Abstrak 4 - Masa Lalu

Ruang makan di rumah keluarga Maria hanya dihuni tiga orang saja. Seperti yang disampaikan bi Pon, kedua orangtua Maria akan pulang terlambat. Sedang Brian masih menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Jadilah ketiga penghuni yang tersisa saja yang menghabiskan masakan yang sudah disiapkan bi Pon.

Selesai makan malam, Diandra dan Maria membantu merapikan meja makan. Juga mencuci peralatan bekas mereka makan. Kemudian keduanya berpamitan pada bi Pon untuk kembali ke kamar Maria. Ada hal yang harus mereka tuntaskan.

"Ceritakan semua tentang Om Shaun-mu itu," desak Diandra kala keduanya sudah kembali ke kamar Maria.

"Ya ampun, Di. Sabar kenapa? Baru kelar makan ini. perut butuh proses buat mencerna!"

Diandra hanya memutar matanya tak peduli akan jawaban Maria. Ia hanya ingin segera menuntaskan rasa penasarannya akan sosok Shaun. Hampir setengah jam Diandra menunggu Maria untuk bercerita. Karena sahabatnya itu malah sibuk dengan ponselnya tanpa peduli dirinya yang hampir kehilangan kesabaran.

"Balikin hape gue, Didi!" pekik Maria saat Diandra merampas ponsel milik sahabatnya itu.

"Kamu janji mau cerita!"

"Iya, tapi balikin dulu. Bentar gue balas pesan dari si onta Omar dulu."

Diandra mengernyitkan dahinya. Matanya cepat bergerak memindai ponsel yang ada di tangannya. Seketika tawanya pecah kala melihat isi pesan di ponsel milik Maria.

"Astaga! Aku pikir kamu udah buang jauh-jauh yang namanya Omar dari hidupmu," ejek Diandra.

Maria hanya tersenyum masam seraya mengambil kembali ponselnya dari tangan Diandra.

Diandra tak menyangka ternyata Maria masih berhubungan dengan Omar, teman sekelas di masa SMA mereka dulu. Pria berdarah timur tengah itu memang tergila-gila pada Maria. Membuat gadis itu kesal setengah mati. Bahkan sejak mereka lulus dari SMA, Maria ingin sudah membuang jauh segala kenangan tak menyenangkannya tentang Omar. Tapi ternyata takdir malah kembali membawa Omar masuk ke dalam hidup Maria.

"Sejak kapan kamu sering chattingan sama dia?" tanya Diandra penasaran.

"Dengar ya sampo Didi, gue nggak sering chattingan sama dia. Si onta aja yang gila. Gue nggak tahu darimana dia bisa dapat nomor hape gue. Padahal sejak lulus SMA, gue ganti nomor dang menghilangkan segala jejak tentang yang namanya Omar itu!"

"Baiklah, baiklah. Sekarang ceritakan semua tentang Om Shaun."

Maria menatap serius Diandra. "Yakin lo mau tahu?"

Yang ditatap mengangguk tanpa ragu. "Sangat."

"Gue harap setelah lo dengar tentang Om Shaun, lo bisa kembali berpikir dengan lebih jernih. Nggak cuma pakai perasaan tapi juga pakai logika."

Diandra memainkan jari telunjuk dan tengah di kedua tangannya hingga membentuk simpul. Kebiasaan yang selalu gadis itu lakukan tiap kali merasa ragu tapi tak ingin menyerah.

"Om Shaun itu sepupu Mama gue. Lo pasti tahu kan?"

Kembali Diandra mengangguk. "Hal begitu nggak perlu kamu ulang sampai jutaan kali, Maria. Cerita aja gimana Shaun itu."

Maria menyerah. Sepertinya tak ada guna ia mengulur waktu dan berusaha membuat Diandra menyerah akan keinginannya. Gadis itu begitu keras kepala. Padahal Maria yakin Diandra akan sangat terkejut saat mengetahui betapa menjijikkannya kehidupan yang dijalani Shaun selama ini. Tentu saja kata menjijikkan Maria gunakan karena tahu betapa lurus dan baik-baiknya hidup Diandra selama ini. Tak ada tempat hiburan malam yang pernah ia datangi. Jam malam pun masih berlaku bagi gadis itu. Kecuali jika Maria atau salah seorang kakak lelaki Diandra ikut menemani gadis itu.

"Om Shaun itu duda."

Satu fakta awal yang tak mengejutkan lagi bagi Dinadra. Lagipula di usia sematang itu kecil kemungkinan Shaun tak pernah merasakan yang namanya berumah tangga.

"Lalu? Istrinya ke mana?"

"Mereka nikah muda dan cerai di usia yang masih muda juga."

"Maksudnya?" tanya Diandra agak kurang paham.

"Gue cerita, lo cukup dengar. Simpan dulu segala argumentasi lo. Juga muka bego lo saat gue beberin fakta-fakta tentang Om Shaun."

Diandra agak kesal saat Maria mengungkit wajah bodoh dirinya yang memang tak bisa disembunyikan tiap kali mendengar fakta baru tentang pria idamannya. Tapi demi bisa mengetahui secara lengkap, gadis itu bersedia menutup mulutnya rapat-rapat.

"Om Shaun dan mantan istrinya nikah di usia yang masih muda banget. Mama bilang saat itu usia mereka masih awal dua puluhan. Alasan klise yang bikin mereka nikah apalagi kalau bukan cinta. Entah itu karena cinta menggebu atau apalah, pokoknya mereka memutuskan menikah. Meski keluarga nggak terlalu setuju karena bahkan Om Shaun dan mantan istrinya masih muda dan sama-sama masih kuliah. Tapi mereka nekat. Akhirnya ya, keluarga bisa apa selain setuju."

Maria menjeda. Gadis itu mengejek wajah terperangah Diandra yang bahkan tak bisa ditutupi gadis itu.

"Masih mau dengar?" tanya Maria. Diandra mengangguk lagi. "Mereka nikah. Mama bilang awalnya semua masih baik. Tapi mungkin faktor usia muda dan egoisme masing-masing yang masih tinggi, setahun pernikahan mereka bertahan. Menjalani tahun kedua, baik Om Shaun dan mantan istrinya mulai sering ribut. Mungkin mereka sadar bahwa menikah itu tanggung jawab besar. Sedang mereka masih diliputi gairah muda yang masih meledak-ledak. Merasa keputusan menikah muda itu salah karena mengekang kebebasan dengan tanggung jawab berumah tangga. Dan nggak sampai dua tahun nikah mereka cerai. The end!"

Diandra mengernyitkan dahi dalam. "Cuma itu?"

Maria kemudian tersenyum misterius. "Sejak itulah hidup Om Shaun berubah kata Mama. Saat pacaran dengan mantan istrinya, Mama nggak tahu jelas deh gimana gaya pacaran mereka. Tapi Mama bilang sejak Om Shaun cerai, hidup bebas sudah jadi pilihan hidupnya. Alkohol, seks bebas dengan perempuan random, nggak mau dikekang dengan yang namanya komitmen dan cinta. Dan semua itu makin diperparah saat Om Shaun melanjutkan pendidikannya di luar. Lo bisa bayangin kan sebebas apa kehidupan di sana?"

Diandra bergidik ngeri, membuat Maria akhirnya bisa tersenyum menang. Karena berhasil membuat sahabatnya mungkin mengurungkan niatnya untuk melanjutkan perasaannya pada Shaun.

"Lalu, keluarganya?"

"Orangtua Om Shaun sudah capek nasehatin dia. Lagian dia juga udah dewasa, punya pilihan hidupnya sendiri. Mereka sudah nyerah dan lepas tangan akan gaya hidup Om Shaun."

"Bukannya itu bakal mencoreng nama keluarga." Diandra masih tak habis pikir.

"Didi-ku yang manis. Hari gini masih mikirin nama baik? Orang lain nggak akan berani ngomong selagi lo punya kuasa. Semua bisa dibungkam dengan uang dan kekuasaan, sayangku. Lagian Om Shaun juga selalu main aman kok. Mana pernah dia terlibat skandal. Apalagi dengan usia dia yang makin matang, masa dia bisa ke-gap sama orang atau media?"

Diandra tak tahu pasti seperti apa silsilah keluarga Maria. Gadis itu hanya mengenal Maria dan keluarga intinya saja. Kalaupun Diandra bertemu sepupu atau kerabat Maria yang lain, ia hanya sebatas tahu, bukan kenal dekat. Bahkan Shaun saja Diandra baru mengetahui saat Maria diterima di perusahaaan tempat mereka sekarang bekerja.

"Memangnya orangtua Om Shaun itu, bagaimana?"

"Mereka pengusaha Didi. Beberapa perusahaan tambang dan perkebunan di Indonesia mereka punya sahamnya. Jadi ya, lo tahu sendirilah gimana kerja uang di dunia ini."

"Terus, kenapa Om Shaun nggak bekerja di perusahaan keluarga? Malah jadi kacung di perusahaan orang."

"Salah satu biar hidup lo nggak diatur keluarga adalah dengan berdiri di kaki lo sendiri, Didi. Ngerti?"

Diandra mengangguk paham. Sejujurnya dalam hati gadis itu meragu. Setelah mendengar langsung betapa kacaunya hidup Shaun. Ia tak bisa membayangkan bagaimana peliknya jika Diandra terlibat dalam hidup pria itu. Tapi meski begitu selalu ada jiwa pemberontak dalam dirinya yang mendorong Diandra untuk mengambil tindakan nekat.

"Lo masih mau terlibat cinta sama orang yang hidupnya berantakan kayak Om Shaun gitu, Di?"

Diandra bisa melihat ada tatapan mengintimidasi di mata Maria. Ia tahu benar Maria hanya ingin agar Didi menyerah. Dan mungkin kali ini gadis itu benar. Diandra harus menyerah. Berhenti berharap akan perasaannya yang masih seumur jagung terhadap pria bernama Rashaun Sekala.

...

Shaun mengadakan rapat dadakan. Diandra dan Maria yang berada di bagian keuangan pun harus turut serta. Memang sebagai Wakil Direktur keuangan di perusahaan kosmetik tempat mereka bekerja, Shaun sering sekali mengadakan rapat dadakan. Biasanya Didi dan Maria yang masih tergolong pegawai junior jarang diikutsertakan. Tapi pada rapat kali ini, mereka diminta ikut andil.

Meski tak tahu mengapa Shaun mengadakan rapat, Diandra dan Maria berusaha sebisa mungkin agar tak menarik perhatian. Karena bagaimanapun kedua junior itu masih terlalu awam untuk diikutsertakan dalam rapat begini. Seringnya mereka hanya ditugaskan membuat laporan penjualan produk kosmetik yang mereka produksi.

"Rapat dadakan kali ini saya adakan karena saya mendapat laporan ada dana yang tidak sinkron antara laporan penjualan dua bulan lalu. Saya ingin meminta penjelasan dari tim penjualan dan tim keuangan."

Masing-masing peserta rapat tampak kalut. Mereka membongkar segala catatan rapat yang diberikan. Diandra dan Mariapun tak kalah cemas. Karena bagaimanapun mereka memiliki andil dalam penulisan laporan.

"Sudah dilihat?"

Tak ada yang menjawab. Hingga tiba-tiba Shaun menggebrak meja rapat mengejutkan semua orang. Mata tajam Shaun memindai mereka satu persatu.

"Ada yang bisa jelaskan bagaimana kesalahan itu bisa terjadi?"

Diandra dan Maria saling lirik. Pun dengan peserta rapat lainnya. Sampai Lani yang mengambil tanggung jawab untuk bicara.

"Mungkin di sini saya yang memiliki andil paling besar, Pak. Saya yang tidak teliti memeriksa laporan dari para staf."

"Lalu, tanggung jawab apa yang akan kamu lakukan untuk kesalahan ini?" Shaun bertanya dengan tegas.

"Jika memang saya merugikan perusahaan, maka saya siap menerima apapun keputusan perusahaan."

Diandra memandang sendu pada Lani. Ia merasa tak tega jika atasannya tersebut yang mengambil alih tanggung jawab. Padahal mungkin saja Diandra atau staf lainnya yang melakukan kesalahan tersebut. Tanpa pikir panjang gadis itu mengangkat sebelah tangannya. Membuat perhatian seisi ruangan tertuju padanya.

"Ada apa?"

Suara Shaun saja sudah membuat kuduk Diandra meremang. Gadis itu merutuki tindakan sok jagoannya dalam hati. Tapi ia sudah terlanjur mencemplungkan diri. Tak ada alasan baginya untuk mundur.

"Maaf kalau saya menginterupsi. Tapi rasanya tidak adil jika Bu Lani mengambil alih seluruh tanggung jawab atas kesalahan ini. Mungkin tak hanya satu orang yang turut andil dalam masalah ini. Bisa saja laporan di lapangan atau kelalaian tim administrasi. Siapapun turut andil dalam hal ini. Itu sebabnya juga kan, Pak Shaun tak hanya meminta satu tim yang hadir di rapat ini?"

Maria mengembuskan napas gusar. Tak hanya gadis itu, tapi mungkin yang lainnya juga. Tindakan terlalu berani yang dilakukan Diandra benar-benar laksana gerakan bunuh diri. Selama ini belum ada yang berani terang-terangan membantah apapun perintah Shaun.

Shaun masih diam. Dalam hati pria itu memuji keberanian dan rasa solidaritas yang ditunjukkan Diandra. Tapi pekerjaan tak hanya membutuhkan dua hal tersebut. Mereka berbisnis. Dan dalam bisnis kesalahan sekecil apapun akan menyebabkan kerugian yang besar. Atau bahkan kelalaian sekecil apapun akan menghasilkan manusia tanpa ketelitian dan jelas akan menghancurkan bisnis itu sendiri. Jadi untuk kali ini bagi Shaun, gadis itu mengambil langkah yang salah.

"Kalau begitu, kamu yang bersedia menggantikan posisi Lani?"

Mata Diandra membulat sempurna. Gadis itu menatap tak percaya pada Shaun. Hanya karena ingin membantu Lani haruskah dirinya yang berkorban? Sekali lagi Diandra menatap Lani yang juga memberikan pandangan cemas padanya. Tapi sekali lagi, hati Diandra lah yang menang dalam pertaruhan kali ini. Lani sudah berkeluarga. Wanita meski punya pengalaman bekerja tapi akan sulit pasti baginya jikapun ia ingin melamar pekerjaan di perusahan lain. Sedang Diandra masih muda. Gadis itu masih punya banyak kesempatan kerja dibandingkan Lani. Meski nyatanya tak akan semudah yang Diandra bayangkan.

"Saya bersedia menerima apapun keputusan perusahaan," ucap Diandra berusaha terdengara tegas. Tapi siapapun bisa mendengar suaranya bergetar.

"Didi..." desis Maria pelan sembari mencubit lengan gadis itu hingga membuat Diandra meringis.

Shaun sendiri cukup terkesima dengan keteguhan gadis itu. Tapi ia juga bukan pemimpin yang tak bisa berpikir panjang. Untuk urusan dengan si gadis kecil sok pemberani itu akan Shaun bereskan nanti. Tapi saat ini, masalah perusahaan lebih membutuhkan perhatiannya.

"Saya salut dengan keberanian kamu. Tapi sayangnya hanya dengan tanggung jawab kamu itu tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Karena itu... saya beri kalian waktu sampai hari ini untuk membenahi laporan tersebut. Dan sebelum jam kantor usai, saya mau laporan itu sudah ada di atas meja saya. Mengerti!" bentakan Shaun cukup menciutkan nyali setiap orang di ruangan. "Sekarang kalian boleh kembali bekerja!"

Masing-masing peserta rapat membenahi barang-barangnya. Satu persatu berpamitan pada Shaun yang memilih tetap duduk di ruangan tersebut. Diandra pun tak kalah bergegasnya ingin segera keluar dari ruangan yang menurutnya mencekam tersebut. Naun nahas baginya, kakinya malah tersangkut di kaki kursi yang ada di depan gadis itu. Membuatnya seketika menjadi tontonan.

"Kok bisa sih, Di?" tanya Maria gemas.

"Ya mana aku tahu. Tanyain kursinya kenapa kakiku bisa nyangkut di situ," gerutu Diandra sembari berusaha berdiri.

Maria tak habis pikir dengan jawaban sahabatnya ini. Bisa-bisanya gadis ceroboh itu malah menyalahkan kaki kursi. Tanpa keduanya sadari masih ada mata yang sejak tadi memerhatikan mereka.

"Sakit nggak kaki, lo?" tanya Maria lagi.

"Sakitnya nggak seberapa..." gadis itu melirik sekilas pada Shaun yang berpura-pura fokus pada lembaran laporan di atas meja.

Kedua gadis itu kembali berpamitan pada Shaun yang dibalas pria itu dengan anggukan sekilas. Setelah keduanaya berada di luar ruang rapat, mereka sama-sama mengembuskan napas lega.

"Tapi malunya luar biasa. Jatuhnya di depan Bos lagi." Didi melanjutkan kalimatnya yang tadi tertunda.

Maria menatap tak percaya pada Diandra. Sampai akhirnya tawa gadis itu pecah juga. Tak disangka Diandra akan mengeluarkan kata-kata mainstream yang biasa orang-orang ucapkan. Kalimat itu terdengar biasa saja sebenarnya. Yang tak biasa hanya bagaimana Diandra mengucapkannya di saat dan tempat yang berbeda dari saat gadis itu jatuh tadi. Maria menggelengkan kepalanya. Merangkul sahabatnya untuk kembali ke ruang kerja mereka. Diandra memang sungguh tak terduga.

...

Note : kelar juga nulis part 4. Fiiuuhh! Lap keringat setelah qerja lembhur baghai quda, hahaha. Sejauh ini masih tertarik gak? Kalau enggak, yowes tinggalkan saja, wkwkwk.


Oh ya, makasih untuk si katan kece author kelas kakap yang mengaku sebagai pecinta om-om sejati AKU-UMI. Makasih Mi udah mampir sejenak dan kasih koreksi. Tape aku juga mau kasih sedikit penjabaran atas saran Umi ya. Makasih banget sekali lagi.


Umi mengingatkan aku untuk riset-riset dan riset. Itulah modal penulis buat bikin karyanya lebih real lagi. dan itu benar syekale manteman. Tapi sayangnya aku penulis yang agak kurang doyan sama riset. Hahaha. Kalaupun riset aku mau seperlunya. Dan setelah riset aku gak akan jabarin semua. Karena sesungguhnya tema tiap karyaku bukan menonjolkan profesi si tokoh. Tapi kisah hidup si tokoh. Karena kalau aku mau menonjolkan profesi mereka, maka sekalian nanti aku bikin karya tulis deh perihal profesi wkwkwk.


Saran dari Umi sesuai pengalaman dia : parkir dan lift untuk petinggi kantor itu punya gate masuk khusus. Dalam kasus ini Umi gak salah. benar banget. Aku mungkin yang kurang mau kasih detail ya. dan itu aku sekali karena posisi Shaun itu bukan eksekutif director hahahah (ada nebak gak posisi Shaun itu CEO?). Shaun itu salah satu petinggi memang. Tapi dia jabatannya di bawah CEO yang biasa bertebaran di wattpad. Shaun di kantor itu menjabat sebagai wakil direktur keuangan. Cukup tinggi ya dong tapi dia bukan cucu si mbah yg punya kantor kayak CEO wattpad biasanya. Shaun masih bisa dianggap kacung hahaha. Jahatnya aku memang. Dan untuk masalah penggunaan parkir dan lift juga, nggak ada yang salah dong ya kalau cuma seorang Shaun doang yg naik lift karyawan. Bukan bareng-bareng jajaran direksi. Dan emang dari awal aku bentuk cerita ini, kantornya Shaun itu bukan gedung pribadi perusahaan mereka. itu gedung kantor rame-rame. Jadi perusahaan kosmetiknya mereka itu hanya kantor perwakilan. Duh panjang benar cuapanku ya. tapi biar tiada salah kaprah di antara kita woi. Lagian Umi benar kasih saran biar aku juga paparin agar sebuah cerita gak sekedar jadi cerita. Tapi pembaca juga bisa imajinasikan dan rasakan tulisanku ya.


Jadi, inti dari panjang lebar ini, cuma mau maparin aja satu dua hal bagi manteman pembaca supaya sedikit ada kejelasan diantara kita, hoyah!


Dan, sedikit catatan dariku juga ; Aku itu emang orang paling malas paparin detail dari profesi tokoh. Selain karena malas ya itu tadi. ada beberapa hal yg bikin aku agak tidak mengobral detail salah satunya pembaca di wp itu beragam jenis. Dan dari yg aku tahu tahu ada sebagian yang gak terlalu suka dengan narasi panjang banget. Apalagi yang sampai mendetail terlalu panjang dan agak susah dicerna otak. Mereka bakal skip itu. apalagi narasi yang dianggap ngebosenin bakalan jadi korban skip itu. karena kebetulan aku salah satunya, hahaha. Buktinya banyak dari pembaca yang akan komen di bagian tertentu atau di akhir kalimat aja. Terbukti kan, hayo jujur. Ada tipe pembaca yg suka baca detail dan itu terbukti dari komen mereka yg kadang nempel di tiap paragraf. Itu makanya aku terlalu sering menghilangkan detail dari profesi si tokohku. Atau hal yang umum yang bisa dilakukan orang lain meski dia punya jabatan khusus atau profesi khusus apalah. Manusia kan makhluk yang kadang gak bisa diprediksi apa keinginannya (pembenaran ala Ria, hoyah!) hahah. Jadi kalaupun ada sesuatu yg rancu, rumpang dan ambigu dalam ceritaku ya silakan teman-teman kasih koreksi. Maka akan sebisa mungkin aku jelaskan dimana kita bisa koreksi dan jelaskan sama-sama biar kalian yang baca juga bisa mengerti maksud tulisanku.


Ya Allah panjang banget ini A.N ah. Sudahlah ya, billahi waufiq walhidayah. Wassalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh


Ps : makasih koreksi typo dan lainnya
Pss : nama om Shaun itu Rashaun dr perpaduan bahasa arab ya, jadi si om itu bukan ceo wattpad muka bule dengan tubuh super atletis yg bertebaran di dunia orenji 😂 visualisasiku mah om shaun itu muka asia aseliii 😂


Rumah, 20/19/01


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top