Bab 11
Taman kanak-kanak yang Will datangi tampak biasa, tak ada sesuatu yang istimewa. Sebelumnya, dia dan kelompoknya keluar dari pintu fasilitas terdekat yang terkoneksi Ruang Iblis, mereka menyebar di sekitar, masing-masing menuju spot berbeda.
Will mengamati sekeliling. Tempat pendidikan tersebut didominasi oleh penghijauan berupa pohon-pohon buah; mangga, belimbing, alpukat, jambu air, dan jambu biji. Hanya ada tiga gedung di sana; yang besar di tengah merupakan ruang belajar nan terbagi empat, tiap-tiapnya memiliki papan bertulis 0-A1, 0-A2, 0-B1, dan 0-B2; gedung kecil di samping adalah ruang guru dan kepala sskolah; sedang bangunan lain ialah kamar mandi.
Bagian yang Will hampiri yaitu kelas dengan pintu 0-A1. Perlahan, tetapi pasti, dia mendekat. Kepalanya melongok, mendapati seisi kelas tampak sepi, tetapi dapat dilihat tanda-tanda habis dipakai untuk kegiatan. Laki-laki berambut hitam pendek itu memasuki ruangan, menelaah tiap-tiap sudut. Dia juga menggunakan aplikasi kamera khusus di gawainya, yang didapat ketika bergabung Ruang Iblis, untuk menyingkap sesuatu tersembunyi yang seharusnya tersingkap.
Akan tetapi, tidak ada apa-apa di sana. Will tak menemukan satu pun petunjuk. Dari penjelasan Mas Seng, Ala yang menjadi dalang kasus ini memiliki ciri khas tertentu yang menyerupai Ruang Iblis.
Sebelumnya, saat berkumpul di Ruang Iblis, Mas Seng membeberkan bahaya yang bakal mereka lawan.
"Kemungkinan kita berhadapan dengan Ala yang bisa berpindah tempat, bermain-main dengan ruang dan waktu. Mirip seperti Ruang Iblis, Ala ini memiliki kemampuan teleportasi."
"Teleportasi?" tanya Will.
"Iya, ada kemungkinan besar Ala ini memindahkan semua murid dan guru dalam satu tempat ke tempat lain dengan mengabaikan aturan ruang dan waktu, sama seperti saat saya menggunakan Ruang Iblis untuk memindahkan kalian. Setelah mengetahui pola ini, yang harus kita lakukan adalah mencari tempat yang dijadikan pemindahan oleh Ala itu. Ini tidak mudah."
Will mengangguk. "Seperti itu, ya ...." Setelahnya, semua orang di ruangan bersiap.
"Kupas tuntas Ala!"
Kembali ke masa sekarang. Merasa tak menemukan sesuatu yang berguna, Will keluar dan bergabung kembali dengan teman-temannya.
Mereka mendiskusikan tentang hasil yang didapat. Namun, tak ada kemajuan.
"Kalian menemukan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk?" Will bertanya.
"Tidak, Will," jawab salah seorang di antara mereka. "Tidak ada yang menemukan petunjuk. Kita sudah mengelilingi seisi TK, tapi hasilnya nihil."
Manakala mereka tak menjumpai satu pun titik terang, semuanya diliputi putus asa. Terlebih, semua orang tak bisa kembali begitu saja sebab pintu Ruang Iblis penghubung menghilang dari arah mereka muncul.
Will berdecak frustrasi. Dia mengeluarkan gawai dan menekan nama Mas Seng. Namun, yang dibutuhkan tidak bisa dihubungi. Lagi-lagi dia mengeluarkan bunyi decak dengan mulut.
Beberapa temannya menatap dengan sedikit keraguan. Perempuan bertindik telinga bergerak ke depan, agak memasang wajah sinis.
"Kau yakin di sini tempatnya?" tanyanya, ketus.
"Aneh sekali .... Radar Ren seharusnya tidak memeleset," gumam Will.
Tak menyerah dengan berpegang pada insting kawannya, Will menyebar informasi ke penduduk sekitar dan orang-orang di kontaknya, berharap menemukan sesuatu. Pacarnya juga ikut dihubungi.
Mereka memutuskan tetap mencari sampai menyongsong petang. Ada yang bertanya ke warga yang berjalan sore, mengetuk pintu rumah-rumah, mencegat ojek yang lewat.
Senja raya tiba, langit telah berubah oranye dan mulai ditelan kegelapan. Burung-burung kembali ke sarang berkicau di angkasa.
Kala itu, seorang rekan akhirnya berhasil memperoleh informasi dari salah satu warga. Will yang menanyakan lebih detail.
"Boleh diceritakan apa yang Bapak tahu?" tanyanya.
"Ah, iya. Aku ingat dulu ada pohon kepuh setinggi 50 meter sebelum taman kanak-kanak itu dibangun. Pohon kepuh, yang konon dijuluki sebagai rumah genderuwo. Kau tahu itu? Hantu yang ditakuti anak-anak dengan tubuhnya yang tinggi besar dan hitam berambut lebat. Warga sekitar sering melihat penampakan ketika lewat di sana. Pohonnya tinggi sekali. Kami heruntung saat penebangan tidak ada yang kemasukan atau hal-hal aneh. Ah, iya. Sekarang di mana, ya, pohon itu? Aku yakin masih di sana, tapi aku tak pernah melihatnya," kata warga beridentitas pria paruh baya itu.
Will bergegas kembali ke taman kanak-kanak bersama yang lain. Dia menyadari bangunan kamar mandi terlalu besar untuk didirikan, ada yang ganjil. Ternyata di bagian belakang sengaja tertutupi sebuah pohon yang rejuvenasi setelah ditebang silam. Beberapa tahun telah berlalu sejak saat itu.
Perawakan pohon tersebut tinggi, dengan ukuran batang dan cabang-cabang yang besar, berakar sangat dalam membentuk mangkuk, disebur akar banir. Kulit kayu bertekstur sedang, berwarna putih kehitaman, kayu gubal berwarna putih, kayu teras bergaris-garis berwarna kuning bertekstur halus. Daunnya bertipe majemuk menjari, bertangkai, berkumpul di ujung ranting. Anak daun berjumlah banyak jorong lonjong dengan ujung dan pangkal meruncing.
"Jadi ini pohon kepuh ...." Semua orang di sana terkesima menyaksikan pohon raksasa di waktu magrib.
Namun, ini bukan waktunya berdiam diri. Will segera mengarahkan gawai ke batang pohon berdiameter hampir satu meter, dengan kamera khususnya dia berhasil menemukan daun pintu bercorak khas. Pintu kayu berlapis pernis, hiasan tertempel di bagian atas. Tertulis nama kelas di tengah. Gagang pintu berlumur cairan merah.
Pintu dibuka.
Di dalam, anak-anak kecil beserta dua orang guru wanita tampak lusuh seperti tidak makan dan dehidrasi berhari-hari.
Namun, kelompok Erika dan Krista yang menemukannya. Itu semua berkat Will yang memberi tahu prediksi Ren. Mereka menelepon Will balik.
"Will ... ?"
Sementara itu, Will membelalak. Dia dan kelompoknya sudah memasuki ruangan kelas taman kanak-kanak, tetapi tak menemui siapa pun di sana. Hanya saja, keadaan tampak berantakan. Meja serta kursi bergeser, tempelan-tempelan di dinding terlepas dan tersebar di atas lantai. Mereka menelaah seisinya.
Will merasa sesuatu nan familier. Tatanannya, barang-barang, suasana.
"Gawat! Ini kelas yang sama dengan TK itu!" serunya.
Di sisi lain, sebelum matahari terbenam, Ren berdiam diri bersama beberapa remaja yang merupakan bawahan Ruang Iblis. Mereka memarkirkan sepeda motor di pinggir jalan raya.
Seketika, keadaan menjadi gawat, semua orang terburu-buru pergi mengendarai sepeda motor. Ren ditinggal.
"Tunggu! Motorku mogok!" Laki-laki berambut cepak itu menggenjot pedal gas. Namun, diinjak berkali-kali mesin tak kunjung menyala.
Tiba-tiba ada yang menarik paksa tangannya.
Ren masuk ke suatu ruangan, melihat perempuan pendek, Krista, mencekal lengan. Di dalam ruangan ada sekitar lima orang, kesemuanya berwajah pucat. Beberapa panik melihat monitor sambil menempelkan gawai ke telinga.
Ketika sebuah pintu muncul di sisi dinding, mereka memelesat untuk membuka. Ren ikut penasaran melihat isinya.
Semua orang terbelalak tak percaya.
###
Kudus, 26 Juli 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top