Abstrak 19 - Rahasia Yang Terungkap

Tangis Diandara tak juga berhenti. Bahkan gadis itu terus saja mencecar Devan dengan berbagi tuduhan. Ia mengatakan betapa kakak lelakinya itu adalah orang yang sangat kejam. Bahkan Devan tega meninggalkan Shaun yang terkapar tak berdaya seorang diri di apartemennya. Berkali-kali Diandra mengutuk Devan yang menurutnya tak punya hati.

Devan sendiri memilih tak ambil pusing dengan segala cecaran adiknya. Pria itu memilih meredam emosinya dengan terus fokus menyetir. Ia tak ingin konsentrasinya buyar hanya demi meladeni Diandra hingga menyebabkan mereka celaka. Hingga mobil pria itu tiba di depan rumah. Devan menekan keras klakson demi melampiaskan kekesalannya. Hingga bi Harti, asisten rumah tangga mereka datang dengan langkah tergopoh membukakan gerbang. Saat mobil meluncur mulus menuju carport, bi Harti hanya bisa memegang dadanya yang belum pulih dari rasa terkejut.

Ketika mobil sepenuhnya berhenti, Diandra segera berlari keluar mobil. Tak dipedulikannya keberadaan bi Harti yang menyapanya. Hanya Devan yang menyapa wanita paruh baya tersebut. Juga meminta maaf karena sikapnya yang tak sopan dengan membunyikan klakson sekerasnnya hingga wanita itu harus tergesa membukakan gerbang.

Sementara di ruang keluarga, Darryl, Mama dan Papa Diandra heran melihat gadis itu yang tergesa menuju kamarnya. Bahkan mereka bisa melihat bahwa gadis itu tak baik-baik saja. Mereka yang tahu bahwa Diandra pergi bersama Devan, langsung mencecar pria itu ketika Devan muncul.

“Didi kenapa?” tanya Darryl menyelidik.

“Enggak apa-apa, Mas. Biar aku susulin dia.”

Namun Darryl mencegah adiknya. “Sejak tadi sore sikap Didi aneh. Kamu juga. Ada apa?”

“Enggak apa-apa, Mas. Aku sama Didi lagi bertengkar saja. Didi ngambek.” Devan berusaha berkelit.

Tapi tidak semudah itu Darryl percaya. Terlebih sang Mama yang memang sudah merasakan keanehan terhadap anak perempuannya.

“Devan, memang ada apa sih? Mama lihat Didi juga aneh belakangan ini.” MAma mereka akhirnya bersuara. Membuat Devan makin tak bisa berkelit.

Di saat mereka berdebat, suara dari bi Harti mengejutkan mereka. Bi Harti yang berada di samping rumah menjeritkan nama Diandra. Hingga mereka semua bergegas ke sumber keributan.

Tampak Diandra yang sedang berusaha bangun dari posisi duduknya dibantu bi Harti. Gadis itu tampak seperti orang yang sedang berusaha melarikan diri. Dan jelas Diandra memang sedang berusaha melarikan diri dengan adanya tali di sepanjang balkon kamarnya. Darryl dan kedua orang tuanya tampak bingung melihat gadis itu. Sedangkan Devan mengepalkan tangannya menahan geram akan ulah adiknya.

Diandra dibawa kembali ke dalam rumah. Gadis itu duduk sofa dengan kepala tertunduk. Bersiap menerima penghakiman dari keluarganya. Namun untuk beberapa saat belum ada yang bersuara. Membuat Diandra memberanikan diri mengangkat kepalanya. Bisa ia lihat semua mata kini tertuju padanya.

“Kamu kenapa, Di?” tanya Mamanya memecah keheningan. Namun Diandra masih memilih bungkam. “Mama lihat ada yang aneh dengan kamu belakangan ini. Ada masalah, Di?”

Diandra menahan keinginannya untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada keluarganya. Meski kalimat pengakuan itu sudah berada di ujung lidah.

“Didi?” kali ini Darryl yang berusaha membuat adik bungsunya itu bicara.

“Kamu benar mau kabur, Di?” suara tajam Devan membuat Didi mendongakkan wajahnya. Wajah mencemooh Devan sudah terpasang jelas. “Kenapa? Kamu mau kabur buat menemui laki-laki itu?”

“Devan!”

“Mas Devan!”

Dua suara bersahutan. Nada menegur datang dari Darryl. Sedang Diandra berucap dengan nada kesal.

“Kenapa? Kamu takut? Kenapa nggak kita buka saja sekarang?” tantang Devan membuat Diandra mengkeret di tempat.

“Ada ini sebenarnya? Didi? Devan?” kepala keluarga di rumah itu akhirnya menyuarakan kebingungannya. “Kasih tahu kami sebenarnya ada apa dengan Didi dan Devan?”

Mata Diandra menatap Devan dengan penuh permohonan. Gadis itu pun menggeleng kecil sebagai isyarat agar Devan tak membocorkan rahasianya. Namun sayangnya Devan tak tahan lagi. Jika ancamannya saja tak menyurutkan langkah Diandra untuk menemui Shaun. Maka ia akan melibatkan keluarga untuk membuat si bungsu berhenti.

“Didi ... menjalin hubungan dengan pria yang lebih tua darinya,” ungkap Devan akhirnya. Sementara Diandra hanya tertunduk pasrah.

“Lalu? Di mana salahnya?” tanya Darryl masih belum mengerti. Begitu juga kedua orang tua mereka yang memancarkan raut bingung.

“Masalahnya pria itu usianya terlalu jauh dari Diandra. Bahkan mungkin hanya berbeda beberapa tahun dari Mama.”

Wajah terkejut semua orang orang tak bisa disembunyikan kala Devan memberi tahukan lebih lanjut perihal pria yang dicintai Diandra.

“Di, benar itu, Nak?” Papa Diandra mencoba mencari kebenaran langsung dari mulut putrinya.

Tangis Diandra sudah tak terbendung lagi. Dengan air mata berlinang, Diandra menganggukkkan kepalanya. “Aku cinta dia, Pa.”

Seperti ada batu belasan ton yang menghantam kepala Rizal kala mendengar pengakuan dari putrinya bahwa ia mencintai pria yang jauh lebih tua dari usianya. Bukan Rizal ingin melarang anaknya menjalin hubungan dengan pria di luar sana. Tapi tentu saja ia mengharapkan bahwa seseorang yang akan berhubungan dengan Diandra adalah orang yang sepantaran dan masih pantas bersamanya. Bukan dengan pria yang bahkan masih cocok menyandang status ayah bagi Diandra.

“Didi, jangan bercanda, Nak.”

Diandra menggeleng keras pada ibunya. “Aku nggak bercanda, Ma. Aku cinta sama dia.”

Darryl mengusap wajahnya kasar, berusaha menahan diri. “Siapa dia, Di?” tanyanya kemudian.

“Atasan Diandra di kantor. Sepupu, Mamanya Maria. Dan lebih parah lagi, dia pria berengsek yang menjalani kehidupan serba bebas!” Devan tak lagi ragu bersuara. Membuat Diandra makin terpuruk.

“Dia nggak berengsek, Mas!” gadis itu kembali berteriak melakukan pembelaannya terhadap Shaun.

“Apa lagi namanya kalau terbiasa hidup bebas dan tidur dengan perempuan random?”

“Itu dulu. Dia sudah berubah,” Diandra tak mau kalah. Tak peduli dengan orang tua dan kakak tertuanya yang masih menjadi penonton perdebatan dirinya dan Devan.

“Apa perlu kita panggil Maria sebagai bukti betapa buruknya pria itu?”

“Mas ...” Diandra kembali tergugu. “Shaun sudah berubah ...”

Tanpa keduanya sadari, akibat perdebatan itu, Papa mereka tiba-tiba jatuh terduduk di soda. Jika saja teriakan sang Mama yang memanggil ayah mereka tak terdengar. Maka mungkin Diandra dan Devan masih akan terus berdebat.

Ketiga anak tersebut langsung mengerubungi sang Papa yang memegangi dada kirinya. Membuat panik anak-anak dan istrinya.

“Papa kenapa?” tanya Diandra yang kini kecemasannya terarah pada ayahnya.

Rizal menggeleng. “Dada Papa cuma sedikit sesak. Jangan bertengkar,” pesannya pada ketiga anaknya.

“Biar Mama bawa Papa istirahat di kamar.”

Sang istri menuntun tubuh Rizal menuju kamar. Disaksikan ketiga anaknya yang menatap cemas pada ayah mereka. Ketiganya jelas tampa khawatir. Namun Diandra lah yang merasa amat bersalah. Ia yakin ayahnya tiba-tiba merasakan sakit seperti itu karena ulahnya. Gadis itu menundukkan wajah dalam-dalam. Berusaha menyembunyikan tangisnya.

“Puas, Di?” sindir Devan kemudian. Ia tak peduli pada wajah menegur Darryl yang memperingatkannya untuk tak lagi mengajak si bungsu bertengkar. “Sudah kejadian begini, harusnya kamu bisa lebih berpikir. Kamu cinta sama Papa atau laki-laki nggak berguna itu!”

“Devan!” tegur Darryl tapi Devan seolah tak peduli. Pria itu memilih untuk meninggalkan ruang keluarga. Hingga hanya Diandra dan Darryl lah yang tersisa.

Darryl mendekati adik perempuannya. Mengelus lembut puncak kepalanya. Makin membuat air mata Diandra mengalir deras. Dari dulu, ia sangat tahu jika kakak sulungnya ini begitu sabar dan penyayang. Bukan berarti Devan tak menyayanginya. Tapi untuk urusan kesabaran dan kedewasaan, jelas Darryl melebihi Devan. Membuat gadis itu makin dilanda rasa bersalah.

“Papa sakit karena aku kan, Mas?” lirih Diandra.

Darryl menarik adiknya ke pelukan. “Bukan.”

“Kalau aja aku nggak berulah begini, Papa pasti baik-baik saja, Mas,” isak Diandra. “Tapi aku juga nggak bisa apa-apa. Aku cinta dia, Mas. Aku cinta sama Shaun.”

Darryl tak bisa berkata apapun. Ia hanya bisa menenangkan adiknya dengan pelukan dan elusan lembut di punggungnya. Saat ini bukan waktu yang tepat bagi Darryl untuk membahas masalah itu. Semua masih dalam keadaan emosional. Jadi ia akan memberikan waktu bagi keluarganya untuk meredam emosi. Terutama bagi Diandra untuk berpikir. Hingga tiba saat gadis itu siap bicara dan mengambil keputusan.

...

Jika saja Adrian tak menghubungi Shaun terus menerus. Dan berakhir dengan mendatangi kediaman pria itu, maka sudah dipastikan bahwa Shaun akan tergeletak tak berdaya sepanjang malam di lantai apartemennya. Mungkin feeling-nya sebagai sahabat hingga Adrian langsung melajukan mobilnya ke tempat tinggal Shaun. Dan menemukan sahabatnya itu berada di lantai dengan kondisi mengenaskan.

Dengan dibantu petugas keamanan, Adrian berhasil membawa Shaun ke rumah sakit. Luka luar yang diderita Shaun membuat ia harus dirawat inap di rumah sakit. Setelah mendapatkan penanganan, Shaun akhirnya bisa beristirahat dengan tenang.

Hingga saat pagi menjelang pria itu akhirnya bangun dari tidurnya. Mendapati Adrian sudah berada di kamar rawatnya. Pria itu sudah rapi dengan pakaian kantornya. Adrian sengaja datang lebih pagi untuk bertanya pada Shaun apa yang terjadi padanya. Karena semalam ia tak punya kesempatan untuk bertanya.

“Sudah lebih enak?” tanya Adrian pada Shaun yang kini sudah bisa setengah duduk dalam posisinya di ranjang.

“Sudah. Terima kasih, Yan,” Adrian hanya mengangguk kecil.

“Sebenarnya, apa yang terjadi?”

Shaun masih belum ingin menjawab. Ditanya seperti itu, ingatannya justru melayang pada sosok Diandra. Entah bagaimana keadaan gadis itu saat ini.

“Shaun, aku tanya sama kamu. Kenapa kamu bisa babak belur begitu?”

Tatapan menuntut dari Adrian akhirnya membuat Shaun menyerah. Sebelum bicara, ia menghela napas panjang. Kemudian mulai bercerita apa yang mengganggunya. Perihal hubungannya dan Diandra yang sudah diketahui kakak lelakinya. Juga bagaimana Devan –kakak Diandra– menghajarnya. Memperingatkannya untuk menjauhi adiknya. Semua itu didengar oleh Adrian dengan seksama tanpa sekalipun ingin menyela. Namun yang Adrian tak habis pikir, mengapa Shaun tak coba membalas satu saja pukulan Devan. Adrian tahu betul kemampuan Shaun dalam melindungi diri bukan hal yang bisa diremehkan.

“Karena dia adalah kakaknya Diandra.”

Pandangan mencemooh Adrian layangkan. “Lalu, hanya karena dia, kakak Diandra. Kamu membiarkan dirimu dihajar habis-habisan? Cinta boleh, tapi jangan tolol. Ada saat di mana kamu justru harus bisa melindungi dirimu sendiri sebelum melindungi gadis yang kamu cintai.”

Shaun hanya bisa meringis karena sindiran Adrian. Tapi memang benar apa dikatakan pria itu. Harusnya ia bisa melindungi dirinya dari serangan Devan. Bukan membiarkan pria itu menghajarnya dengan brutal.

“Terus bagaimana sekarang hubungan kalian?”

Shaun mengendikkan bahu. “Saat ini aku juga bingung. Ingin maju tapi pasti akan sulit. Mundur pun rasanya berat.”

Tanpa bisa ditahan Adrian tertawa. Tak menyangka sahabatnya yang sudah kepalang tua malah merasakan jatuh cinta pada gadis muda. Layaknya ABG yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Tapi satu sisi Adrian merasa senang. Sejak perceraian dengan mantan istrinya, Shaun memang berubah drastis. Pria itu tak lagi percaya pada cinta. Hidupnya hanya diisi dengan kesenangan bersama wanita berbeda tiap waktunya. Namun ketika bertemu dengan Diandra, Adrian seperti melihat Shaun yang dulu kembali.

“Aku nggak tahu harus membantu apa. Hanya saja, jika kamu merasa itu pantas, maka silakan berjuang. Tapi untuk hasil akhirnya, serahkan pada takdir. Kalau kalian memang berjodoh, pasti akan bersatu. Tapi jika tidak, kamu harus rela melepaskan Diandra,” pesan Adrian.

Pria itu kemudian berpamitan pada Shaun karena memang harus segera berangkat ke kantor. Namun Adrian berjanji akan datang sore nanti selepas bekerja. Meski Shaun sudah melarangnya karena ia bukan anak kecil yang tak bisa mengurus dirinya sendiri. Namun Adrian tetaplah si keras kepala yang tak akan mendengar larangan dari Shaun.

Sepeninggal Adrian, Shaun kembali membaringkan tubuhnya. beristirahat sejenak menunggu waktu sarapan tiba. Meski sebenarnya ia bisa saja keluar dari rumah sakit. Tapi seperti kata Adrian, ia butuh memulihkan tubuhnya lebih dulu. Ia harus kembali dalam keadaan fit. Agar bisa berjuang untuk Diandra.

...

Note : sedikit? maaf, hehehe. Kuusahakan nulis tiap hari agar bisa cepat kelar. masih kuat puasanya kan? Yosh! Berjuang buat yang berpuasa ya!

Ps : makasih koreksi typo dan lainnya

Rumah, 07/19/05

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top