Cerita 21

Ruangan itu besar dan sunyi. Penutup dinding cokelat muda dengan aksen emas memberi kesan mewah dan hangat. Satu set sofa kulit hitam tertata rapi di salah satu sisi ruangan, tepat berhadapan dengan jendela besar yang memberikan akses cahaya alami berlimpah. Lampu kantilever dan lampu gantung kristal semakin menambah aura elegan kantor pribadi itu.

Seorang pria terlihat duduk di balik meja mahoni hitam. Gurat halus di dahi tak melunturkan ketampanannya yang matang. Pandangannya terpusat pada layar enam inci yang memendarkan cahaya terang. Tak ada senyum di bibir penuh itu. Sebagai gantinya, raut tegang muncul sangat kentara.

Iris matanya bergerak pelan membaca sebuah portal gosip. Ujung-ujung bibirnya berkedut. Tak sadar dia mencengkeram gawai canggih saat bersirobok dengan tajuk berita daring.

“Akhirnya Sosok Nyonya Kim Terungkap. Kalian Siap Berkenalan dengan Perebut Hati Aktor Tampan Kita?”

Lalu sebuah foto yang jelas-jelas diambil dari jarak jauh terpampang di bawahnya. Aktor Kim Shou yang tengah melepas topi seorang perempuan. Wajah cantik itu terpampang jelas, disertai ekspresi kaget. Namun, perhatian para pembaca juga teralihkan oleh tatapan penuh cinta Kim Shou.

Pria itu sedang jatuh cinta.

Sosok yang duduk di kursi kulit mewah itu memandang kosong layar gawainya. Artikel yang tertulis tak lagi menarik minatnya. Tangannya yang bebas memukul pelan map dokumen.

“Kim Hee Young.” Suara maskulin itu mengeja sebuah nama. Seringainya kejam. Kilat kemarahan menggantikan sorot hampa di netra gelap itu.

Segera jemarinya menggulir layar. Sebaris nomor beridentitas anonim dipanggilnya. Ucapannya ringkas setelah telepon tersambung.

“Aboji, dia sudah melanggar kesepakatan. Aku harus bagaimana?”

~~oOo~~

Hee Young duduk berhadapan dengan Sora. Dua perempuan cantik itu saling melempar tatapan tajam. Di sebelah mereka ada Lisa dan Hana yang menemani. Suasana ramai di sekitar jelas tak menurunkan ketegangan dua kubu itu.

“Aku akan merilis pengumuman resmi.” Sora memecah kebisuan.

“Hanya ini yang akan kau bicarakan?” balas Hee Young ketus. “Kau tak perlu repot-repot meminta pertemuan ini. Pengumumanmu tak ada sangkut-pautnya denganku.”

Sora tertawa kecil. Jenis tawa yang terdengar merdu di telinga kaum adam, tapi memantik kecemburuan bagi para kekasih mereka.

“Tentu saja ada hubungannya denganmu. Karena itu aku memintamu datang ke sini.” Sora melirik sosok semampai Hana di samping Hee Young. “Aku memintamu datang sendiri. Ternyata kau membawa sekutu.”

“Jelas kau pun tak ingin bertemu empat mata denganku,” sindir Hee Young sambil melempar cibiran ke Lisa. “Apa kalian hobi mengeroyok orang?”

Lisa spontan bergerak agresif, tapi Sora mencengkeram lengan perempuan muda itu kuat-kuat. Tanpa melihat ke arah manajernya, dia terus bicara.

“Sudah kukirimkan salinan konferensi pers besok. Baca sekarang!”

“Untuk apa?”

Sora mendecih kesal. “Kupastikan kau akan menyesal jika tak mengetahui lebih awal soal ini.”

Hee Young terdiam. Gerakannya gamang antara menuruti perintah aktris cantik itu atau segera hengkang dari kursinya.

Pagi-pagi buta, sebuah pesan singkat masuk ke gawainya. Nomor asing yang mengatasnamakan diri sebagai Sora meminta pertemuan selepas syuting. Embel-embel pribadi dan jangan sampai diketahui Shou tak urung memancing rasa penasaran Hee Young.

Setelah mengantongi izin sang suami untuk pulang lebih awal, Hee Young menunggu kedatangan Sora di tempat yang disepakati. Perempuan itu berniat datang seorang diri, tapi sosok Hana yang muncul begitu saja membuatnya terpaksa mengurungkan keinginan.

Hana memaksa ikut. Hee Young tak kuasa menolak. Jadilah mereka datang berdua dan terpaksa menerima sindiran pedas Sora.

Sodokan lembut Hana di lengannya menyadarkan Hee Young. Tangannya meraih gawai. Netranya membaca cepat surel yang dikirim Sora. Dan Hee Young terhenyak.

“Apa-apaan ini?” desisnya gusar.

Sora mengaduk minuman. Santai. Tak terpengaruh kegeraman lawan bicaranya. “Kau sudah baca, kan? Maksudnya jelas tercantum di sana.”

“Aku istri Shou.” Bibir perempuan itu menipis. Rahangnya mengencang menahan amarah. “Istri sah Shou.”

“Tak ada larangan bagiku mengambil suamimu,” kata Sora enteng. “Lagi pula, fans lebih mendukung hubungan kami daripada dirimu.”

Hee Young memejamkan mata. Benaknya merangkai ingatan teori-teori meditasi yang pernah dilihatnya di internet. Menghadapi seorang Sora tak bisa dilakukan dengan emosi, tapi Hee Young tergelitik melakukannya.
Setelah detik kesepuluh, netranya terbuka dan tatapan tajam terarah lurus ke arah Sora. Perempuan itu masih memamerkan senyum palsunya.

Memuakkan! Gerutu Hee Young dalam hati. Dia menggeser badan ke depan. “Apa yang kau pikirkan tentang diriku, Sora?” tanya Hee Young dingin.

Sora menghentikan adukan minumannya. Malas-malasan dia menjawab pertanyaan perempuan di hadapannya. “Penakut? Tertutup? Bodoh?”

Hee Young tercengang. Penilaian Sora padanya sangat tak bisa dimaafkan. Menilainya bodoh? Perempuan itu mengangkat dagu. Wanita ular berkedok aktris cantik itu harus tahu sisi tersembunyi seorang Kim Hee Young.

Dia berkata tenang pada Sora. “Aku bodoh katamu?”

“Tentu saja. Perempuan sepertimu tak pantas berada di samping Shou.”

“Lalu, kau menilai dirimu sendiri pantas?” Hee Young meradang.

“Tentu saja! Aku cantik, populer, kaya. Aku adalah istri yang cocok untuknya.” Sora mengibaskan rambut panjangnya yang hari itu bersemir warna pirang strawberry.

“Tidak, kau salah!” Hee Young menggeleng. Dia meminta izin lewat isyarat mata pada Hana. Gerakannya lincah mencampur minuman temannya ke gelasnya sendiri. Racikan soda dan sari buah berpadu cepat.

Hee Young berdiri. Tangannya menggenggam gelas erat-erat. Pandangannya menyapu Sora dengan sorot menghina. Tak ada belas kasih saat dia menuangkan cairan dalam gelasnya ke kepala sang aktris.

Raung kemarahan menggelegar. Sora sontak berdiri menghindar. Sayang, langkahnya kurang cepat. Bagian atasnya sudah basah kuyup. Riasan wajahnya yang sempurna luntur. Lisa dengan sigap menyesap cairan dengan tisu. Namun, Sora terlalu dikuasai emosi. Dia menyentak kasar tangan sang manajer.

“Kim Hee Young!” jeritnya murka.

“Ya, ingat namaku, Sora!” Hee Young balas membentak. “Aku bukan si bodoh. Dan kau tak cocok bersanding dengan Shou. Kau tak sepadan dengannya.”

“Aku akan membuat perhitungan denganmu!”

Hee Young mencengkeram telunjuk yang teracung tepat di depan hidung. Dia menikmati kesiap keras dan mata yang terbelalak.

“Aku yang seharusnya mengatakan itu,” dia berkata dingin dan kering. “Jangan coba-coba menggangguku. Kau masih belum mengenalku, Sora.”

Hee Young menggamit Hana. “Ayo, pergi? Kita sudah tak ada urusan di sini.”

Hana mengangguk. Berdua mereka melenggang pergi dari kafe nyaman dengan privasi maksimum itu. Tak memedulikan makian keras Sora juga pandangan para pengunjung. Dua perempuan itu terus melangkah hingga tiba di parkiran mobil.

Namun, sesampai di luar, Hee Young langsung menggelosor lemas. Hana berseru panik.

“Hee Young!” Dia menahan tubuh temannya yang hampir mencium aspal.

“Oh,  ya Tuhan, astaga!” Hee Young meraba dadanya yang berdebar keras. “Apa yang sudah kulakukan?”

“Kau hebat sekali tadi.” Hana kebingungan oleh perubahan ekspresi rekannya. Kegaharan Hee Young beberapa menit lalu luntur, berganti raut pucat pasi. Bergegas Hana membawa temannya ke tempat tersembunyi.

“Aku hanya spontan,” aku Hee Young.

Hana mengernyit mendengar penuturan Hee Young, juga karena tubuh mungil itu gemetar hebat. “Hee Young, tenanglah. Semua sudah berakhir.”

“Belum.” Hee Young menggeleng kuat-kuat. “Ini baru permulaan. Haish, aku tak tahu dapat kekuatan dari mana hingga bertindak senekat itu?”

“Maksudmu, kau benar-benar melakukannya secara spontan?” Hana membeo kaget.

“Tentu saja, Hana! Aku terpancing sikapnya. Dia berani sekali akan mengeluarkan siaran pers tentang gimmick dengan Shou.”

“Apa isi pengumuman pers Sora?” Hana mendesak penasaran.

Hee Young mengusap keringat dingin yang membanjiri dahi. Detak jantungnya masih belum melambat. Kakinya pun seolah menolak berkompromi untuk menopang tubuh. Perempuan itu berjongkok.

“Apakah nyonya baru Kim Shou adalah orang ketiga dalam hubungan aktor tampan itu dengan Jung Sora?”

“Apa?” Hana menggaruk kepala yang tak gatal.

Hee Young setengah frustasi. “Itu judul memo yang dikirim ke kantor media massa,” ujar perempuan itu lemah. Suaranya hampir menangis. “Sora akan mengumumkan hubungannya dengan Shou. Dia juga menyatakan pernikahan kami hanya sandiwara untuk menutupi hubungannya dengan Shou. Karena, yah, Sora merasa takut dengan tekanan publik jika cinta mereka terekspos.”

Hana terbelalak. Refleks dia menyingsingkan lengan jaket dan hendak menghambur lagi ke kafe. Namun, permohonan lirih Hee Young berhasil menghentikan tindakannya.

“Apa dia gila? Berani sekali merilis kebohongan seperti itu?”

“Mereka satu agensi, Hana. Itu artinya agensi pun menyetujui kebohongan Sora,” keluh Hee Young.

“Kau akan menyerah begitu saja?” Hana tak percaya. Tatapannya kental menghakimi.

Hee Young bangkit perlahan. Tangannya menepuk bagian belakang baju, lalu menggosok telapak tangan dan menyimpannya di saku.

“Tidak, aku tak akan menyerah.” Wajah Hee Young murung. “Aku sudah bertekad untuk berubah, Hana. Aku tak akan bersembunyi lagi. Tapi ....”

“Tapi apa?”

“Sebelum melakukannya, aku harus mengakui sesuatu dulu pada Shou.”

Mata Hee Young lesu. Bahasa tubuhnya kembali defensif. Dia bukan penakut sepenuhnya. Saat diganggu, dia bisa melawan. Seperti kasus dengan Sora yang baru saja terjadi.

Persoalannya, Hee Young memang tak ingin melawan. Dia mulai nyaman dengan ketertutupannya. Hingga Shou datang dan memorakporandakan kehidupannya yang datar dan membosankan.

Pria itu mulai memahat tebing di hatinya. Seharusnya itu jadi tebing yang putih dan tak memiliki daya tarik. Namun, Shou mulai membentuknya jadi indah. Lalu menghiasnya dengan celupan warna merah jambu yang kian memekat. Hee Young harus siap untuk mengekspos diri. Meski resiko yang harus ditanggungnya sangat besar.

“Kita pulang?” Hana cukup bijaksana untuk tak mengorek informasi dari temannya.

“Ayo.” Hee Young mulai berjalan.
Berdua mereka menyusuri trotoar yang dipadati orang. Perjalanan mereka singkat menuju halte bus terdekat. Hee Young menolak tumpangan kendaraan dari Hana. Dia butuh waktu menenangkan diri. Bersama Hana, perjalanan pulang jadi lebih cepat karena obsesi perempuan itu pada kecepatan.

Halte bus sepi pengantre. Hana menemani Hee Young hingga bus yang ditujunya datang. Tak ada obrolan tercipta. Keduanya tenggelam dalam lamunan masing-masing.

“Kau mau mengakui apa pada Shou?” Hana memecah keheningan. Belum ada tanda bus yang akan ditumpangi Hee Young akan tiba, sementara perempuan itu menolak pulang bersamanya.

Hee Young memainkan ujung sepatunya. Pandangannya kosong. “Sesuatu yang seharusnya kuakui sejak awal pernikahan kami. Maafkan aku, Hana. Aku tak bisa menceritakan detailnya padamu.”

Hana tersenyum tipis. “Tak apa-apa. Kau yakin tak ikut pulang bersamaku? Kau bisa lebih cepat tiba di rumah.”

Hee Young menggeleng. “Aku perlu menenangkan diri. Kejadian di kafe tadi masih membuatku syok.”

“Kau mengira Shou tahu ide gila Sora itu?"

Hee Young menatap gumpalan awan di langit. Waktu bergulir dengan cepat. Perempuan itu yakin pekerjaan suaminya sudah usai dan bersiap pulang. Hari ini Shou dan Sora tak mendapat jadwal bersama. Karena itu, si wanita ular bebas menemuinya.

“Entahlah, Hana. Mereka berdua satu agensi. Jika press release itu dikeluarkan oleh agensi, semestinya Shou sudah tahu. Tapi kenapa dia tak bercerita padaku?”

Hee Young meraup muka. Dia teringat penolakan Shou pada tawarannya semalam. Pantas saja pria itu terlihat enggan menerima cintanya. Shou memang tak pernah memiliki perhatian lebih untuk Hee Young.

Perempuan itu ingin menangis. Sepercik pahit dan getir tercetak di senyum tipisnya. Dari awal Shou memang hanya ingin menjaganya semata, tak lebih dan tak kurang. Dirinya saja yang terlalu egois dengan menuntut banyak hal ke pria itu.

Mendadak terasa getaran di kantong bajunya. Hee Young mengerjapkan mata, bersyukur untuk gangguan yang menghalangi air matanya tumpah.

Yeoboseyo?” sapanya tanpa melihat identitas si penelepon. Wajah muramnya berganti cerah seketika. “Yong Jin? Ada apa meneleponku?”

Hee Young melirik Hana. Perempuan muda itu menatapnya penuh rasa penasaran. Kepala Hee Young manggut-manggut. Beberapa saat kemudian dia membalas permintaan sahabatnya.

“Baiklah, besok malam kutemui di tempat biasa.”

~~oOo~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top