6. Her
"I need to see her again"
***
Ara
"Kau kemana saja, bodoh?" Soojin menyambutku setibanya aku dipintu gedung dormitory. Aku hanya menyeringai memperlihatkan senyumku sambil merapikan rambutku.
"A-ah mianhe Soojinnie, ditengah jalan aku diganggu orang mabuk."
"Bwo? Gwaencanayo? Yaa kenapa tidak menelfonku?" tanyanya khawatir.
"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja sungguh. Ada yang menolongku tadi, kurasa dia juga KU student." ucapku lalu menoleh kebelakang melihat apakah Taehyung masih ada disana atau tidak. "And... he's gone." gumamku.
"Syukurlah kau baik-baik saja. Hana menunggumu tapi kau terlalu lama dan ia baru saja pulang." Soojin memeluk lenganku dan kami kemudian berjalan menuju kamar kami. Hari semakin larut dan wajar jika Soojin khawatir mengapa aku tidak juga kembali. Setelah menyusun makanan ringan yang kubeli di lemari, aku membersihkan diriku dan bersiap untuk tidur.
Soojin masih duduk dikursinya berkutat dengan laptop dan headphone yang disematkan di telinganya. Soojin adalah tipe orang yang aktif dimalam hari. Pertama kali aku melihatnya, aku bertanya berapa jam ia tidur dalam sehari. Ia tersenyum.
"Aku suka belajar dimalam hari dan akan mengantuk sekitar jam 3 pagi." ucapnya waktu itu. Berbalik denganku, aku akan terbangun pada saat ia tidur. Aku mulai merasa terbiasa sekarang, melihat ia baru akan tidur ketika aku terbangun.
Bahkan aku mulai mengikuti jam tidurnya sekarang.
Aku menarik selimutku, memeluk tata dan menutup mataku mencoba tidur. Namun lagi-lagi pikiranku kembali ke Park Wooyoung, ayahku. Rasa kantuk mulai perlahan menutup mataku.
Aku akan mencarinya. Tak perlu menyebutkan siapa diriku, aku hanya ingin memberikan salam padanya and see how it's going from that.
###
Taehyung
"Hyung?" Jungkook memastikan ketika pintu dormnya terbuka. Raut wajahnya berubah lega ketika melihat sosokku memasuki kamarnya.
"Kau sedang menunggu seseorang Jungkook?"
"Aniyo, aku memberikan passcodeku ke 6 orang sekaligus jadi sulit untuk menebak hyung mana yang masuk kamarku." Aku tekekeh mendengar jawabannya. Aku menaruh belanjaanku dimejanya, mengeluarkan dua kaleng pepsi dan menaruhnya satu di meja dekatnya dan membuka kaleng satunya lagi untukku kemudian duduk ditempat tidurnya.
"Lalu ada apa dengan wajah legamu ketika aku masuk?"
"Karena jika Namjoon hyung yang masuk aku tidak siap dengan pertanyaan yang ia lontarkan dari catatan kuliahku." Kami sama sama tertawa mendengar jawabannya. Namjoon hyung adalah alasan ketiga mengapa nilaku harus diatas rata-rata setelah kedua orangtuaku.
Aku ingat tahun pertamaku, aku dan Jimin setiap malam akan berkumpul di dorm kami. Lalu Hyung akan meminjam catatan kami dan menanyakan pertanyaan dari sana. Aku dan Jimin berada di departemen yang berbeda namun itu tidak membuat Namjoon hyung berhenti berlagak seperti guru les.
"Dulu Jimin pernah mencoba untuk tidak mencatat sama sekali agar Namjoon hyung tidak menanyainya." ucapku disela sela tawaku. "Hyung lalu mengadu pada ayahnya Jimin."
" That is worst oh my god."
"Kau bayangkan saja semenjak itu Jimin menjadi mahasiswa dengan nilai paling cemerlang se departemen Ekonomi dan bisnis." Jungkook semakin tergelak mendengarnya.
"Yaa thanks to Namjoon hyung thou."
"Oh man he didn't felt thank you at all." jawabku tergelak.
"Namjoon hyung menyebalkan sekali." Rengek Jungkook. Aku mengangguk menyetujuinya. Setelah ia meminum pepsinya ia kembali bertanya. "Jadi, apa yang membuatmu kemari, Taehyung Hyung?"
"Ah ya, about that." Aku menegakkan dudukku. "Aku melihat kekasihmu tadi."
"Siapa?"
"Soojin." Jungkook seketika memutar bola matanya.
"Berhentilah merundungku dengannya hyung. Bagaimana jika Jin hyung benar benar mengira bahwa aku mengencani adiknya?" ujarnya kesal. Mengalihkan perhatiannya kepada laptopnya.
"Aku yakin Jin hyung akan merasa bersyukur." Jawabku.
"Aish."
Sepertinya ia sedang membuat film pendek, mungkin tugas kuliah atau hanya vlog pribadinya. Menjodohkan Jungkook dengan adik Jin hyung adalah hal yang kulakukan berdua Jimin jika kami hanya bertiga. Membual besar bercanda tentang bagusnya hal itu jika menjadi kenyataan, Jungkook berkencan dengan Soojin.
"Kau tidak perlu bekerja lagi karena kau telah menikahi gadis kaya, bukankan itu hal yang bagus ooh Jungkook?" Suatu waktu Jimin menggoda Jungkook.
"Dan Jin hyung pasti akan senang mengetahui adiknya bersama orang yang ia kenal. Kau tidak usah bekerja dan urus saja film pendek bodohmu itu." Aku menambahkan. Jungkook hanya mendengarkannya dengan cemberut dan kedua tangan dilipat didepan dadanya.
Umur mereka yang sama dan dekatnya mereka ketika kami semua berkumpul membuat aku dan Jimin suka merundungnya. Mengingatnya membuat ku tertawa, Jungkook kembali mengalihkan pandangannya padaku, tatapannya kesal. Jika ada Jimin tentu aku tidak akan berhenti. Namun malam ini aku hanya berdua dengannya.
"Oke-oke aku berhenti." Ucapku. "Tapi benar, aku memang bertemu dengannya. Apa semenjak tahun ajaran baru ini kalian belum bertemu?" Tambahku.
"Belum hyung. Semenjak aku diterima dan memulai perkuliahan aku belum bertemu dengan Soojin. Memangnya ada apa?" Tanyanya.
"Tidak, hanya saja aku bertemu dengan- mungkin roommatenya. I was just wondering if you know her too."
"I don't." Kemudian ia menatapku.
"What?"
"Hyung kau harus mengontrol hormonmu itu. Jangan mengikuti apa yang didalam celanamu itu katakan." Jungkook menggelengkan kepalanya.
"Yaaa kau kira aku hypersex oh? Aku bertanya bukan karena hal itu, idiot. Aku hanya penasaran." Jungkook hanya tertawa.
"Aku akan memberitahu Soojin bahwa kau mengincar roommatenya."
"Coba saja jika kau ingin mati." Aku memukul pundaknya dengan kepalan tanganku. Ia mengelak dan mengelus pundaknya. Gurauan kami memang sampai pada hal berbau sex, namun Jungkook tahu hyung nya ini tidak mungkin seperti itu. Seperti aku yang tahu Jungkook memang tidak memiliki perasaan apa-apa kepada Soojin lebih dari teman dekat. Namun rasa ingin merundung itu tidak dapat dibendung.
"Ngomong-ngomong hyung." ia kembali menghadapkan kursinya padaku. "Apa kau mengikuti program yang dirancang oleh departemen musik? Mengenai penerimaan murid lintas departemen yang bekerja sama dengan departemen seni?"
"Ya. Aku rasa semua dari kita akan mengikutinya. Lagipula tidak akan diambil nilainya. Hanya have fun memenuhi konten web universitas bukan?" aku balik bertanya. Ia mengangguk.
"Aku rasa aku akan mengikutinya juga." aku tersenyum setuju.
###
Ara
Aku berpikir dengan siapa aku akan menanyakan dimana persisnya Dean Room atau singkatnya dimana Prof. Park Wooyoung. Aku tidak terlalu memikirkan hal itu ketika aku berjalan kesini. Sendirian. Duduk tertunduk menatap sneakers putihku. Hari ini aku tidak memiliki kelas, menjadikan hari ini waktu yang tepat untukku mencari ke departemen sebelah.
Aku juga tidak yakin akan langsung bertemu dengannya sebenarnya. Tapi kucoba saja. Hari ini juga tidak terlalu dingin, sehingga aku hanya memakai sweater hijau mint, rok lipit berwarna coklat dengan panjang sebetis lalu memakai legging hitam didalamnya. Rambutku kubiar tergerai untuk menghangatkan leherku.
Tak lama setelahnya aku melihat beberapa orang paruh baya berjalan sambil berbincang masuk kedalam lobby departemen Ekonomi dan bisnis. Tanpa banyak berpikir kuikuti mereka dari belakang. Walaupun aku tidak melihat apakah Ayah berada ditengah-tengah mereka namun aku menduga aku akan menemukan ruangan dekan jika aku mengikutinya.
Benar saja. Kini pintu ruang dekan telah berada didepan mataku. Mereka kurasa adalah profesor dari departemen ini yang sedang menuju ruangan bimbingan yang tepat berada disebelahnya.
Degdeg... degdeg... degdeg...
Hatiku benar-benar tak karuan sekarang. Apakah ayah ada dialam?
Baiklah, aku akan mengetuk pintunya, memperkenalkan diri, membungkuk lalu pergi. Oke baiklah, Park Ara tenangkan dirimu. Ini kesempatan sekali seumur hidup, memberikan kesan yang baik kepada orang yang belum pernah kau temui, ayahmu.
Aku baru akan mengetuk pintu kayu besar itu, ketika secara tiba-tiba pintu itu terbuka.
Menampakkan sosok yang ingin sekali kusapa. Kuduga ia sedikit terkejut karena mendapati ada seseorang saat ia membuka pintu.
"Ye?" ucapnya menungguku untuk berbicara.
"Ah a-annyeong haseyo." aku dengan gagap menundukkan badanku. "Choneun Park Ara imnida, mannaseo pangapseumnida (senang bertemu dengan anda)"
"Oh, ya, senang bertemu denganmu. Ada perlu apa ingin menemuiku?" tanyanya lugas.
"Ah saya kemari hanya ingin memberi salam kepada anda. Saya mendengar pidato anda saat pembekalan beberapa minggu lalu. Saya mahasiswa tahun pertama, dan pidato anda sangat menginspirasi saya."
Bagus Ara, hal pertama yang kau katakan kepada ayahmu adalah kebohongan yang mutlak
"Ah kau berlebihan, tapi aku bersyukur jika kau merasa terinspirasi. Terima kasih, perkataanmu benar-benar membuatku senang. Apa kau dari departemen ini?" aku menggelengkan kepalaku menjawab pertanyaannya.
"I'm from social development and welfare department, i'm an international student. I'm from In-"
"Indonesiaseo?"
~🌻~
Thank you for reading💜💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top