Cerita 19
Shou menyibak rambut bergelombang Hee Young. "Jujur padaku, iapa yang memaksamu menutup diri, Hee Young?"
Gairah Hee Young padam seketika. Ibarat api yang disiram air. Tubuhnya membeku bersandar pada dada bidang yang berpendar hangat.
"Aku ... aku tak tahu maksud ucapanmu."
"Kau tahu persis, Hee Young." Shou mengelus punggung perempuan itu lembut. "Aku akan mengijinkanmu membuatku jatuh cinta hanya jika kau jujur padaku."
"Persyaratan macam apa itu?" Hee Young lekas berdiri tegak. Netra kecokelatannya berkilat. "Cinta itu tak bersyarat, Shou."
"Kejujuran adalah fondasi penting sebuah hubungan," balas Shou kalem.
"Tapi penerimaan lebih penting!" Tak sadar Hee Young setengah membentak.
Shou menghela napas. Tangannya berganti mengusap puncak kepala Hee Young, tapi ditepis perempuan itu dengan kasar.
"Aku menerima pernikahan ini untuk melindungi masa laluku, Shou. Terlalu sakit jika sampai terungkap. Tapi kini, kau malah memaksaku menceritakannya?"
"Hee Young ...."
"Cukup! Aku tarik ucapanku. Aku tak peduli lagi dengan urusan cinta-cintaan konyol itu. Kita berhenti di sini."
Shou menahan istrinya yang hendak berbalik. Rontaan keras perempuan itu mengagetkannya. Hee Young mungilnya yang tertutup kini kembali lagi.
"Kita jalani saja kehidupan masing-masing. Kau hanya penjagaku saja, Shou. Jangan sampai rahasiaku bocor ke mana-mana."
Kalimat yang diucapkan dengan nada sedingin es itu bak pisau tajam menyayat hati Shou. Segumpal ketakutan menohok dadanya.
"Hee Young, jangan pergi!"
"Aku tak akan pergi," perempuan itu berkata tanpa melihat ke arah suaminya. "Aku hanya butuh batasan."
"Tidak, jangan lagi!"
Hee Young tak menggubris permintaan Shou. Langkahnya lebar melintasi ruangan. Di ambang pintu dapur, Hee Young menghentikan langkah.
"Kupikir kau sudah tahu semuanya karena itu menawarkan pernikahan platonis tempo hari. Tak kusangka kau sama saja dengan semua orang. Terlalu ingin tahu masa laluku. Setelahnya apa, Shou?"
~~oOo~~
Yong Jin menuruni lorong gelap yang langsung menuju ke balai riung bersegienam. Dentum musik elektronik membahana kencang. Sorotan lampu memuntahkan cahaya biru, ungu, putih, merah. Bergerak cepat seiring hentakan lagu yang diramu disjoki. Mata gelapnya menyipit ke arah podium megah, tempat seorang pria berkebangsaan asing dengan rambut pirang memainkan alat-alatnya.
Dini hari Octagon sangat riuh. Yong Jin sedikit pening, bukan karena tak suka datang ke klub malam. Berpesta bisa dibilang nama tengahnya sejak usianya lolos menenggak minuman keras. Hanya saja, sebelum datang ke sini, dia sudah menghabiskan beberapa botol soju.
Semua demi menguatkan mental bertemu Jung Sora. Lelaki itu terus berjalan. Menerobos kepadatan pengunjung. Matanya sempat melirik beberapa wanita berpakaian minim. Sayang, aroma alkohol yang menguar dari tubuh mereka seketika memadamkan minat Yong Jin berkenalan.
"Kau terlambat."
Lelaki itu menoleh. Seorang wanita luar biasa cantik berdiri di belakangnya. Rambutnya sekelam langit malam, membingkai sebentuk wajah oval tanpa senyum. Bibir sensualnya terpoles lipstik merah terang, kontras dengan kulitnya yang putih pucat.
Tanpa sadar Yong Jin jelalatan. Decakannya kecewa menyadari tubuh di hadapannya sekurus tiang listrik. Tak berbentuk. Bahkan dia curiga, dada kecil itu hanya sumpalan bra berbusa saja.
"Sudah selesai menelanjangiku dengan matamu, Yong Jin?"
Suara sedingin es membuyarkan imajinasi erotis Yong Jin. Lelaki itu berdeham. Malam itu dia tak boleh bertindak kurang ajar. Wanita maha cantik ini adalah sponsornya, bukan calon mangsa.
"Maafkan aku." Yong Jin membungkuk.
Sora menatap dengan pandangan merendahkan. Dia tak berkata lagi, hanya menekuk telunjuk, isyarat agar mengikutinya. Lelaki itu patuh dan mengekor di belakang Sora.
"Orang ini sangat penting. Jangan sampai mengecewakannya," ujar Sora setengah berteriak.
Dentuman kencang musik nyaris menenggelamkan suaranya. Yong Jin manggut-manggut. Dia mengikuti langkah panjang yang membawanya naik ke lantai dua.
Ternyata Sora tak menghentikan langkah di sana. Dia seolah paham betul seluk-beluk klub. Tanpa kesulitan, tubuh langsingnya meliuk di antara meja-meja bundar, menuju lurus ke sebuah pintu hitam di sudut tersembunyi. Dia menekan angka sandi dan pintu itu terbuka dengan mudah.
"Kita di mana?" Yong Jin terperangah.
Begitu pintu terbuka, lorong remang-remang langsung menyambut. Dinding berperedam sempurna menyerap bunyi-bunyian dari luar. Tak hening total, tapi cukup mengejutkan ada ruangan relatif hening di klub malam seperti itu.
"Ruangan khusus VVIP," jelas Sora singkat.
Dia membawa Yong Jin ke pintu terujung. Tanpa mengetuk, wanita itu membukanya begitu saja.
Rahang Yong Jin nyaris copot. Matanya terbelalak lebar melihat orang-orang yang berada dalam ruangan itu.
Ini bukan ikan kakap lagi, tapi sudah hiu! Yong Jin buru-buru menutup mulut saat Sora menyodok rusuknya keras.
"Nah, Tuan-tuan. Ini Park Yong Jin, orang baru yang ingin kuperkenalkan pada kalian semua."
Sora menggamit lengan Yong Jin. Mata tajamnya memberi perintah memperkenalkan diri. Pria itu sedikit gelagapan sebelum berhasil mengendalikan diri.
"Perkenalkan, saya Park Yong Jin. Satu kebanggaan bisa bertemu dengan Anda semua." Yong Jin membungkukkan badan dalam-dalam.
Tawa menggelegar terdengar dari mulut tujuh pria di hadapannya. Yong Jin tersenyum senang. Namun, senyumnya dengan cepat memudar setelah telinganya menangkap cemoohan pedas.
"Satu lagi penjilat kau bawa, Sora?"
Kepalan Yong Jin tertahan di samping paha. Perlahan dia berdiri. Saat menoleh, lelaki itu tertegun dengan ekspresi kolega wanitanya.
Sora tersenyum lebar. Tak ada simpati di wajahnya mendengar satu hinaan menusuk itu. Namun, kalimat yang meluncur dari bibir merah itu semakin mengagetkan Yong Jin.
"Dia aset berharga, Tuan-tuan. Jangan bertindak gegabah. Karena lelaki ini punya barang yang kalian sukai."
Sora menghadap ke arah Yong Jin. Senyum culasnya masih terkembang.
"Turuti permintaan mereka, Yong Jin. Aku jamin, bukan hanya dramamu sekarang yang kau genggam. Tapi juga posisi pemeran utama di drama-drama lain pasti kau dapatkan."
Rahang Yong Jin mengeras. Permintaan yang dimaksud Sora pasti bukan hal remeh. Dia sudah kenyang dengan intrik kotor dunia hiburan. Pertukaran untuk keinginannya pasti membutuhkan nilai besar. Sepadan dengan posisi pemeran utama yang akan didapatkannya.
Lelaki itu mengepalkan tangan. Sorot matanya tajam, penuh tekad. Dia sudah menunggu kesempatan itu datang. Perubahan gesturnya tertangkap seorang pria di sofa paling ujung. Yong Jin mengenalinya sebagai produser film kelas A yang baru melempar karya baru ke layar lebar.
"Kudengar dari Sora, kau punya teman wanita yang sangat cantik," pria itu berujar santai.
Yong Jin mencelus. Pernyataan itu mengejutkannya. Dia berusaha menahan diri agar tak memelototi wanita di sebelahnya.
Sepertinya sang produser tak berniat menunggu jawaban Yong Jin. Dia melempar perintah tak terbantahkan, yang seketika menghancurkan dunia kecil lelaki muda itu.
"Bawa dia ke sini. Jika pelayanannya bagus, film terbaruku jadi milikmu."
~~oOo~~
Yong Jin kira memiliki seorang ibu dengan segudang hutang sudah menyiksa batinnya. Namun, kejadian yang beberapa waktu lalu dialaminya terbukti lebih menyakitkan dibanding kecerobohan sang ibu.
Hantaman perasaan bersalah membuat lelaki itu mual. Setelah bergabung di ruangan itu hampir satu jam, Yong Jin permisi ke toilet dengan bungkukan sopan. Diabaikannya pandangan tajam Sora. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri.
Yong Jin menolak pergi ke toilet VVIP. Dia pilih keluar dari lorong tertutup itu. Hantaman musik disko langsung menyambutnya begitu pintu menuju area publik terbuka.
Sedikit sempoyongan pengaruh minuman beralkohol yang ditenggaknya, Yong Jin mencari letak kamar kecil. Saat menemukannya, dia langsung memuntahkan seluruh isi perut ke kloset.
Keringat dingin membanjir deras, bersamaan dengan jantung yang berdebar kencang. Tangannya menutup muka, merasa malu luar biasa. Dadanya disesaki rasa bersalah.
"Kau tak apa-apa?"
Kepalanya mendongak. Sosok asing berdiri di ambang pintu kloset yang lupa ditutup. Tatapannya prihatin alih-alih cemas.
Lelaki itu kesusahan berdiri, tapi menolak uluran tangan orang asing itu. Lagi-lagi langkahnya sempoyongan menuju wastafel. Saat membilas tangan, dia mengamati keadaan toilet yang sangat sepi.
Tak ada orang lain lagi selain mereka berdua. Yong Jin mencabut selembar tisu dan mengelap tangan. Namun, bukannya melangkah keluar, dia justru bersandar di dinding.
"Punya rokok?" tanyanya pada si orang asing.
Lelaki muda bertampang mirip personel grup band terkenal itu mengulurkan kotak putih polos. Yong Jin mengernyit.
"Apa ini?"
"Pot," jawabnya pendek. Saat melihat wajah kebingungan Yong Jin, lelaki itu menjelaskan. "Aku hanya punya rokok ganja, Kawan."
"Brengsek." Yong Jin memaki. "Kau bisa lolos di depan?"
"Tentu saja," ujarnya tanpa merinci penjelasan.
Yong Jin menghela napas. Gesit dia mencomot selinting rokok. Hembusan asap tebal berputar di udara. Aromanya sedikit menyesakkan kamar mandi umum.
"Kulihat kau sedang bermasalah." Lelaki asing itu berjongkok sambil merokok miliknya sendiri.
Yong Jin ikut duduk. Mereka menggelosor di lantai. Untuk sejenak tak ada percakapan. Keduanya sibuk mengalirkan racun ke paru-paru.
"Sebegitu kelihatan, ya?" tanya Yong Jin setelah beberapa waktu.
"Cukup jelas." Lelaki itu mengangguk singkat.
Yong Jin tak membalas. Dia mengamati lintingan yang dihisapnya. Ini ganja super, batinnya kagum. Ekor matanya melirik sosok asing yang ikut menggelosor di sampingnya. Dia berani bertaruh orang itu pasti punya dompet tebal. Ganja sebagus ini tak mungkin berharga murah.
Dan dialek orang itu terdengar asing. Sepertinya teman barunya banyak menghabiskan waktu di luar negeri. Yong Jin tak sadar manggut-manggut. Akhirnya mengerti istilah aneh yang diucapkan orang itu saat menawarinya rokok.
Barang yang dihisapnya mulai mengeluarkan pengaruh. Perasaan Yong Jin menjadi tenang. Keruwetannya beberapa waktu lalu sirna. Lelaki itu mulai tersenyum.
"Merasa baikan?"
Yong Jin mengangguk. "Terima kasih."
"Tak masalah. Aku punya banyak persediaan. Kau bisa ambil satu lagi jika mau."
"Seandainya masalahku bisa diselesaikan dengan benda ini ...." Yong Jin termenung. Pandangannya mulai mengabur. Dia hampir teler karena alkohol, dan sekarang narkotika mulai menyerang.
"Apa masalahmu, Kawan?"
Suara lelaki itu seolah datang dari jauh. Yong Jin mengerjap-ngerjapkan mata. Mencoba memperjelas citra di hadapannya yang mulai mengabur. Dia tak ingin menjawab pertanyaan itu, tapi lidahnya seolah bergerak sendiri.
"Aku menjual sahabatku sendiri." Suaranya pilu. "Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya ingin ditemani karaoke. Itu saja. Tak akan timbul masalah."
"Tamu VVIP di sini banyak yang brengsek. Tak ada jaminan karaoke hanya sekedar karaoke semata."
Saat itu Yong Jin merasa heran, dari mana teman barunya mengetahui para tamu VVIP. Namun, efek daun penenang itu mulai menerbangkan kesadarannya.
"Kenapa kau menjual sahabatmu?"
Kelopak matanya terasa berat. "Aku sudah bosan jadi figuran. Produser dan sutradara di atas sana...." Telunjuk Yong Jin teracung lurus. Tawanya terdengar keras. "... mereka berjanji memberiku peran utama. Syarat barternya sangat mudah. Aku tak perlu keluar uang sepeser pun."
Decak halus tertangkap telinga Yong Jin. Kepalanya menggeleng kuat-kuat. "Jangan menghakimiku! Hee Young hanya perlu menemani mereka sebentar. Setelah itu aku bisa tanda tangan kontrak."
"Jangan sampai kau ditipu." Lelaki muda itu memperingatkan. "Nah, Kawan, nikmati istirahatmu. Aku pergi dulu."
Lelaki itu bangkit. Dia meletakkan sekotak rokok ke genggaman Yong Jin. "Untukmu saja. Kau sepertinya lebih butuh itu daripada aku."
Yong Jin terkekeh. Tak ada terima kasih terucap. Dia melihat dengan sisa-sisa kesadarannya, kepergian lelaki muda itu. Pintu toilet terayun perlahan. Suasana kembali hening. Hanya terdengar sayup-sayup alunan musik disjoki.
Dihisapnya lagi candu mahal di tangan. Persetan dengan orang-orang yang tengah menunggunya di atas. Dia hanya ingin sendiri. Perlahan-lahan kelopak matanya mulai menutup. Senyum tersungging di bibir Yong Jin.
Dan lima menit kemudian tubuh jangkung itu ambruk di bawah wastafel.
~~oOo~~
Pot adalah istilah slang untuk menyebut ganja
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top