Unus

Dunia begitu banyak menyimpan misteri. Dengan begitu rapatnya, hampir tidak diketahui makhluk hidup mana pun.

Dongeng hanyalah sebatas buku cerita, khayalan anak-anak di masa kecil. Tanpa tahu bahwa ada ribuan makhluk tanpa nama yang menyembunyikan identitas, takut bertemu entitas yang bernama manusia.

Ruang lingkup bagaikan zona. Kamu terperangkap dalam zona nyaman mu sendiri. Tanpa ada niatan untuk keluar dari sana.

Buku dongeng. Penyihir. Hanya sebuah aksara tulisan yang takkan pernah mampu engkau gapai.

Andaikan saja merubah takdir semudah menggores tinta di atas kertas tua itu. Hidup mu tidaklah akan sesulit ini.

Ibumu meninggal dunia tepat ketika hari ulang tahun pertamamu dirayakan. Meski kamu tidak yakin karena fotonya tidak kamu temukan di lembaran mana pun. Wajahnya misteri, bagai jejak kaki di novel sherlock holmes. Bahkan setitik peninggalan hanyalah sebuah kalung yang liontinnya seperti pecahan baru kerikil berwarna biru.

Ayahmu sibuk bekerja hingga mungkin lupa jika ia memiliki rumah. Entah apa yang sedang lelaki tua itu kejar, bahkan uang bukanlah prioritas utamamu saat ini.

Atau mungkin kamu menduga jika sang ayah hendak mencari uang untuk menjadi mahar si janda tua bermulut bebek itu.

Wah, sialan. Bahkan selembar uang berwarna hijau lime itu akan terlalu mahal untuk wanita ular itu.

Mungkin ayahmu butuh ke dokter jiwa. Ayahmu bisa saja kerasukan hantu uang. Atau pelet wanita itu sekuat magnet kutub.

Kamu berpikir untuk melarikan diri. Berharap sang ayah sadar akan kesalahannya pada putrinya. Meski mungkin hal itu terlalu mustahil untuk dicapai hanya dalam semalam. Bahkan candi tidak selesai meski puluhan jin membantunya.

Melompat melalui jendela kamar di malam hari. Kamu membiarkan jendela itu terbuka. Mengingat bahwa seseorang akan disalahkan karena ia lalai menjaga seorang gadis muda.

Rambut hitammu berterbangan karena hembusan angin malam yang memanjakan kulit. Mata biru lautmu memandang langit gelap penuh bintang yang gemerlapan tatkala langkahmu sudah cukup jauh dari perkotaan.

Bukit besar adalah tujuanmu. Sekaligus menguji nyali, kamu mencoba untuk melihat-lihat hutan ini. Meski sekeliling penglihatan hanya ada batang pohon menjulang.

Semakin masuk ke dalam. Semakin tinggi rumput ilalang yang menghadang. Hingga ragamu tertelan dalam gulita dan rumput-rumput.

Mencoba mencari jalan keluar. Kamu tergelincir dan akhirnya keluar dari rumput tersebut. Ketika menengadah, yang kamu temukan adalah sebuah kereta api modern dengan seseorang yang menunggu pintu kereta api terbuka.

Batinmu tertegun. Sempat jantungmu berdetak kencang menyadari hal janggal ini. Ada sebuah kereta, di tengah hutan?

Tidak sempat melamun terlalu jauh. Kamu tersentak saat seseorang itu melirik melalui ekor mata, melihatmu. Pikirmu itu adalah hantu, namun melihat kakinya yang menapak di atas tanah, kamu yakin itu bukan sekedar halu belaka.

Diam sejenak. Seseorang itu tidak mengatakan apapun. Memicing diam dengan manik indah sewarna senja yang bercahaya di kegelapan malam.

Ting!

Pintu kereta api terbuka. Seseorang itu berhenti melihatmu, dan masuk ke dalam kereta.

Tanpa berpikir panjang, kamu berdiri dan memanggil.

"Hei!" pekikmu.

Seolah diabaikan. Akhirnya kamu memutuskan mengejar. Saat seseorang itu memasuki cahaya di dalam kereta, barulah kamu sadar bahwa ia adalah seorang perempuan memakai hijab sehitam malam.

Belum sempat tanganmu meraih. Gadis itu membalikkan badan dan bersitatap denganmu, lagi. Manik senjanya membelalak, sementara kamu melangkah masuk ke dalam kereta sebelum pintunya tertutup.

Pats!

Pintu kereta tertutup. Lampu di dalam kereta yang tiba-tiba mati itu, hidup kembali. Hanya untuk menunjukkan bahwa gadis itu menghilang dari hadapanmu. Dan di gerbong panjang ini, hanya ada kamu sendiri.

.

.

.

Perjalanan terasa panjang dan sunyi. Jendela di kereta hanya menunjukkan bahwa dirimu berada di dalam sebuah lorong yang sangat panjang.

Pikiranmu mulai berlabuh kemana-mana. Seperti berpikir bahwa ini adalah kereta hantu. Gadis tadi adalah hantu.

Kamu sudah mencoba menampar dirimu sendiri dan mencubit tanganmu. Tapi, itu malah membuatmu semakin sadar bahwa ini bukanlah mimpi.

Pintu di gerbong depan dan gerbong belakang tidak mau dibuka. Seolah terkunci dengan rapat. Mengintip di kacanya pun sama saja, hanya ada gerbong tanpa isi.

Tidak ada suara pemberitahuan bahwa kereta ini akan berhenti. Seolah-olah kereta ini jalan bahkan tanpa masinis. Tetapi, melihat bahwa ini adalah kereta modern, tampaknya tidak perlu curiga lagi.

Tak lama kemudian. Kereta akhirnya berhenti. Namun, di tempat yang gelap. Pintu kereta terbuka, dan mau tak mau kamu pun harus keluar dari sana sebelum pintunya kembali tertutup.

Aroma hutan dapat kamu cium setelah keluar dari kereta. Pintu kereta pun menutup dan mulai beranjak meninggalkan lokasi. Saat kamu berbalik mengecek, tidak kamu temukan rel kereta api di tempat kereta bernaung tadi.

"Astaga, hantu?"

Entah kamu merinding karena takut atau kedinginan. Kamu segera beranjak untuk keluar dari hutan itu. Mungkin, kamu akan kembali ke rumah untuk sementara karena kejadian aneh ini.

Anehnya, beberapa menit berjalan. Tidak kunjung kamu temukan jalan keluar atau cahaya lampu dari kota mu. Kamu mulai mencurigai bahwa tempat ini bukanlah hutan di tempatmu.

Kamu mulai panik karena suasana begitu sepi dan gelap. Hingga lagi-lagi kamu tergelincir dan tubuhmu berguling hingga sampai di dasar. Sepertinya kamu baru saja jatuh dari tebing yang tinggi.

Kamu mengutuk dirimu sendiri yang nekat pergi ke hutan di malam hari. Andai saja saat itu kamu memilih tempat lain, mungkin nasibmu tidak akan se-tragis ini.

Salah mu karena mengejar seorang gadis asing masuk ke sebuah kereta aneh. Hingga akhirnya terperangkap di hutan yang tidak memiliki ujung ini.

Ragamu kaku, tidak mau digerakkan. Matamu sayu, hendak menutup rapat. Mungkin inilah saatnya dirimu pingsan dan menunggu pagi tiba. Berharap ini semua hanya mimpi dan kamu bisa pulang ke rumah.

"Aku mau pulang ..."

"... Ibu."

Dan sebuah suara asing memasuki telingamu seolah berbisik.

"Selamat datang, Blu."

Begitu matamu tertutup. Kamu mulai merasakan ada yang datang. Suara jejak kaki yang datang bergerombol. Hingga salah satu suara itu bersuara dengan nada kaget.

"Oh! Astaga! Ada mayat!"

"Hei, jaga mulutmu. Sepertinya dia masih hidup."

"Apa dia sedang dikejar? Omong-omong, ayo bawa dia ke sekolah."

"Kamu gila? Bagaimana jika ketua memarahi kita?"

"Kita jelaskan saja situasinya, semoga dia mau mengerti."

Hening beberapa saat. Hingga satunya kembali berujar.

"Baiklah, ayo bawa dia."

Tubuhmu pun di angkat dan di bawa entah kemana.

.

.

.

Kamu membuka mata dan menyadari tengah dalam gendongan seseorang. Begitu kamu bergerak, orang itu melirik ke arahmu. Begitu juga teman di sampingnya.

"Ah, dia bangun."

Kamu meminta turun. Begitu turun dan menepuk bagian bajumu yang kotor. Kamu memperhatikan mereka berdua.

"Terima kasih."

Fokusmu terkunci pada pakaian yang mereka kenakan. Sebuah jubah panjang dengan logo aneh sewarna emas dibordir yang ada di punggung mereka. Lalu, pin membentuk logo berwarna perak.

Keduanya adalah seorang lelaki. Satu bertampang imut dan satunya bertampang dewasa.

"Kamu terluka?" Lelaki bermanik zamrud itu tampak khawatir. Kamu menggelengkan kepala, berkata padanya bahwa kamu baik-baik saja.

Lagi-lagi matamu melirik ke sekitar. Lalu, menemukan bahwa tempat ini sangatlah asing. Dengan ornamen ukiran kayu seperti zaman abad pertengahan. Dan pakaian-pakaian yang dipakai orang-orang berlalu lalang tampak cukup kuno.

"Apa aku kembali ke masa lalu?"

Keduanya menatapmu dengan heran. "Kepalamu terbentur?" tanya lelaki dengan rambut landak. Alisnya naik, seolah mempertanyakan kewarasanmu setelah jatuh terguling di dalam hutan gelap.

"Fang, apa sebaiknya dia kita bawa saja ke ketua? Tampaknya dia linglung." Pemuda imut itu menarik lengan temannya--Fang--dan melihat ke arahmu dengan khawatir. "Aku rasa dia tersesat disini."

Fang tampak berpikir juga. Pasalnya, ketua mereka bukanlah orang ramah yang akan tersenyum menyambut orang lain. Selain mereka berdua yang bisa dimarahi habis-habisan karena diam-diam keluar dari akademi tanpa izin. Bisa jadi ketua juga memarahi mu atau mencurigai mu sebagai mata-mata musuh.

"Tapi Thorn ... kita bisa diberi hukuman berat."

Meski Thorn bersikeras, Fang tetaplah takut pada hukuman ketua. Melihat mereka diam-diam keluar seperti ini, tentu akan mengundang murka.

Dan kamu pun cuma sebatas orang asing yang tidak mereka ketahui identitasnya. Niatmu ingin pergi saja, tetapi suara lengkingan Thorn membuatmu terkesiap kaget.

"Aku tahu!"

Begitu tatapanmu dan Fang sama-sama melihat ke arah Thorn yang tampak berseri. Seolah mendapat petunjuk baru yang membuat mereka terbebas dari jeratan hukuman. Bahkan kilauan itu hampir membuat silau matamu.

"Kita serahkan saja ke Aru!"

Fang menepuk jidat. Entah pertanda baik atau pertanda buruk. Meski dirimu bertanya-tanya tentang siapa sosok Aru ini. Mungkin adalah penyelamat yang bisa membantu mereka terbebas dari hukuman ketua.

"Yah, itu lebih dari cari mati."

Dan kamu pun menurunkan ekspetasi mu.

"Aduh, terus gimana? Ayo kamu bantuin bikin rencana." Thorn menyuruhmu mendekat dan ikut berpikir. Masalahnya, kamu bahkan tidak kenal mereka siapa. Bahkan ketua dan Aru yang sedari tadi mereka bicarakan.

Daripada begini, lebih baik kamu kabur saja.

"Hei--"

Repot-repot mendengar mereka. Kamu juga tidak menemukan petunjuk. Akhirnya, kamu memilih melarikan diri dari mereka berdua. Entah kemana kamu berlari, tampaknya kedua orang itu tidak mengejarmu.

Merasa mulai jauh dan tersesat. Kamu berhenti. Kamu melihat sebuah gerbang besar dengan ukiran unik memenuhi penjuru pintu. Gerbangnya menjulang tinggi, terlalu tinggi dan besar untuk manusia biasa seperti dirimu.

Tetapi tunggu, sepertinya kamu baru saja menyadari satu hal yang aneh.

Gerbang itu sedikit terbuka. Dan sedari tadi, kamu tidak menyadari bahwa orang-orang yang berada di sekelilingmu menggunakan sihir.

Ada yang terbang dengan sapu sihirnya. Ada yang mengangkat barang dengan rapalan sihirnya. Bahkan tongkat panjang yang mengayun-ayun bagai konduktor di ranah ruang musik.

"Kamu disini."

Terlalu terhanyut dan bingung oleh suasana. Tahu-tahu tanganmu digenggam erat oleh seorang pemuda asing bermanik semerah darah. Rambutnya hitam legam bagai malam. Tatapan matanya tajam, kemudian tanpa sadar, kamu terhipnotis dalam tatapannya.

Kamu terhuyung dan jatuh. Lelaki itu menangkap mu.

Matamu melirik pada jubah yang ia pakai. Sama persis seperti milik dua orang tadi. Namun berbeda pada pin, karena lelaki ini memakai pin berwarna emas mengkilat.

Setelah ia menarik mu. Pandanganmu pun gelap, dan kamu tidak sadarkan diri.

.

.

.

***tbc***

A/n:

Mengayun bagai perahu.

Wah, tidakkah vibesnya menjadi lebih terasa sekarang. Tidakkah kamu terhipnotis--

Aru dan Arie. Karakter ini akan menjadi lebih misterius dari sebelumnya.

Cobalah untuk menerka. Sebelum bahaya itu muncul dan mulai melahapmu dalam gulita.

[31.05.23]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top