⏺️ 41 ⏺️

Jagganim?” seru Haes-sal kaget mendapati sosok penulis naskah dramanya berjalan memasuki ruangan. Malaikat itu terhuyung dan baru menyadari di mana dirinya berada.

Dia tak asing dengan interior ruangan ini. Pemahaman berangsur-angsur datang. Kepalanya menggeleng-geleng pelan. Dia terkesima oleh penyamaran yang sangat sempurna.
Wanita paruh baya itu melepas kacamata. Di belakangnya mengekor sosok mungil yang sangat dirindukan Haes-sal.

“Hee Young?” Haes-sal melepas gaenari dan langsung menghampiri kekasihnya. Direngkuhnya tubuh mungil itu dalam pelukan dan menghujaninya dengan ciuman bertubi-tubi. “Kau tak apa-apa, Chagiya?”

“Tak apa-apa. Kau bagaimana?” Hee Young menangkup kedua pipi Haes-sal.

Namun, kesiap kerasnya segera terdengar di ruang duduk rumah Jagganim. Penuh kecemasan dia membelai sayap Haes-sal yang rusak.

“Sayapmu ...,” ucap perempuan itu panik.

“Aku tak apa-apa.” Haes-sal mendaratkan ciuman lama di bibir Hee Young. “Ini hanya sayap, Hee Young.”

Suara bernada lembut menyela percakapan intim pasangan itu. Saat menoleh, Haes-sal dan Hee Young melihat air muka sedih Jagganim.

“Sayapmu sangat berharga, Jenderal.” Suara bergetar penulis naskah itu terdengar. “Tanpa sayapmu, kau tak akan bisa meneruskan karier di Imoogi.”

“Aku tak peduli selama Hee Young baik-baik saja.” Haes-sal berbalik menghadap sang penulis. “Jadi benar kau adalah Dewi Cheong-he?”

Sinar keperakan menyelubungi tubuh Jagganim. Bentuknya menyerupai kurungan setinggi dua meter, menelan sosok paruh baya berkemeja kelabu dan celana panjang putih. Saat kurungan sinar itu luruh kemudian menghilang, sosok sang penulis kawakan turut lenyap. Berganti dengan penampakan wanita luar biasa cantik bergaun merah muda pucat.

Haes-sal mematung. Dia tak percaya bisa melupakan sepasang mata berkilauan seperti cahaya matahari itu. Hidung mungilnya selaras dengan bibir tipis yang jarang menampilkan senyum. Namun, justru itu salah satu hal yang membuat Haes-sal jatuh hati. Kulit seputih mutiara itu bahkan pernah menggoda sang malaikat untuk menyentuhnya. Rambut lusuh Jagganim kini tergantikan oleh helaian tebal berombak sepunggung.

Haes-sal terkejut. Sosok di hadapannya adalah dewi yang pernah menolak cintanya beratus tahun silam demi dewa yang berdiri tepat di sebelahnya. Gumpalan panas menghentak kerongkongannya. Meski agen Imoogi telah memberi laporan tentang keterlibatan Cheong-he, tapi Haes-sal masih enggan mempercayai sang dewi tega melakukan tindak kejahatan itu.

Haes-sal pening dihantam gelombang kekecewaan. Bahkan penampilan Cheong-he sama persis dengan pertama kali mereka bertemu di taman Maharani.

“Mengapa kau setega ini, Dewi?” Tuduhan Haes-sal keras. Membuat dewi di hadapannya berjengit.

“Aku mencintaimu, Haes-sal.” Suara sang dewi sarat kesedihan. Patah hati tergambar jelas di wajah oval Cheong-he.

Haes-sal memejamkan mata. Adakah kata terlambat dalam hal mencintai? Bayangan istrinya yang cantik dan lembut menari-nari di benak sang malaikat. Dia memilah perasaan dengan sangat cepat.

Hee Young yang menemaninya di saat terpuruk. Wanita itu membangkitkan naluri protektif yang lama hilang dari diri Haes-sal. Penerimaan mutlak sang kekasih padanya perlahan meruntuhkan benteng pertahanan sang malaikat. Puncaknya adalah saat dia memutuskan mengubah Hee Young seimortal dirinya. Masa lalu telah usai. Kekasih mungilnya lebih berharga dibanding sang dewi.

Haes-sal sadar dia telah jatuh cinta pada istri manusianya.

“Aku mencintai Hee Young.” Malaikat itu merangkul bahu istrinya dan menariknya ke pelukan.

Klaim kepemilikan dan suara tegas Haes-sal memantik kepedihan baru di mata Cheong-he.

“Cintai saja suamimu, Dewi. Dia sudah berkorban sangat besar untukmu. Aku tak yakin setelah ini hidupnya akan sama dengan yang dulu. Kaisar Langit pasti akan memberikan hukuman setimpal untuk Yang Mulia Dangun.”

Sebutir air mata bergulir turun di pipi halus Cheong-he. Bibir tipisnya terkatup rapat. Dangun dan seluruh kesabarannya menghadapi perasaan Cheong-he. Dewa itu bahkan rela mengambil selir demi meneruskan keturunan, saat istrinya sendiri menolak dijamah. Praktik poligami yang sebenarnya dibenci Dangun, tapi terpaksa dilakukannya atas permintaan Cheong-he. Apakah sekarang dia memang harus menyerah?

Mata almon Cheong-he mengikuti Haes-sal yang berjalan keluar. Istri manusianya memapah telaten. Dewi itu menjerit keras dalam hati, berusaha mengirim sinyal telepati pada malaikatnya. Namun, Haes-sal memblokir benaknya agar tak disusupi oleh Cheong-he.

“Apa tak ada kesempatan untukku, Jenderal?” Akhirnya pertanyaan itu terlontar dari mulut Cheong-he. Diucapkan dengan nada sangat memelas.

Haes-sal membuka mulut siap menjawab, tapi isyarat tangan istrinya menahan malaikat itu bicara. Hee Young menatapnya khawatir.

“Bisakah kau berdiri sebentar?”

“Tentu. Kenapa?”

“Tunggu di sini. Ada yang harus kulakukan.” Hee Young melepaskan rangkulannya di bahu Haes-sal.

Wanita itu berderap cepat ke arah Cheong-he. Wajahnya penuh tekad. Empat pasang mata semula melihat dengan tatapan penasaran. Namun, beliak lebar muncul saat Hee Young mengulurkan tangan kepada Cheong-he.

“Kita belum saling berkenalan dengan pantas, Dewi Cheong-he,” kata Hee Young manis. “Namaku Kim Hee Young. Di Bumi aku dikenal sebagai istri Kim Shou. Di Langit aku akan segera menjadi istri Jenderal Haes-sal.”

Tatapan terperangah tiga dewa dan dewi itu ditanggapi Hee Young dengan santai. Tak jauh dari sana, Haes-sal memandangi adegan itu dengan senyum dikulum.

“Aku merasa berkewajiban meluruskan perspektif Anda yang keliru tentang manusia Bumi.” Hee Young mengangkat dagu tinggi-tinggi. Tatapannya tertuju pada Dangun.

“Tidak semua manusia adalah makhluk rendahan. Tapi aku tak menyalahkan Anda jika berpikir seperti itu, karena interaksi Anda dengan manusia masih sangat terbatas.” Hee Young menghela napas panjang. Sorot matanya prihatin.

“Ada manusia Bumi yang sangat suka drama. Namun, percayalah manusia yang ada di hadapan Anda ini justru sangat membenci drama.” Kali ini arah tatapan Hee Young tertuju pada Cheong-he.

Dia maju mendekati Cheong-he. Tanpa takut, wanita itu memaku pandangan ke wajah oval sang dewi yang tak tersenyum.

“Karena itu, akan sangat baik untuk kita semua jika Anda menjauhkan diri dari suamiku. Karena aku tak ingin melakukan aksi jambak-menjambak, atau bahkan cakar-mencakar, dengan perempuan yang berniat merebut suamiku. Itu sangat drama sekali. Menjijikkan."

Satu alis Hee Young terangkat tinggi. Dia menggerakkan bahu melepas ketegangan yang sedari tadi menekan. Sudut-sudut bibirnya berkedut kala melontarkan ucapan menghina kepada Cheong-he.

“Ah, aku lupa. Anda kan, bukan manusia. Jadi referensi Anda sangat terbatas. Kali ini kumaklumi jika Anda melakukan tindakan penuh drama untuk mendapatkan suamiku. Ke depan mungkin kita bisa duduk bersama membicarakan hal-hal yang lebih beradab.”

Hee Young mengangkat tangan sebagai ajakan bersalaman. Namun, Cheong-he salah memaknai. Dewi itu bergerak mundur ketakutan seolah akan mendapat tamparan Hee Young.

Wanita itu tersenyum lebar. “Nah, Anda lihat, kan? Karena terlalu banyak drama, niat baik saya untuk memberi salam perpisahan malah berbuah salah paham. Tenang saja, Dewi. Aku tidak akan menampar pipi mulus Anda.”

Hee Young mengerjap-ngerjap sok lugu. “Belum, belum akan kutampar. Namun, akan kulakukan jika Anda terus bergenit-genit pada suamiku.”

Hee Young membungkukkan tubuh dalam-dalam. “Permisi semuanya, izinkan kami pergi. Aku harus merawat suamiku yang terluka.”

Hee Young kembali menghampiri Haes-sal. Berkata cukup keras agar didengar tiga makhluk di belakang mereka, Hee Young bertanya arah pada suaminya.

“Mana portal ke Langit? Aku tak mau membiarkan suami tercintaku mati mengenaskan di rumah orang asing.”


~~oOo~~


Dari balik tembok rumah, sepasang pria dan wanita bersembunyi dalam kegelapan. Mereka menyamarkan aura sedemikian rupa, sehingga tak ada seorang pun bisa merasakan keberadaan keduanya.

“Hukuman apa yang akan kau berikan pada Dangun dan Cheong-he, Yang Mulia?”

“Dia masih kerabat kaisar. Dangun dan Cheong-he hanya akan diasingkan dan tak boleh menginjakkan kaki ke ibu kota.”

“Hanya itu?” Hea mendengus. “Itu sangat tak adil bagi Hee Young dan Haes-sal.”

“Kau akan menarik kata-kata itu jika tahu lokasi pengasingan mereka.” Hwanung berbisik di telinga dewi tercintanya. “Aku bisa memberi jaminan bahwa Dangun pasti lebih memilih dihukum pancung daripada diasingkan ke tempat yang kupilih.”

Hea tak tertarik dengan lokasi yang dibicarakan suaminya. Dia lebih tertarik mengamati Hee Young dan Haes-sal yang melenggang tersendat-sendat karena luka di tubuh si malaikat.

Alih-alih menunjukkan portal Langit, Haes-sal justru minta diantarkan ke rumah mereka di Hannam. Keputusan yang bijaksana menilik isi pikiran malaikat itu. Hea menyimpul senyum jahil.

“Yang Mulia?” Hea menyodok pelan lengan Hwanung.

“Hem?” Dewa itu menarik tubuh ramping istrinya ke pelukan dan membenamkan ciuman di antara rambut lebatnya.

“Apa tak ada yang bisa Anda lakukan dengan sayap Haes-sal?”

Hwanung melonggarkan pelukan. Satu alisnya terangkat tinggi.

“Sayap malaikat yang rusak sangat sulit dipulihkan, Istriku. Apa lagi Haes-sal terbakar api putih Dangun. Itu api terpanas di jagat raya. Suhunya mencapai sepersepuluh suhu matahari.” Hwanung menjelaskan.

“Mereka beruntung Dangun hanya membatasi apinya di puncak gedung saja, tak merembet hingga mengenai manusia-manusia di bawah. Meski api di bawahnya adalah hasil ciptaannya juga.”

“Berarti Haes-sal akan berakhir cacat seperti Yoseong?”

“Sayapnya tidak patah. Dia masih bisa terbang, tapi kecepatannya akan menurun drastis. Sedikit banyak itu akan memengaruhi kemampuan bertarungnya.” Hwanung berkata ringkas.

Hea mendesah. Matanya sudah tak melihat penampakan Haes-sal dan Hee Young. Namun, dia masih merasakan keberadaan Dangun dan dua istrinya.

“Semoga dia tetap bersedia tinggal di Langit. Tolong, tolak permohonannya jika dia ingin menjadi manusia, Yang Mulia. Kita tak boleh kehilangan putra terbaik Prunos yang lain,” pinta Hea sepenuh hati.

Hwanung tertawa. Ingatannya melayang ke peristiwa beberapa tahun silam. Yoseong yang tak ingin berpisah dengan istrinya, meminta hak istimewanya sebagai malaikat dicabut. Dia ingin sepenuhnya menjadi manusia.

Tentu saja permintaan itu ditolak Hwanung mentah-mentah. Sayap patah, alasan yang dikemukakan oleh Yoseong, tak serta-merta menerbitkan iba di hati Hwanung. Dia hanya mengizinkan malaikat itu tinggal di Bumi. Namun, Yoseong tak akan pernah bermetamorfosa menjadi Seok Jung.

“Haes-sal lebih mencintai kariernya daripada dunia manusia. Tenang saja, Dewiku.”

“Apa itu artinya ... Hee Young juga akan tinggal di Dunia Atas?”

Hwanung melirik istrinya. “Jangan minta aku meramal masa depan.”

“Hanya sedikit saja, Yang Mulia? Aku tak ingin keduanya berpisah lagi.”

Hwanung tersenyum tipis. “Mari kita berdoa Haes-sal bisa membujuk istrinya. Malaikat itu perlu merayu lebih keras lagi agar istrinya bersedia tinggal di Langit.”

“Astaga!” Dewi Hea terkekeh. “Lebih baik kita pergi sekarang, Yang Mulia. Haes-sal sepertinya sudah mulai melancarkan rayuannya pada Hee Young.”

“Tak ingin mengintip?”

“Kenapa harus mengintip jika kita bisa melakukan hal yang sama?”


~~oOo~~

Happy ending or sad ending?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top