Chapter 01: Harapan

20 Desember tahun MCCLXCI

Laut sangat menyilaukan mataku, karna air laut memantulkan cahaya matahari.

Langit langit terlihat putih bersih dan, tak lupa langit biru tua menyertai keindahan.

Haluan kapal ku memecah gelombang laut menuju arah utara.

Suasana kapal yang riang gembira menyertai perjalanan kami, bagiku kapal ini merupakan rumah ku.

Dibalik kemudi, diriku menjalankan kapal ini menuju arah utara.

Kenapa ke arah utara? Menurut mitos, tepat di ujung arah utara terdapat harta karun.

Ya, terdengar bodoh sih tapi itu memang ada benarnya. Aku ini seorang bajak laut.

Mungkin suatu keanehan mendengar gadis berumur 15 tahun mengendalikan kapal yang besarnya berkali kali lipat dari tubuhnya tapi, ini nyata.

Sejak aku berumur 6 tahun diriku sudah menjadi kru bajak laut ini.

Mungkin kalian bertanya kenapa diriku ingin menjadi bajak laut?

Diriku sebenarnya benci juga manjadi perampas barang orang, menjarah kapal dagang, serta berurusan dengan tentara angkatan laut.

Tapi, ini ku lakukan demi keluarga ku. Keluarga ku merupakan keluarga miskin.

Ayahku sudah lama meninggal sedangkan ibuku hanyalah menjadi buruh tani, ya kalian pikir saja sendiri berapa penghasilan yang didapatkan ibuku.

Memangnya apa sih harta karun yang mungkin kudapatkan?

"Abyss Of Ash" itulah julukan harta karun tersebut. Konon, harta karun tersebut berisikan 2 buah benda yang dapat mengabulkan impian mu jika meniupkannya.

"Hey,Mirasa."
Seorang menghancurkan lamunan ku seketika.

Aku menoleh ke bawah dari ruang kemudi. Dengan wajah penuh heran aku bertanya kepada orang yang memanggilku tersebut.

"Ya kapten, ada apa?",tanya ku.

"Kemarilah sebentar."

Pria tersebut tersenyum kearah ku dengan mengayun ayunkan tangannya, mengisyaratkan aku untuk kebawah.

Aku menggaruk garuk kepala ku karna binggung. Aku pun menuruni anak tangga dan menghampiri Sang Kapten.

Aku tak lupa memberikan rasa hormat ku ketika menghadap dirinya.

"Siap kapten, aku akan melakukan apa pun.",ucapku.

Pria tersebut tersenyum kepada ku.

"Hahahaha, kamu ini Mirasa tidak usah sampai begitu, panggil saja aku Zenzou dahulu kamu sering memanggil ku dengan nama itu."

Pria itu mengusap usap kepala ku dengan tangan besarnya itu.

Aku tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, aku gemetar menahan malu kepada seluruh awak kapal.

Seluruh awak kapal tersenyum dan tertawa ketika melihat "Bo'sun"[1] mereka bersikap konyol.

Wajah ku seperti nya memerah itulah sebab mereka tertawa, aku hanya menahan kesal dengan mengepalkan tangan ku rasanya emosi ku seakan tertahan di leher.

"Kamu sudah bekerja keras Mirasa, istirahatlah sejenak kamu pasti lelah setelah beberapa jam dirimu memegang kemudi itu.",Rayu nya dengan wajah tak tega melihatku.

Aku yang melihat ekspresinya secara langsung itu benar benar tersentuh melihat sikap kapten ku.

Aku beberapa saat mencoba menengok kearah kemudi dan bertanya tanya dalam hati.

"Apakah tidak apa apa? Setidaknya aku menghormati sikap kapten ku saja."

Sembari menghelakan nafas pendek, aku mencoba mengatakan sesuatu.

"Ya, sepertinya.."

"Maaf, Kaptain Zenzo sebelah port[2] sepertinya itu kapal milik perompak.", ucap seorang kru kapal dari atas ruang pengintai yang berada di Mainmast[3]

Aku menoleh ke arah kiri kapal begitu juga kapten dan seluruh awak kapal.

Aku melihat bendera yang berkibar di kejauhan dengan sedikit mensipitkan kedua mata ku.

Aku terkejut melihat ketika menyadari lambang bendera tersebut, seketika diri ku memberikan perintah dengan suara lantang.

"Semua awak persiapkan seluruh senjata kalian! ",teriak ku.

Kapten pun membantu dengan menarik tali layar bermaksud ingin melarikan diri.

Kenapa kapten melakukan hal pengecut itu?

Dia menyadari bahwa kita akan berurusan dengan pasukan perompak paling ganas di kawasan lautan ini.

Ditambah dia pernah mendengar rumor, Perompak bernama "BlackSea" tersebut akan menjadikan gadis-gadis tawanan menjadi budak seks lalu mengeksekusinya.

Ya awak kapal ku mungkin cukup berpengalaman untuk melakukan serangan. Tetapi, prioritas utama kru kami adalah mengutamakan keselamatan bersama terutama keselamatan Bo'sun dan kapten.

Aku gemetar, keringat dingin mengucur dari leher ku dan, tangan ku pun tak kuat untuk mengemudikan kapal.

Untuk pertama kali nya, diriku ketakutan begitu hebat. Rasanya tubuhku mati rasa dan, selalu merasa gemetar.

Seluruh awak kapal tak terkecuali menyiapkan Senapan Musketer mereka, menyiapkan meriam,mengangkat broadsword mereka, dan lain lain.

Terdengar suara meriam saling sahut menyahut, menambah ketegangan dikapal.

Dari arah aft[3] terdengar suara kayu hancur aku pun menoleh ke arah belakang ku.

Aku hanya dapat menutup mata mulut ku dengan kedua tangan ku dan, tak mampu mengatakan sepatah kalimat pun.

Api berkobar besar dari arah belakang ku, kali ini aku benar benar tak dapat bergerak aku seketika berlutut dan tak dapat bangkit.

Dari bawah ruang kemudi,tepatnya di deck terjadi baku tembak sangat besar.

Aku mulai meneteskan air mata dan mengepal kedua tangan ku. Aku benar tak percaya bahwa sepertinya inilah akhir pelayaran kami.

Aku tak dapat berbuat banyak saat ini yang ada dipikiran ku hanya rasa menyesal tak dapat pulang membawa harta, tetapi malah kabar sedih tentang kematian anak gadis satu satunya ibu ku.

Suara seperti pohon jatuh pun terdengar, aku pun tak menyangka tiang Mizzenmast akan roboh kearah ku.

Aku hanya menutup mataku, pasrah jikalau diriku memang sudah dipanggil Yang Maha Kuasa.

Sepertinya ada sesuatu yang menendang ku sehingga aku menghantam badan kapal.

Aku membuka mataku perlahan, aku pun secara refleks berteriak sekeras mungkin.

Tidak, ini pasti fatamorgana aku mencoba menyadarkan diriku tetapi apa daya, ini kenyataan nya.

Aku tak percaya Kapten Zenzou menyelamatkan ku dari robohnya tiang ketiga tersebut.

Aku hanya dapat melihat tubuh kapten tertindih tiang kapal yang terbakar. Aku tak dapat berbuat apapun.

Aku mencoba menghampirinya dengan merangkak, api sudah berkobar di seluruh bagian kapal.

Hawa panas dari dalam kapal benar benar membuatku mandi keringat. Dibawah aku melihat beberapa awak kapal sudah terkapar

Aku semakin meneteskan air mataku, yang aku lihat kini tersisa 15 awak kapal yang masih berjuang dengan senapan serta meriam tersisa.

"Kapten, sadarlah kapten bukalah matamu aku tidak ingin melihat mu mati disini kapten! "

Aku terisak dengan tangis sembari berusaha mengangkat tiang ini tetapi usaha itu sia sia aku tidak kuat mengangkatnya.

Kapten pun membuka mata nya perlahan, aku bernafas lega ketika mengetahui kapten masih hidup.

"Kapten, mari aku bantu mengangkat tiang ini dari tubuh mu."

Aku mengulangi sikap bodoh ku itu, aku merasakan kedua tangan ku di sentuh oleh orang yang kucintai.

ini terasa mirip dengan rasa ketika ibu ku menggenggam tangan ku, mirip pula seperti saat kakakku membangunkan ku menggunakan tangan kotornya.

Aku melihat wajah kapten yang tersenyum kembali dengan tatapan sayu. Ternyata tangannya berusaha mencegah ku untuk mengangkat tiang ini.

Aku binggung apa maksud nya, tapi ini hal bodoh kenapa aku membantunya tetapi dia mencegahku.

Kapal musuh rupanya menembakkan meriam mereka dari jarak cukup jauh. Tapi kerusakan yang disebabkan meriam benar benar meluluh lantakan seluruh badan kapal.

Pikiran ku berkalang kabut, ketika aku melihat kebawah sudah tersisa 10 orang awak.

Sepertinya bukan tetapi 5 orang awak masih bertahan. Aku kini makin tak kuasa menghentikan tangisan ku, dan aku merasakan nafas ku terisak isak dan sesak akibat asap tebal ini.

"Kapten kenapa tanganmu menggenggam tangan ku sangat erat? Apakah kau sudah menyerah sampai disini? Dasar Zenzou bodoh! " kesal ku dengan melepaskan pegangan eratnya.

Untuk pertama kali diriku memarahi seorang kapten, tapi perasaan ini sepertinya berbicara sendiri saat ini.

Aku melihat kapten mulai meneteskan air matanya dan mengatakan sesuatu dengan suara pelan seakan dia berbisik dengan ku.

"Tugas ku sudah sampai disini, kakak mu sudah berwasiat kepada ku untuk melindungi mu dan menyelamatkan mu jika terjadi seperti ini.", ujar nya.

Aku hanya dapat menutup mata menahan air mata, dan menahan semua tangisan ini dengan mencoba menekan nafas ku.

"Mirasa, larilah tinggalkan kami dikapal ini sudah menjadi kewajiban ku sebagai kapten tenggelam bersama kapalnya dan, bertugas melindungi awaknya.",sambungnya.

Aku menggebrak kayu deck kapal dengan keras sampai menghancurkan deck.

"Kalau begitu tugas ku juga melindungi kapten apapun yang terjadi aku ingin kamu berada di sisiku Zenzou.", ujar ku dengan suara malu dan lirih.

Dia mengusap kepala ku sekali lagi, mungkin ini usapan terakhirnya. Ketika itu air mata kembali menetes walau sempat terhenti sejenak.

Aku mengingat saat diriku berumur 3 tahun menangis saat semua orang meledeki ku dengan perkataan "Anak Miskin" saat perjalanan pulang aku bertemu ayah.

"Kenapa dirimu menangis Mirasa sayang? ", ucap ayahku.

Aku hanya menunjuk kearah gerombolan anak yang kaya bermain dengan asik. Aku tak mengucapkan apapun karna tangisan kecil ditambah isakan nafas yang terengah-engah.

Ayahku hanya mengusap kepalaku dengan lembut dan menghapus air mataku. Kasih sayang yang diberikan nya sangat terasa saat itu.

"Percayalah, kamu suatu hari nanti dapat berhasil seperti mereka janganlah menangis percayalah pada ucapan ayah ini.", ucap ayah sembari memberikan sesuatu dari balik tangannya , ya itu sebuah topi dari jerami.

Aku senang dan tertawa bersama ayah Saat itu karna hadiah unik yang dibuat ayah ku.

Kini aku merasa kan itu kembali, kapten menatap ku penuh kasih sayang sama seperti tatapan ayahku saat itu.

Dia percaya pada ku, dia menyanyangi ku juga. Aku menangis ketika dia menatap ku dengan pandangan itu.

"Mirasa, kenapa kamu menangis? Apakah kapten salah?",ucap kapten.

Aku benar benar tak dapat menghentikan tangisan ku, dia menanyakan seperti apa yang ditanyakan ayahku saat itu.

"Hah..hah. sttt tidak ada yang salah kapten, tapi aku ingin kita dan awak lainnya berkumpul bersama canda tawa bersama seperti dlu." Ucapku dengan sedih penuh duka.

Kapten mengelus kepalaku, kemudian mengusap air mata ku dan tersenyum penuh kehangatan.

"Percayalah, kamu dan aku tidak tapi seluruh awak kapal suatu hari nanti dapat berkumpul dan berhasil meraih kesuksesan dan dapat perkumpul kembali dengan begitu kita akan tertawa bersama dan berbagi duka dan suka,percayalah pada ucapan Kapten Zenzou ini."

Kalimat itu disertai tawanya yang sangat khas ditelingaku, aku hanya tertawa tak bersuara.

Air mata ini tak dapat menyembunyikan perasaan ku.

Aku disana hanya tertawa kecil sembari menangis bersama kapten.

"Ambillah topi ini dan, tolong jaga cerutu milik kakakmu ya. Aku senang dapat mengenalmu Mirasa,larilah Mirasa tinggalkan kami dan bawa harapan kami bersamamu ya, jangan lupakan kami."

Dia meletakkan topi kebanggaan nya diatas kepala ku dan menyodorkan cerutu milik kakak ku, yang sering dipakai kakak saat melakukan pelayaran dahulu.

"Kak, jangan merokok! ",marah ku saat itu.

Kakak ku yang sedang tidur di Hammock[5] tak mempedulikan ku.

Sampai akhirnya aku membalikkan tempat tidur gantung itu sehingga membuatnya jatuh.

Kakakku heran, mungkin sebagian kakak pasti dia memarahi adiknya yang bersikap kasar seperti ku.

Tetapi, dia tersenyum dan menepuk bahu ku

"Maafkan kakak, bukannya kakak tidak mau merokok tapi bagaimana ya, ini cerutu milik ayah kita dahulu saat aku menghisap cerutu ini aku merasakan ayah berada di samping kita Mirasa.",ujarnya saat itu dan tertawa.

Kini tawa itu tinggal kenangan, tak ada kakak yang seperti lagi dia menyusul ayah secepat ini.

Ketika mengingat masa lalu diriku selalu menangis,entah kenapa diriku begitu malang.

Aku tak dapat mengatakan apapun seakan mulutku tersegel bahkan aku menangis tak bersuara sekarang agar terliat tegar di depan kapten.

Dengan berat hati diriku meninggalkan kapten, tak lupa aku memberikan penghormatan terakhir ku kepadanya.

Aku berlari menuruni deck ruang kemudi dan tak lupa aku mengucapkan kata perpisahan dengan awak yang tersisa.

"Perhatian semua kru, terima kasih telah merawat ku di kapal ini. Aku merasa senang dapat mengenal kalian, mohon maaf jika aku memiliki salah terhadap kalian semua.",tangis ku.

Semua kru yang tersisa tak kuat membendung air mata mereka mendengar perkataan ku.

"Aku berjanji akan membawa harapan kalian sampai aku mendapatkan peti harta karun itu.",ujarku dengan lantang dan mengangkat tangan ku yang merupakan simbol semangat.

Semua kru tersisa termasuk kapten mengangkat tangan mereka ke atas dan berseru bersama sama.

"pergilah Kapten Mirasa kami mempercayai mu." Seru seluruh awak kapal berserta kapten.

Aku dengan berat langkah harus meninggalkan semua kru ku.

Tapi apa daya, kru ku menyuruhku pergi dan bawa harapan mereka semua padaku.

Tak sempat aku meloncat dari kapal aku meliht sebuah mimpi buruk.

Mimpi buruk bagi semua bajak laut, jika sudah berhadapan dekat dengan mimpi buruk itu maka tamatlah riwayat bajak laut.

Ya,didepan terdapat batu karang besar yang menghalangi haluan kapal ku.

Dan, seketika aku tak sadarkan diri. Aku berpikir aku sudah pasti mati tenggelam dengan kapal ku.

Bersama awak kapal berserta kapten tapi Tuhan berkata lain

aku Perlahan membuka mata ku, aku pingsan di tengah temgah deck kapal.

Aku melihat ke sekeliling bagian kapal, tak ada sama sekali bekas kerusakan fatal.

Hanya ada bekas terbakar di beberapa badan kapal. Aku berpikir diriku selamat

Aku senang ternyata itu hanya mimpi buruk bagiku.

Aku langsung berlari ke arah ruang kapten, disana aku terkejut.

Tak ada kapten disana, hanya ada pakaian yang sehari hari dia pakai dan jangkar kapal berukuran sedang saja yang terdapat disana.

Aku mencoba berlari menuju ruang kru, semoga mereka berada di sana.

Ketika aku membuka ruang kru, aku hanya menemukan ruangan bersih tak berpenghuni.

"Kemana perginya seluruh awak kapal ku? Kemana perginya Kapten Zenzou? Mereka semua meninggalkan ku sendirian? "

Tapi kenapa topi kapten dan cerutu miliknya berada di tangan ku?

Apakah kapten memberikan ini saat diriku tertidur?

Aku tak habis pikir kenapa mereka meninggalkan ku.

Yang hanya ada di benak ku hanyalah perkataan kapten dalam mimpi mengenai bawalah semua harapan kru kapal.

Aku dengan motivasi kalimat itu berniat menjelajahi laut sendirian dan mencari kru bajak laut baru.

Tak peduli kemana mereka pergi, aku hanya menjalankan tugas ku

Menjadi seorang Bo'sun yang menggantikan tugas kapten, tidak hanya itu tetapi membawa harapan kru ku bersama ku di perjalanan.

Aku menghisap cerutu milik kapten, walau tak ada tembakau didalamnya aku tetap menghisapnya.

Benar kata kakakku, aku merasakan ayah, kakak, kapten, ibu ,serta seluruh kru berada di kapal ini.

Aku menaiki deck kemudi dan memegang kemudi dan melayarkan kapal ini.

Layar dari ketiga tiang langsung mengembang dan siap berangkat.

Ada yang aneh, dipikiran ku terbayang bayang kru sedang bersenang senang dan tertawa bersama tepat dibawah deck ku.

Mereka menghadap diriku dan tersenyum serta mengangkat tangan mereka.

Walau mungkin imajinasi ku tapi aku merasakan hawa mereka disini.

Lalu dari belakang ku ada yang seperti menepuk bahu kedua bahu ku.

Ketika aku menoleh, aku menjumpai wajah sang kapten.

Aku mengusap kedua mata ku dan mengeleng gelengkan kepala.

Kapten tersenyum dan mengangkat tangan kanan nya.

Aku meteskan air mata sekian kalinya aku mencoba mendekap tubuh Kapten Zenzou .

Tapi apa daya, itu semua hanya ilusi semata aku berteriak seketika itu juga.

Aku berlari menuju tiang kapal belakang dan memukul tiang itu.

Aku berkali kali berteriak sembari memukul nya dengan tangan ku.

Sampai tangan ku mengeluarkan darah akibat kerasnya pukulan ku terhadap tiang.

Aku hanya menenangkan diri dan memejamkan kedua mataku.

"Kapten, dan semua kru aku akan membawa harapan kalian bersama ku walau kalian meninggalkan ku. ",ucapku dalam batin.

Aku menoleh kembali ke arah deck kemudi dan memegang batang kemudi.

Aku berteriak dengan lantang dan mengangkat tangan kanan ku.

"Mari kita menuju utara semua kita akan mendapatkan Harta Karun "Ash Of Hope" itu. "Ucapku lantang berbicara sendiri.

Ya aku memang seperti orang gila berbicara sendiri. Tapi aku melakukan itu untuk menghibur diriku.

Ayah, Ibu, Kakak, Kapten Zenzou dan, semua awak kru kapal aku akan membawa harapan kalian bersama ku walau kalian meninggalkan ku.

Membawa harapan kalian bersama tenggelamnya matahari ini menuju ke utara untuk menemukan harapan dan kesuksesan sejati.

Kapten Mirasa akan menaklukan lautan ini sendirian jika itu diperlukan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top