5. Him

"You save me, when i can't help myself"

***

Ara

Semuanya begitu cepat terjadi bagiku. Literally fast, more like a roller coaster.

Baru saja aku gembira dengan perkuliahan di minggu pertama dan teman baruku, kini aku dihadapkan dengan fakta bahwa tidak perlu menunggu waktu lama untuk bertemu dengan ayahku. Profesor dari departemen di kampus tempatku berkuliah. Aku senang, namun tak kukira akan secepat ini.

Aku tidak mengingat apa yang Park Wooyoung sampaikan saat acara plenary itu, yang ku ingat hanya senyumannya yang beberapa kali kulihat ketika Park Wooyoung menyampaikan pidatonya. Senyum yang sama dengan yang kulihat pads foto-foto yang sengaja kucari dikamar Ibu. Yang kutahu Ibu berusaha sekali untuk menyembunyikannya dariku.

Aku memutar kembali kejadian saat plenary pagi itu dikepalaku, berulang-ulang sembari berpikir apakah aku harus memberitahu ibu atau tidak.

Sudah seminggu sejak plenary itu, namun wajah Park Wooyoung, ayahku, dan kejadian saat itu masih membekas dibenakku.

"Arayaa" Panggil Hana menyadarkanku dari lamunanku. Dengan cepat kutegakkan kepalaku kearah suaranya.

"You're spacing out. What's wrong?"

"Nothing's wrong" gumamku. Berharap Hana akan puas dengan jawabanku. Sore ini kami berkumpul di kamarku dan Soojin. Kami sepakat setelah kelas selesai untuk langsung pulang dan meminta Hana untuk datang kekamar.

Aku mengetahui dari ceritanya bahwa ia memilih single dorm room, sehingga kamarnya terletak digedung sebelah gedungku dan Soojin. Aku akan mengambil single room pada awalnya, namun akuberpikir untuk tidak lagi bersikap 'introvert' dan memilih untuk memiliki roommate.

"Dan ternyata rasanya begitu sepi, jadi aku akan datang kemari setiap hari?" ucapnya.

"Kalian tidak beniat ingin memberiku passcode kamar ini oh?" Tidak masalah untukku, dan kurasa Soojin juga merasa baik-baik saja. Mau bagaimana lagi, kami secara ajaib sudah merasa nyaman satu sama lain.

"Aku tidak percaya padamu" Ucap Soojin datar, disambut dengan tatapan tak percaya Hana.

Aku tahu Soojin hanya bercanda.

"Yaah apa maksudmu oh? Berapa batang emas yang kau simpan dibawah tempat tidurmu itu sampai-sampai aku tidak boleh memiliki passcode mu"

"3 batang"

"Yaa jinjja?" Hana membelalakkan matanya pada Soojin. Tawaku tak terbendung. Soojin ternsenyum tipis melihat Hana yang menganggap perkataanya serius. "Yaaaa kalian bercanda ternyata!"

"134340. Kau boleh sentuh semua barangku kecuali laptopku, kau mati jika menyentuhnya" ucap Soojin pada Hana. Mendengar itu Hanna tersenyum lebar dan menyatukan ujung jari telunjuk dan jempolnya membentuk 'OK'. Aku tahu ucapan Soojin untuk tidak menyentuh laptopnya tidak main-main.

"Oppa juga dulu begitu dengan teman-temannya. Jadi kurasa akan aman-aman saja" Ujar Soojin lagi.

"Soojinniie, kenalkan aku dengan oppa mu"

"Aish dasar. Tunggulah, dia terlalu sibuk" Soojin menatap Hana dengan tidak percaya. Aku yang melihat mereka hanya bisa memutar bola mataku. Pikiranku belum sepenuhnya disini. Bayangan Profesor Departemen Ekonomi dan Bisnis masih berkeliaran dikepalaku.

Melihat Soojin yang sedang mendengarkan lagu dan Hana yang membaca webtoon, kuputuskan untuk mencari udara segar diluar. Mengosongkan pikiranku. Aku bangkit dari dudukku, memakai mantel dan syalku.

"Odiya? (Kemana?)" Aku melirik Soojin yang melihatku bersiap-siap.

"Out, get some fresh air. Kau jangan pulang dulu sebelum aku pulang, arraseo?" ujarku pada Hana yang dibalas dengan anggukkan tanpa melepaskan matanya dari layar ponselnya.

Bu, bagaimana kabarmu? Hari ini dikelas ada kuis.

Aku telah bertemu ayah.

Delete

Ibu apa kabar?Aku tak sengaja bertemu ayah. Ia profesor dept. Eko bisnis.

Delete

Ibu, aku telah menemukan ayah.

Delete

Park Ara apa yang harus kau lakukan hah?

Lama aku menatap layar ponselku sembari mengetik, menghapus, mengetik kembali, dan lalu mengapusnya lagi. Tidak yakin dengan apa yang harus kukatakan pada ibu, dan bahkan aku tidak yakin apakah aku harus memberitahunya.

Kusimpan ponselku kembali kedalam saku mantelku sambil berjalan melintasi pelataran toko yang sudah tutup. Tentu saja, ini jam 12 malam. Hanya mini market 24 jam yang buka pada jam jam seperti ini, tempat yang ingin kutuju sekarang.

Ah, ini ide yang buruk ternyata.

"Yaa yeoppo (cantik)" Kudengar suara dari ujung jalan yang tengah kulalui. Badanku kaku seketika, terdiam berdiri di bawah sinar lampu jalan. Tanganku kusimpan didalam saku mantelku, dengan tangan kiri memegang ponsel bersiap menelfon. Dari cara jalannya yang tidak lurus, membungkuk dan tergopoh-gopoh...

Dia mabuk

Aku melihat pria itu walau perlahan ia berjalan mendekatiku. Tapi entah mengapa, kakiku sangat berat untuk digerakkan, bibirku kaku untuk berteriak. Dalam beberapa detik ia mencengkram kedua pundakku dan mengehentakkan badanku kesalah satu pintu pertokoan yang tertutup. Bau alkohol seketika merasuk kedalam hidungku. Sungguh aku pernah menemani Yuni minum hingga mabuk namun baunya tidak pernah sekuat ini.

"L-let go" gumamku mencoba lepas dari cengkramannya.

"Oohh wajah mu korea..." ia menatapku sambil menyeringai "Tapi kau orang asing. Orang asing yang cantik" kemudian ia tertawa menyeramkan.

Air mata telah berada diujung mataku saat kemudian secara tiba-tiba badanku tersentak dan cengkraman pria mabuk itu tidak terasa lagi dipundakku. Berganti dengan sosok yang seolah-olah menghadang pria mabuk itu dariku. Menyembunyikanku.

"Ka (Pergi)"

Suaranya rendah, berat dan dingin, singkat namun jelas membuat pria mabuk itu ketakutan dan pergi. Aku akan melakukan hal yang sama jika suara itu ditujukan untukku. Maksudku, suaranya saja sudah cukup mengintimidasi. Beberapa saat setelah pria itu pergi ia masih menghadapkan punggungnya padaku.

Aku menutup kedua mataku, menghela nafas dalam. Kedua tanganku kudekap didadaku mencoba menenangkan degup jantungku yang tak karuan. Kakiku terasa lemas, dan ketika sudah tak sanggup lagi menahan berat tubuhku, sepasang tangan memegang pundakku menahanku agar tidak terjatuh.

"Gwaencanayo?" ucapnya khawatir.

Aku membuka kedua mataku, untuk kemudian memandang dua pasang mata coklat tua, seperti hazelnut. Mudah melihatnya karena kami berdiri tepat dibawah lampu jalan yang menyinari kami berdua. Mata yang indah, ditambah dengan bulu mata dan alis yang tebal. Menatapku, menungguku memberi jawaban.

"O-oh, aku b-baik baik saja. Gwaencana" raut wajahnya berubah lega dan kemudian melepaskan tangannya dari pundakku.

"K.U Student?" aku mengangguk.

"Kau bisa berjalan?"

"O-oh" ucapku mengiyakan pertanyaannya.

"Baiklah" ucapnya. Ia lalu berjalan mendahului ku, lalu menatapku lagi, mengisyaratkan aku untuk mengikutinya. Aku berjalan dengan gagap mengikutinya.

"Gomawo" ucapku sambil membungkukkan pungguku kearahnya.

"Tidak apa-apa. Kuduga kau bukan orang Korea, International Student?" aku mengangguk lagi. Ia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Apa yang kau lakukan malam-malam seperti ini, kukira kau tahu akan ada pria seperti tadi berkeliaran pada jam-jam seperti ini" tambahnya.

"Aku tidak tau akan semenakutkan itu." bela ku. Ia memutar bola matanya

"Kau mau kemana?" tanyanyaku padanya. ia melepaskan topi merahnya, merapikan rambutnya kemudian memasangnya kembali.

"Aku ingin ke mini market di persimpangan jalan sana tak jauh dari belokan setelah jalan ini"

"Uhm.. b-baiklah" ucapku. Fakta aku kan kembali ke dorm sendirian membuatku terbata menjawabnya. Aku tidak mengenalinya tapi aku yakin ia juga mahasiswa dan tinggal di dorm. Aku berharap bisa kembali bersamanya.

Mendengarnya akan pergi ketempat yang sama membuatku senang, namun aku tak mau kelihatan seperti menguntitnya.

"Baiklah sampai jumpa. Bangapseumnida (senang bertemu denganmu)" Ucapnya riang melambaikan tangannya padaku. kemudian dengan entengnya ia berbalik kemudian berjalan menjauh dariku.

Shit. Ara paboyaaaa

Kumohon berbalik kumohon berbaliklah dan ajak aku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kau ingin ikut?"

Yes!

###

Gadis itu menganggukkan kepalanya dengan cepat dan seketika langsung berlari kecil menyusulku. Aku menyinggingkan senyumku padanya sambil menggelengkan kepalanya. Bukannya aku tidak tahu bahwa dia ketakutan.

Yang benar saja, jika setelah diganggu oleh pria mabuk di negara yang belum ia kenal kemudian bisa kembali pulang sendirian tanpa ketakutan aku akan mengacungkan jempolku padanya.

Sejenak kulirik ia yang tengah berjalan disampingku. Wajahnya tertunduk menatap jalan,kedua tangannya disaku mantelnya. Rambut hitam sebahunya sesekali tertiup angin pelan. Pipinya memerah, dengan suhu yang sebenarnya suhu normal dimusim dingin ini, jika membuat pipinya merah merekah berarti ia berasal dari negara yang tidak memiliki musim dingin. Belum terbiasa.

Aku penasaran akannya. Mantel coklat yang ia gunakan senada dengan sweater berwarna krem muda dan jeans birunya. Tidak semencolok diriku yang mengenakan training merah terang, walau ku padu sweater hitam dan topi merah.

"Uhm" gumamnya, mataku kembali menatap wajahnya. "Aku mahasiswa baru tahun ini, dan kau benar aku harusnya tidak keluar malam malam seperti ini. Dan aku takut untuk pulang sendiri jadi maaf jika aku mengikutimu" aku tersenyum, lebih membenarkan pikiranku sebelumnya.

Dia seusia Jungkook

"Arraseoyo. Aku tahu" jawabku.

"B-but i actually really want to go to minimarket thou"

How kyopta she is right now.

"Ara arayo"

"Aku tidak berniat mengikutimu"

"Ara~~"

"Kau menyebalkan" Ucapnya merengut. aku tertawa lepas mendengarnya.

"Iya,  aku tahu. Sudah, jangan merasa canggung." Aku tidak ingin ia merasa canggung padaku.

Aku ingin ia merasa nyaman bersamaku.

Setelah kaki kami manapaki minimarket ia langsung menghilang dari sampingku menuju rak makanan ringan. Aku kemudian berjalan kearah minuman dingin dan mengambil beberapa soda. Setelah nya aku dan gadis yang tidak kuketahui namanya ini berjalan kembali pulang. Tak banyak yang kami bicarakan selama perjalanan.

"Terima kasih telah menemaniku, dan terima kasih juga telah mengusir pria mabuk tadi" Ia menatapku dan tersenyum. Suaranya terdengar jujur.

"Semoga kita tidak akan bertemu lagi" Ucapnya lagi. Sarkas.

"Yaaah" erangku. Dia hanya tertawa. Matanya seakan hilang saat tertawa, pipinya memerah selaras dengan warna bibirnya. Suara tawanya meninggi mengalun dengan indah.

Gadis ini, dia tidak tahu aku 2 tahun lebih tua darinya. Ia tertawa dan melambai padaku

"Oh aku tidak tahu namamu" Langkanya mendekatiku lagi.

"Ireum i mwoyeoyo? (Siapa namamu?)"

"Taehyung, Kim Taehyung"

"Aku Park Ara" Aku tersenyum padanya.

Park Ara. Aku akan mengingatnya.

"Baiklah, dangsineul dasi bol su isseumnida Kim Taehyung. (Sampai jumpa lagi)" Ia melambaikan tangannya. Aku membalasnya dan ia lalu berbalik membelakangiku. Melangkahkan kakinya ke lobby dormitory utara.

Aku ingin membalikkan badanku untuk kembali berjalan pulang ke dormku kalau saja aku tidak melihat sosok gadis yang menyambut Ara di Lobby. Lama kutatap mereka berdua dari kejauhan, khususnya gadis yang tengah bersama Ara. Seketika aku tersenyum.

Oh kita tentu akan berjumpa lagi




~🌻~

Thank you for reading💜💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top