sangat menyukai gadis menyebalkan itu.
"Iya, Mi. Nanti aku tanya ke Trea, dia bisa ke rumah atau enggak."
By the way, omong-omong tentang Trea, sudah seminggu belakangan Ezra tak bertukar kabar dengannya. Biasanya, Trea mengirimkan banyak pesan tidak penting untuk Ezra, seminggu belakangan tidak lagi. Apakah gadis itu benar-benar sibuk?
"Dibujuk ya, Zra! Pokoknya, kamu wajib pulang sama Trea. Kalau enggak, Mami marah. Bye!"
Seperti anak kecil, Mami mengakhiri panggilan begitu saja tanpa ada salam penutup. Ezra menghela napas, digerakkannya jari-jari di atas layar ponsel, mencari kontak Trea. Ezra mengernyitkan dahi, Trea tidak memasang foto profil, seperti biasanya. Gadis itu sangat gemar berganti foto profil dengan berbagai macam selfie dan aneh saja, gadis itu menghilang seminggu dan foto profilnya tidak ada.
Ezra membuka riwayat pesannya dan Trea. Pesan terakhir adalah sekitar lima hari lalu, saat Trea mengirimkan kalimat 'have a nice day' dan Ezra tidak membalas. Biasanya, walau pun tidak dibalas Trea akan tetap mengirimi pesan-pesan seperti ucapan selamat tidur, selamat makan, dan lain-lain. Tapi ini tidak sama sekali.
Akhirnya, Ezra mengirimkan pesan kepada Trea terlebih dahulu.
Sibuk gak?
Ezra menunggu balasan. Lima belas menit berlalu dan tidak juga ada balasan. Kening pemuda itu mengernyit. Pasalnya, aneh sekali jika seorang Ariesa Chantrea lama membalas pesan. Gadis itu termasuk orang-orang yang akan membalas pesan dalam waktu cepat alias fast reply. Tumben sekali Trea tidak langsung membalas pesan Ezra.
Pemuda bertubuh tegap itu mencoba untuk berpikiran positif dan dia menunggu balasan Trea sambil membaca beberapa berkas pasiennya.
Nyatanya, hingga jam kerja Ezra selesai, Trea belum juga membalas pesan darinya. Dilihatnya kembali pesan yang dia kirimkan. Pesannya terkirim, tapi belum dibaca oleh Trea, sementara Mami mulai mengirim pesan lain kepada Ezra untuk mengingatkan.
Ezra memutuskan untuk menelepon Trea. Biasanya juga, Trea akan langsung mengangkat panggilan, namun beberapa kali Ezra menelepon gadis itu, gadis itu tidak kunjung mengangkat telepon. Ezra mulai frustasi dan pemuda itu tengah bersiap-siap pulang ketika ponselnya berdering.
Napas Ezra tertahan begitu mendapati nama Trea tertera di sana, meneleponnya. Buru-buru Ezra mengangkat panggilan tersebut.
"Zra, sori, gue baru bangun tidur. Notif HP gue silent."
Ezra mengerjap. "Baru bangun tidur? Lo sakit? Gak kerja?"
Kekehan Trea terdengar. "Enggak sakit, kok. Emang baru bangun tidur aja, Zra. Kenapa? Tumben lo hubungin gue duluan? Kangen, kan? Duh, jadi senang."
"Lo di rumah? Gak kerja?"
Hening selama beberapa saat sebelum akhirnya, suara Trea kembali terdengar. "Gue...dikeluarin, Zra. Tapi gak apa-apa, sih. Gue belajar masak dari kemaren dan kata teman kostan lumayan enak."
Ezra tidak bodoh untuk tidak mengetahui jika gadis itu tidak baik-baik saja. "Gue jemput lo di kostan? Mami masak masakan Manado. Lo diundang buat makan bareng."
"Duh, Zra. Sori banget, bukannya nolak, tapi gue lagi sibuk banget. Gak bisa ke sana sekarang."
"Gue jemput lo. Setengah jam lagi sampe. See you."
"Zra, gue gak--,"
Belum sempat Trea melanjutkan perkataannya, Ezra sudah mengakhiri panggilan dan melangkah meninggalkan ruangan kerjanya menuju ke mobil kesayangannya.
***
Panggilan dari Ezra berakhir dan Trea masih tercengang di tempat. Duh, seharian dia tidur lelap di ranjang, tidak melakukan apa pun. Sudah dua hari belakangan dan Trea tidak lagi bekerja di kantor. Dia stres berat dengan keadaan ini. Trea tergolong gadis yang aktif bergerak, tapi tanpa pekerjaan, dia bingung harus bagaimana.
Setengah jam lagi sampe.
Trea menggeleng dan beranjak dari ranjang, meraih handuk dan melangkah menuju ke kamar mandi. Sial. Trea belum mandi sejak kemarin. Saking stresnya gadis itu karena belum juga mendapat pekerjaan. Ditambah, sekarang dia harus sakit kepala memikirkan biaya kost yang dalam waktu beberapa minggu jatuh tempo. Uang tabungan Trea sudah Trea kirim kampungnya, hanya tersisa sedikit sisa gaji dua bulan belakangan dan jika Trea hitung, hanya bisa untuk makan warteg seadanya selama sebulan.
Jika dalam waktu dekat Trea tidak menemukan pekerjaan, sudah sangat jelas dia akan jadi gelandangan, well kecuali jika Trea mau menjual dirinya sendiri ke Om-om beruang.
Trea mandi selama lima belas menit dan bersiap dengan cepat. Tepat tiga puluh menit sejak panggilan Ezra, Trea duduk manis di tepi ranjang dan terus menarik-menghela napas. Trea takut, Ezra bisa membaca gerak-geriknya. Pemuda itu cukup peka dengan kondisi Trea. Ah, Trea tak mau terus merepotkan Ezra dengan masalah bodohnya.
Semua karena Calvin sialan itu!
Sungguh, Trea benci dengan Calvin. Trea tak habis pikir bagaimana dia bisa menjalin hubungan dengan pria licik seperti itu dan kenapa Trea telat bertemu dengan pria sebaik Ezra? Duh, penyesalan selalu datang di akhir.
Terlewat sepuluh menit dari perjanjian, ponsel Trea akhirnya kembali berdering. Trea jarang memegang ponsel sejak tidak bekerja. Isinya adalah pertanyaan-pertanyaan dari mantan rekan kerjanya tentang pekerjaan yang Trea lakukan. Trea malas menjawab. Bukannya jahat, tapi salahkan saja perusahaan yang sangat bodoh memecat dia hanya karena diserang bocah-bocah bodoh di internet yang mengaku mencintai Calvin.
Ezra menghubungi Trea dan Trea mengangkat dengan cepat.
"Sori macet. Udah di depan. Lo ke luar, cepet."
Trea nyengir. Khas Ezra, tidak ada basa-basi.
"Tunggu, Sayang. Gak sabaran banget, sih."
Panggilan berakhir dan Trea melangkah ke luar dari kostan dengan cepat. Trea melangkah mendekati mobil Ezra yang sudah terparkir mulus, membuka pintu di samping jok pengemudi. Trea tersenyum lebar melihat Ezra. Ezra sudah beberapa hari tidak dia lihat dan pemuda itu masih sama, tampan.
"Ganteng banget, sih, Zra. Padahal pulang kerja."
Ezra menghela napas. "Jangan gombalin gue."
"Ya, kenapa, sih?"
"Mami udah nunggu. Dia masak banyak."
Trea mengangguk dan Ezra melajukan mobil menuju ke rumahnya. Selama perjalanan teramat singkat itu, tidak ada percakapan sama sekali, bahkan hingga tiba di rumah. Mami sudah menyambut Trea dan Ezra, khususnya Trea dengan sangat riang gembira. Bahkan Ezra sangsi, siapa yang sebenarnya anak kandung Mami.
Mereka makan malam bertiga dan Mami terlihat teramat akrab dengan Trea. Ezra hanya memperhatikan saat dua wanita itu terus bercanda tawa, membicarakan aktor tampan, lah, atau apa pun itu, sesuatu yang sangat tidak Ezra pahami. Mereka berbincang setelah makan malam.
"Besok Tante ajarin masak ayam woku. Kamu ke sini, ya? Pagi aja, kan besok Sabtu."
Trea mengangguk ceria. "Boleh banget, Tante. Ajarin masakan lain juga dong. Kemarin aku belajar buat lasagna, kata tetangga kostan, sih, enak. Kapan-kapan aku buat lagi dan Tante harus coba, oke?"
"Wah, Ezra juga suka, tuh."
Trea menoleh ke Ezra, menaik-turunkan alisnya. "Iya, Ezra juga aku buatin nanti. Harus coba dan kasih review sejujur-jujurnya. Aku mau coba usaha masakan gitu."
"Bagus, itu. Jadi kamu bisa jadi pengusaha, tanpa ngandelin penghasilan tetap sebagai karyawan. Ezra juga punya beberapa usaha. Apa aja, Zra?"
Ezra mengernyit, untuk pertama kalinya diajak terlibat dalam percakapan yang sedari tadi hanya melibatkan keduanya. "Banyak."
"Bagi tips buka usaha, dong, Zra. Mau buka usaha juga, nih." Trea berujar, mengerucutkan bibir dan memasang wajah memelas.
Ezra menghela napas dan mengangguk, kemudian percakapan dilanjutkan oleh Trea dan Mami sementara, Ezra hanya menjadi penonton dan pendengar setia.
Pukul sebelas malam, Mami berpamitan untuk tidur duluan dan meminta Ezra untuk mengantar Trea pulang. Keduanya berjalan kaki menuju ke kostan Trea yang memang tak jauh, melangkah berdampingan diiringi oleh deru angin malam.
"Lo gak kerja sejak kapan?"
Trea menghentikan langkah, sedikit mendongak menatap pemuda tampan yang mengajaknya bercakap terlebih dahulu. Trea tersenyum tipis. "Udah dua hari."
"Kegiatan lo apa? Udah dapat kerjaan baru?" Ezra ikut menghentikan langkah kakinya.
Trea menarik napas panjang. "Kalau udah dapat gak bakal nganggur dua hari belakangan, Zra." Trea tersenyum lagi. "Eh, tapi gue beneran lagi coba bikin masakan gitu buat dijual. Mungkin bisa gue pasarin online dulu, beberapa teman gue selebgram, semoga bisa bantu promosi. Gak sabar gue ngejalanin hidup sebagai pengusaha."
"Cari pengalaman masak dulu. Jangan baru belajar, mau sok-sokan jualan. Seenggaknya, masakan buatan lo harus ada nilai jual lebih dan berkesan buat yang nyicip." Ezra melanjutkan langkah kakinya, Trea mengikuti, mencoba menyeimbangkan kembali langkah mereka.
"Gue kaget tahu, Zra. Lo nelpon gue. Gue seneng banget. Berasa dikangenin sama lo, makanya lo nelpon."
Ezra menghela napas. "Gak usah kesenengan. Terpaksa. Disuruh Mami."
Bibir Trea mengerucut. "Ya, elah. Bohong dikit, kek. Biar gue senang, gitu. Kan, gue stres beberapa hari belakangan, Zra."
Ezra menggeleng. "Stres gak lantas mengharuskan lo buat halu, Trea."
Ariesa Chantrea menghentikan langkah kakinya lagi, Ezra menoleh, menatap gadis itu dengan tatapan datarnya. Trea memejamkan mata sekilas sebelum berkata penuh penekanan, "Apa bedanya gue sama lo, Zra?"
Mata Ezra memicing. "Apa?"
Trea memutar bola matanya, menghampiri Ezra dan berdiri sangat dekat berhadapan dengan pemuda jangkung tersebut. "Kalau lo suruh gue berhenti buat ngehalu, kenapa lo juga gak berhenti buat ngehalu dan gak berani nerima kenyataan kalau dia udah gak ada di dunia."
Sesaat kemudian, tatapan Ezra jelas berubah dan dalam hati, Trea mengumpati kelancangan mulutnya.
~~~
Hola, gaes! Apa kabar?
Lama banget gak post, semoga masih berkenan membaca yaa meski mungkin gak jelas😅
Aku rada bingung sama wattpad sekarang ditambah terlalu sibuk sama real life jadi jarang post. Mohon dimaklumi🙏🏻
Rencananya aku mau ngetik cerita baru, masih adakah yang mau baca? Terus menurut kalian, aku tetap post di wattpad atau pindah haluan ke tempat lain ya? Ada saran?
Sudahlah. Thank you sekali lagi yg masih mau membaca, semoga cerita ini cepat selesai. Btw, Merry belated Xmas dan Happy New Years yaa, semoga Covid-19 segera berakhir dan semua kembali normal. Aamiin.
See you on the next chapter! :) -A
28-12-2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top