Penjelasan
Hai kamu. Apa kabar? Baikkah?
Ngomong-ngomong, apakah kamu sudah bahagia? Aku tak tahu, tapi aku harap sudah.
Aku tidak peduli kamu sudah bersanding dengannya atau belum, tapi yang terpenting ialah—namamu akan (tetap selalu) kupeluk dalam do'a.
Semoga semua yang terbaik (harus selalu ada) untukmu. Semoga engkau selalu tersenyum dan tertawa lepas.
Ya, ku akui aku munafik—dan seorang pecundang. Untuk membangunkanmu saja aku tak mampu.
Tak seperti dulu, dimana kita membuang semua kata-kata yang tidak terlalu berguna hanya untuk sekadar membuat lengkungan bibir atau hanya melepas jenuh otak yang sudah menari-nari karena penat.
Ini benar. Iya. Aku ingin jujur padamu, bahwa sebenarnya aku ingin menjadi milikmu, namaku selalu didesah dalam hangatnya hembusan nafasmu dan bayangku selalu direngkuh dalam pusara jiwamu, dan angan-pikiranmu.
Tapi aku sadar, aku hanyalah sehelai daun yang jatuh—ditambah lagi tertiup angin, dan diterpa badai—sehingga perlahan ragaku menjauh darimu.
Ya, sepatah dua patah yang keluar dari mulut kita sekarang adalah suatu hal yang sangat langka, karena saraf-saraf otakku mengatakan itu tidak boleh dilakukan. Canggung. Apakah kau juga sama? Entahlah.
Hanya desir angin, dan tarian rumput yang (mungkin) dapat menjawabnya.
Ya, yang paling penting mungkin sekarang adalah lukisan ragamu tetap tampak di bola mataku yang minus ini. Walau kabur sekalipun, tak apalah untuk menghilangkan haus ragaku yang selalu meronta-ronta meminta bayangmu.
Itu saja. Apalagi dengan hias tawamu.
Yang terpenting kau bahagia, dengan siapa saja itu hakmu. Supaya kesendirianmu tidak menyesakkanku, karena tingkah lakumu selama masih sendirilah yang membuatku kacau.
Iya, tidak apa-apa. Justru itu (mungkin) merubah perasaanku dengan perlahan, meski pasti ragaku berpeluang besar untuk (semakin) menolakmu.
Oh iya, aku ingin mengatakan satu hal. Kau tahu? Aku berilusi. Baru kali ini aku melihat: rambutnya adalah rambutmu. Mendengar ada tawa khasmu di sekitar.
Tetapi saat tersadar, kau memang tak di sana. Bayangmu lenyap. Ilusiku terbang terbawa hembusan angin.
Itu saja catatan kerinduanku untukmu.
Semoga Tuhan selalu meringankan bebanmu, mengangkat masalahmu, menyembuhkan penyakitmu, meluluskan ujianmu, dan membahagiakan kehidupanmu.
Aku tak mau kau sedih, sakit, gagal, atau entah apalah lagi lainnya yang serupa. Sungguh.
Jangan khawatir, namamu selalu kupeluk dalam do'a. Namamu selalu kudesah dalam rindu dan air mata.
Mimpilah yang indah, ilusiku.
Selamat malam, sosok yang (hampir) sempurna.
Kau adalah penjelasan atas semuanya. Kau adalah bulanku. Bintang. Matahari. Awan. Langit. Pelangi. Hujan. Idolaku. Inspirasi. Imajinasi. Ilusi. Cermin. Delusi. Catatan. Cerita. Memori. Hati. Cinta. Hidup. Kebahagiaan. Keberuntungan. Kerinduan, dan ... (semoga) yang terbaik.
Salam (sayang),
Pengagummu.
Jum'at, 24 Januari 2014. 21.30 WIB.
Jiwaku masih dikekang malam, dalam pikiran masih denganmu.
-[Ly]-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top