Cerita 20
“Bagaimana hasil penyelidikanmu?”
Taehyung duduk di kursi samping Shou. Dia baru datang dari kantor pengacara mengurus beberapa kontrak baru.
Melihat raut sepupunya yang muram, Taehyung menebak telah terjadi sesuatu.
"Aku menemukan banyak hal. Dan aku mengacaukannya."
Tebakannya benar. Alis Taehyung terangkat tinggi mendengar kegundahan suara Shou. "Mengacaukan bagaimana?"
Shou menjeda jawaban. Pandangannya hampa. Perlu hampir tiga menit penuh sebelum dia berkata pada manajernya.
"Aku ingin Hee Young menceritakannya sendiri, tapi keputusanku salah. Aku gegabah dengan memaksanya. Sekarang perempuan itu menjauh lagi."
“Menjauh?” Taehyung mulai gemas. “Bisakah kau lebih detail menjelaskannya? Aku bukan pembaca pikiran, Shou.”
Shou melambaikan tangan. “Sudahlah, tak penting!”
Taehyung terdiam. Ikatan persaudaraan tak membuatnya lantas bebas turut campur dalam kehidupan pribadi Shou. Pria itu melihat ke depan. Berjarak beberapa meter, tepat di samping danau yang jadi lokasi syuting, dia melihat Hee Young duduk seorang diri.
Ada yang berubah dari perempuan itu. Taehyung mengangkat ujung bibir saat tak melihat penutup wajah ikonik Hee Young. Ini menarik, batinnya serius.
“Hee Young tak menutup wajahnya.” Pria itu tak bisa menahan komentar.
“Aku tahu.”
“Dia cantik juga ternyata.”
Shou mendelik kesal pada manajernya. “Hyung, dia istriku.”
“Aku tahu.” Taehyung membalas dengan komentar serupa. “Tak ada larangan memuji istri orang.”
“Cari istri sendiri sana.” Shou bangkit.
“Mau ke mana? Syutingmu sebentar lagi mulai.”
Shou tak menjawab. Dia terus melangkah menjauhi gazebo. Rautnya muram. Pagi itu menjadi penyiksaan baru untuknya.
Hee Young menolak tidur sekamar. Perempuan itu merajuk dengan cara yang membuat Shou pusing. Pagi-pagi buta istrinya juga sudah keluar apartemen. Kepergian Hee Young sempat membuatnya kelimpungan.
Kejutan besar juga diterimanya di lokasi syuting. Hee Young ternyata sudah berada di sana. Penampilannya berubah meski tidak drastis. Namun, transformasi si mungil itu terdeteksi oleh beberapa orang di lokasi.
“Sampai kapan kau marah padaku, Hee Young?” gerutu Shou.
Ditendangnya kerikil. Komponen bebatuan itu berserakan jauh. Helaan napas Shou terdengar berat.
Selama ini banyak wanita menggodanya dengan ahli. Shou tak pernah memperhatikan satu pun dari mereka. Hatinya hanya milik Cheong-he.
Shou tertegun. Kakinya berhenti melangkah. Satu pemikiran berkelebat di benaknya. Hatinya seharusnya milik Cheong-he. Namun, kenapa sekarang dia tak memikirkan dewi itu lagi?
Sejak kapan dia berhenti memikirkan Cheong-he?
Shou menoleh ke arah danau buatan. Hee Young tak lagi menyendiri. Ada seorang perempuan duduk bersamanya. Dari tempatnya berdiri, pria itu bisa melihat istrinya tertawa. Kening Shou berkerut, mendadak tak suka melihat Hee Young tergelak pada orang lain.
Dia tahu istrinya tak akan melunak padanya kecuali dia mulai dengan meminta maaf secara tulus. Masalahnya Shou tak bisa melakukan itu. Karena pengetahuan baru tentang masa lalu Hee Young menahannya untuk melakukan etika sopan-santun itu.
Ketertutupan Hee Young lebih dari sekedar pengalaman traumatis. Ada ancaman terselubung yang yang menyertai. Tangan Shou mengepal kencang. Seharusnya dia yang marah, tapi pria itu berusaha menghormati setiap keputusan Hee Young.
Meski itu artinya dia melepaskan kesempatan berdekatan dengan sang istri. Shou menarik napas dalam, mengisi paru-parunya dengan udara segar. Batinnya terus merutuki tindakan gegabahnya.
“Seonbae-nim?”
Shou menoleh. Kerutan di keningnya tercetak sangat dalam melihat sosok yang berjalan mendekat. Lelaki yang biasanya berpenampilan urakan itu, kini berubah necis dan perlente dengan setelan jas formal.
“Sedang apa kau di sini?” Shou bertanya tak suka.
Yong Jin memamerkan lesung pipinya. “Hanya berjalan-jalan dan kebetulan melihat Seonbae-nim di sini.”
Shou berbalik. Dia sedang dalam suasana hati buruk untuk meladeni seorang pendatang baru. Namun, Yong Jin sepertinya tak berniat membiarkan aktor senior itu pergi begitu saja.
“Seonbae-nim, aku minta maaf jika telah membuatmu tak nyaman.” Yong Jin melangkah cepat menuju Shou. Tak peduli pria yang didekatinya tengah memasang muka masam.
“Aku sudah bersahabat dengan Hee Young sejak kecil. Keakraban kami alami, mungkin itu membuatmu terganggu.”
Sangat menggangguku. Shou berdecak sinis. Telinganya makin merah mendengar kelanjutan ucapan Yong Jin.
“Persahabatan kami sangat erat. Meski sudah berkeluarga, hubungan kami tetap dekat. Aku bahkan punya tato nama Hee Young.”
Shou menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya sangat perlahan. Tak ada gunanya membalas provokasi manusia seperti Yong Jin. Sekali lihat saja dia sudah tahu lelaki muda itu menyimpan banyak sisi brengsek.
“Jika hanya itu yang ingin kau katakan, lebih baik kau pergi ke temanmu yang lain. Aku tak ada waktu.”
“Tunggu dulu!” Yong Jin menahan kepergian Shou. Suaranya serius dengan ekspresi muka yang sama. “Aku hanya ingin memberitahumu satu hal.”
Shou menunggu dalam diam. Yong Jin menjilat bibir.
“Hee Young mungkin sekarang istrimu, tapi sampai kapan pun dia adalah sahabatku. Tak ada yang bisa menghalangi kami untuk saling bertemu.”
Alis Shou terangkat sebelah. Tatapan tajamnya meluncur dengan aura membunuh yang pekat. Suaranya bernada kejam dan dingin.
“Lakukan sesukamu, Park Yong Jin. Tapi kau juga perlu tahu satu hal.”
Shou berjalan mendekat. Kini dia nyaris tak berjarak dengan lelaki yang mengaku sebagai orang terdekat istrinya. Shou mencondongkan badan dan berkata di depan wajah bengal Yong Jin.
“Aku tak suka berbagi,” bisik Shou penuh ancaman. “Kurasa kau harus ingat itu sebelum membawa istriku keluar rumah.”
Yong Jin memamerkan seringai mengejek. Hanya sekejap karena detik berikutnya dia mengganti seringai itu dengan senyum penuh kepalsuan.
“Akan kuingat itu, Kim Shou. Kupikir kita bisa berteman mulai sekarang.”
“Aku tak berteman dengan lelaki perusak rumah tangga orang,” balas Shou sinis.
Yong Jin terkekeh. Disodorkannya sekaleng minuman bersoda. Dia sendiri menggenggam minuman yang sama. “Tak kusangka penilaianmu sangat negatif padaku, Seonbae-nim.”
“Aku hanya menilai sesuai yang orang itu tunjukkan padaku.” Shou berniat mengabaikan tawaran minum Yong Jin. Saat menyadari lelaki itu tak akan menurunkan uluran tangannya, Shou terpaksa menerima.
“Guru yang bijaksana akan menggali lebih dalam karakter seseorang. Dia tidak akan mudah percaya pada tampilan luar.” Yong Jin berfilosofi.
“Sayangnya, aku bukan seorang guru.” Shou mengangkat kaleng minuman. “Terima kasih untuk traktirannya.”
~~oOo~~
Hee Young kembali memasang penutup wajah, tapi kali ini berwarna atraktif. Pun tujuannya bukan untuk bersembunyi, melainkan bagian dari protokol pekerjaan.
Tangan halusnya sigap membuka segel botol baru BB cream, lalu mengeluarkan beberapa tetes di palet stainless steel. Kemudian mencampurnya dengan alas bedak berwarna setingkat lebih tua. Setelah mendapat hasil yang diinginkan, Hee Young meraih kuas dan membaurkannya cepat di bagian cuping dalam hingga arah tulang pipi.
“Kenapa kau memberiku kompleksi setebal ini?” gerutu Shou. Mata emasnya menghunjam tajam manik kecokelatan Hee Young. Sayang, istrinya itu sedang tak melihat ke arahnya.
“Aku harus membuat wajahmu merona. Cuaca sedingin ini beresiko menjadikanmu sepucat mayat di kamera.” Hee Young meraih kuas besar dan menyapukan sedikit bedak tabur.
“Kau hanya perlu menciumku dan aku bisa merona,” seloroh Shou.
Gerakan tangan Hee Young terhenti. Kali ini Shou mendapat perhatian penuh dari sang istri. Mata perempuan itu mengerjap sebelum dia mencondongkan tubuh, lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Shou.
“Sudah,” balasnya pendek dan kembali berkutat dengan kosmetik.
Shou mematung. Sama sekali tak menyangka istrinya akan berinisiatif lebih dulu. Dia menatap pantulan diri perempuan mungil itu di cermin. Topi kebanggaan Hee Young tak ada lagi. Berganti rambut berombak sehitam langit malam yang sangat menggoda Shou.
Apa tindakan Hee Young berarti perempuan itu sudah memaafkannya?
Pria itu menelan ludah. Kehangatan bibir Hee Young membuat hatinya mendamba. Ekor matanya memindai cepat suasana sekitar. Dia punya ruang ganti khusus yang hanya terisi krunya saja. Tak masalah sedikit melakukan manuver.
“Itu bukan ciuman,” kritik Shou.
Hee Young yang tengah menggarap alis Shou tak menghentikan aktivitasnya. “Memang bukan, karena aku masih marah padamu.”
Dia belum memaafkan. Shou meringis.
“Jika tidak marah, apa kau akan menciumku lebih dari itu?” tantang Shou.
Hee Young mengambil palet pemulas mata. Dia berkonsentrasi memilih warna yang diinginkan sebelum menjawab tantangan Shou.
“Mungkin saja jika kepala dan hatiku sudah cukup dingin.”
Shou membisu. Istrinya masih merajuk. Helaan napasnya panjang. Masih bertanya-tanya sejak kapan Hee Young mendominasi pikirannya, pria itu mengamati setiap pergerakan istrinya. Dalam hati dia merenung, apakah Hee Young hadir sebagai wujud keseimbangan alam?
Shou teringat lagi masa-masa kelam sebagai jenderal yang membawahi pasukan elit Imoogi. Jika pemikirannya benar, Hee Young hadir sebagai kompensasi atas Shou dan kelicikannya selama memimpin pasukan terelit Kayangan itu. Mungkin saja keberadaan Hee Young adalah untuk menghukumnya.
Karenanya, permintaan maaf yang dilakukannya tidak akan tulus, tapi akan tetap dilakukan. Shou mengangguk samar. Tangannya terulur meraih tengkuk Hee Young. Sempat dilihatnya sorot keheranan di mata perempuan itu sebelum Shou menariknya mendekat.
Tak memedulikan keadaan sekitar, pria itu meletakkan bibirnya di bibir Hee Young. Kesiap lirih lolos dari kerongkongan perempuannya, tapi Shou gembira karena perempuan itu tak menolak. Bahkan Hee Young membalas sepenuh hati setiap sapuan lidah Shou yang berirama.
“Maafkan aku.” Shou melepaskan diri dengan berat hati.
“Apa itu tulus?” tanya Hee Young. Matanya masih berkabut oleh kehangatan ciuman Shou.
“Sejujurnya tidak, tapi aku mencoba melakukan hal terbaik untuk saat ini.”
Hee Young menatap kosong. Dia tak mengeluarkan sepatah kata pun dan kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Ekspresi wajahnya murung. Pikirannya teralihkan sesuatu hingga tak menyadari bisik-bisik di sekitar membahas kemesraan singkat di ruang ganti itu.
Hingga dia menuntaskan pekerjaan, bibirnya masih membisu. Shou menyentuh dagu perempuannya.
“Apa yang kau pikirkan? Apa kau marah lagi padaku?”
Hee Young memandang netra keemasan itu. Sorotnya lembut menenangkan. Jiwa perempuan itu tergoda untuk menenggelamkan diri di sana.
“Tidak, tak ada apa-apa. Cepat pergi, sutradara sudah menunggu.”
Shou mengecup dahi Hee Young. Ada keengganan meninggalkan si mungil itu. Namun, tanggung jawab duniawi telah memanggilnya. Saat dia berbalik, suara lembut Hee Young memanggil.
“Shou?”
“Ada apa?”
“Aku boleh pulang lebih awal? Ada yang ingin kukerjakan dulu.”
“Biar Hyung menemani.”
Hee Young menggeleng. “Aku bisa pulang sendiri.”
“Nanti malam pulang ke rumahku?” tanya Shou penuh harap. Dia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran perempuan itu dan mulai enggan berjauhan.
Perempuan itu tanpa banyak berpikir mengangguk. Shou tersenyum. Diacaknya rambut tebal Hee Young.
“Pergilah. Hati-hati di jalan.”
Hee Young mengangguk. Dia menunggu hingga Shou keluar dari ruang ganti. Setelah bayangan pria itu hilang dari pandangan, tangannya dengan cepat merogoh gawai di kantong. Jemarinya mengetik cepat di layar sentuh.
Aku akan datang. Kau bisa kirimkan alamatnya.
~~oOo~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top