21. Hidden

"Almost is never enough"


Ara

Jimin memintaku untuk tidak terlalu dekat dengan orang-orang terdekatnya. Ia memintaku untuk tidak menceritakan hal yang menurutnya tidak penting ini kepada mereka.

Baginya tidak perlu mereka tahu bahwa ia memiliki saudara tiri dari negara berkembang antah berantah nun jauh dari Korea Selatan kebanggannya.

Aku tidak keberatan, sungguh. Selama ini aku menceritakan keluh kesahku, termasuk mengenai pertemuanku dengan Ayah pada Soojin. Hanya sebatas itu. Hanya sebatas aku memiliki Ayah disini.

Ia tidak mengetahui bahwa Ayahku adalah Dekan dikampus kami, terlebih ia tidak tahu Ayah Jimin adalah Ayahku juga.

"Sunbae, kau harus terima kenyataan kalau temanmu adalah temanku juga." Kataku akhirnya setelah beberapa detik termenung mendengar permintaannya.

"Mereka temanku juga. Suka atau tidak suka."

Matanya memandang jauh dan badannya bersandar pada kursi. Angin yang masuk melalui jendela tak jauh dari meja kami berhembus pelan memainkan rambutnya dan ia seakan tidak terganggu akan hal itu.

Aku yakin sebenarnya ia ingin mengeluarkan kata-kata kasar atau sekedar membantah perkataanku dengan dengusan atau decakan, seperti yang ia lakukan pada malam itu. Tapi otaknya memaksanya untuk bersikap dewasa dan logis.

Entahlah. Semenjak saat itu ketika aku melihatnya, rasanya mudah untuk menebak dirinya.

"Fine then." Ucapnya kemudian. Pandangannya tidak juga kembali menatapku. "Jungkook dan Soojin sepertinya juga telah dekat denganmu."

"Mereka teman pertamaku semenjak berada disini." Aku tidak berbohong. mereka berdua dan Hana adalah teman pertamaku dan aku tidak berniat untuk berteman akrab dengan yang lain seperti aku berteman dengan mereka. Jimin mengangguk paham.

"Kalau begitu jauhi Taehyung."

.

Kupikir aku akan ditinggal dikedai itu sendirian. Aku terlalu berburuk sangka padanya. Aku mengikuti langkah kakinya dalam diam menuju parkiran. Setelah memastikan aku telah mengenakan sabuk pengaman (Laki-laki itu lama menatapku dalam diam hingga aku tersadar jika aku belum mengenakan sabuk pengaman.) ia baru menjalankan mobilnya. Selama perjalanan pulang aku tertidur.

Ya. Aku tertidur. Aku terbangun oleh tepukan lembut yang beberapa kali menepuk lenganku.

"Sudah sampai." Katanya kemudian. Dengan sisa-sisa harga diri dan kewarasanku aku membereskan rambutku sebentar lalu berdeham kikuk. Bisa-bisanya tertidur dimobil orang yang membencimu, Park Ara. Aku lalu bangkit setelah memastikan tidak ada barangku yang tertinggal.

"Terima kasih atas tumpangannya, Sunbae."

"Ingat permintaanku." Aku mengangguk sopan.

***

"Ah sial. Aku ingin berada dikelompokmu, aish!"

"Hey, minggirlah, dia bersamaku."

"Ayolah aku ingin bergabung disini."

"Kau mau gantian denganku? Aku tidak ingin disini."

"Apa-apaan. Tidak, tidak boleh. Kita sudah full team. Ini sudah sangat sempurna."

"Kau tidak dengar? Kami sudah full set. Enyah sana."

" Hanya kita berdua perempuan dari 5 anggota kelompok. Kuharap kau tidak jauh-jauh dariku yah."

Evaluasi bulanan. Ya. Suasananya selalu se-chaos ini. Brutal. Sangat brutal. Kau tidak akan tahu akan dikemlompokkan dengan siap dan dari grup mana saja. Vokal, tari, dan komposer musik. Bisa 3 hingga 8 orang per kelompok. dari Full performance, dance cover, hingga duet.

Walaupun dibantu oleh yang lain juga, namun keputusan lagu dan aransemen akan dilakukan oleh dia yang dari grup komposer musik, seperti Soojin contohnya. Sayang, dia tidak berada dikelompokku.

Oh, bagian paling brutal pertama, kau tidak akan tahu seperti apa kelompok yang akan kau masuki, dan dari penampilan evaluasi ini perkembanganmu akan dinilai.

Vocal line harus bisa dance, dance line harus bisa bernyanyi, komposer harus bisa dua-duanya

Bulan ini aku berada di kelompok beranggotakan 9 orang perempuan. Bulan lalu lalu aku duet dengan Jungkook lagi. Sangat beruntung. Sepertinya keberuntunganku hanya sampai disitu saja.

Brutal kedua, waktunya hanya 2 jam latihan.

"Hanachan... aku ingin mati saja. Badanku pegal." kami hanya memiliki waktu istirahat selama 30 menit. Kami putuskan untuk benar-benar keluar dari area aula dan berbaring di taman dekat kafetaria.

"Ajak aku bersamamu."

"Kalian lemah." Soojin menimpali.

"Soojin berlindung diketiak Yoongi hyung. Kau pasti tinggal minta aransemen darinya. Kau 'kan kesayangannya." Sela Jungkook.

"Enak saja. Aku juga harus bernyanyi, kau tahu. Setidaknya aku tidak menggunakan visualku untuk mendapatkan kelompok yang kumau."

"Aku tidak seperti itu."

"Jungkook, kau playboy." Ucap Soojin membuat kami tergelak.

"Kau tidak setampan itu, Jungkook."

"Coba katakan itu pada ibuku."

Tidak, Jungkook memang tampan. Kami hanya menggodanya. Maksudku, bagaimana ia tidak, bulu matanya yang sangat lentik membingkai matanya, rambut hitam bak bulu gagak yang setiap diterpa angin selalu berayun dengan indah.

Bibir tipisnya dihiasi tahi lalat yang ketika tertawa akan menularkan tawanya pada orang disekitarnya, menampakkan deretan gigi yang rapi. Ditambah dengan binar matanya seperti anak kecil yang tidak akan bisa kau tolak kemauannya.

Temanku itu memang tampan.

"Ayo, sebentar lagi dimulai." Soojin memutus gelak kami dan berdiri dari duduknya. Berjalan bersama kembali menuju aula untuk evaluasi bulan ini.


"Sugohasyesseoyo!*"

(*Kalian sudah bekerja keras)

"Mereka gila! Apa kau yakin mereka itu bukan trainee agensi yang menyamar dikampus kita?" Hana masih tidak berhenti membicarakan salah satu grup evaluasi tadi. Jujur, aku juga terkesima melihatnya.

"Obeohaji ma*, biasa saja. aku pernah melihat yang lebih dari itu." Timpal Jungkook kemudian menyuap daging yang baru saja matang dari panggangan didepan kami.

(*Jangan berlebihan.)

Tenaga memang terkuras habis tapi syukurlah para mentor tidak berkomentar yang jelek pada grupku. Evaluasi memang selalu kami tutup dengan gogigui (daging panggang). Ada kedai yg bumbu dagingnya sangat enak dan  aku, Soojin, Hana dan Jungkook suka makan disini.

"Dance seperti itu, lalu bernyanyi seperti itu... tidak, tidak. Aku tidak akan bisa seperti mereka."

"Hei, mengapa kalian harus membandingkan diri kalian dengan mereka. Kita memiliki kelebihan yang berbeda-beda."

"Soojin, kau bijak sekali."

"Jika bukan aku siapa lagi?" Jawaban Soojin membuat Hana tertawa sambil mengangguk setuju.

***

"Sampai bertemu dikamar, Arayaa." Ucap Soojin seraya berbalik kearah kampus. Hana dan Jungkook baru saja berpamitan karena ada tugas yang harus dikerjakan berkelompok dengan teman sekelas mereka masing-masing. Sedangkan Soojin mendapat panggilan dari temannya untuk meminta bantuan darinya.

Jalanan menuju dorm tidak sepi. Masih banyak yang berkeliaran menggunakan mantel. Musim sudah berganti lebih hangat namun masih kudapati beberapa orang mengenakan pakaian musim dingin.

Aku sekuat tenaga tidak mengarahkan pandanganku pada Taehyung selama evaluasi tadi. Aku tahu ia melihatku, ingin menyapa, berbicara padaku tapi aku sudah menjahuinya duluan dengan duduk diantara Soojin dan Hana. Ia kemudian duduk disebelah Jungkook. Aku dapat mendengar Jungkook mengomel karena diganggu olehnya. Membuatku sempat tersenyum sebentar.

Tidak apa-apa. Lagi pula Taehyung adalah satu-satunya nama yang ia sebut untuk tidak kudekati. Taehyung teman dekatnya. Aku bukan teman dekat Taehyung. Aku tidak tahu sejauh apa ia tahu tentang kedekatan kami.

Apakah Jimin tahu bahwa aku dan Taehyung akan dengan sengaja pergi ke Perpustakaan untuk mengerjakan tugas? Berharap untuk saling bertemu dan kemudian mengunjungi kedai makan setelahnya?

Awalnya hanya ketidaksengajaan. Setelah tak sengaja berjumpa dengannya, entah mengapa setiap kali aku kesana Taehyung selalu ada. Duduk dimeja yang sama, menyilangkan kakinya seakan ia sudah berada disana cukup lama.

"Kau lagi, kau lagi. kau mengikutiku ya?"

"Teruslah berharap."

"Cari tempat lain sana, ini tempatku."

Ketika ia begitu aku akan dengan kesal berbalik badan dan sedikit menghentakkan kaki sambil mendengar suara tawa yang ia tahan. Aku benar-benar mencari tempat yang jauh darinya untuk megerjakan tugasku.

Tetapi anehnya Taehyung selalu menemukanku. Setiap aku duduk ditempat lain ia akan pindah dan duduk ditempatku juga. Mengendap-endap, dan ketika aku mengalihkan pandangan, ia telah ada dihadapanku seakan ia telah lama disana.

Pernah suatu waktu, ketika aku menemukan meja yang strategis, aku duduk menunggunya datang. Dan setelah ia muncul ia kaget melihat aku memperhatikannya bersusah payah membawa tas dan buku-bukunya. Menahan tawa di perpustakaan saat itu sungguh sulit.

"Ah sial. Diam kau. Kau seharusnya tidak melihatku datang."

"Kau ini kenapa sih, Sunbae?"

"Jangan panggil sunbae. Taehyung. Tae-hyung. Dan ini tempat umum, Arayaa. Aku bisa duduk sesukaku. Geser sedikit barangmu, kau terlalu banyak mengambil space tempat."

"Banyak tempat di perpustakaan yang luas ini kenapa kau harus duduk disini sih?"

"Disini strategis. Tidak terlalu terlihat orang lain."

"Tempat yang sebelumnya kau bilang juga strategis."

"Diam dan kerjakan tugasmu."

"Dasar tukang perintah"

Aku akan selalu tersenyum jika mengingat hal itu. Sekarang aku tidak pernah ke perpustakaan. Aku akan mengambil bahan tugasku di perpustakaan departemenku. Jika tidak ada, aku akan mengunduhnya lewat website.

Langkahku memelan kemudian berhenti ketika aku melihat Taehyung. Aku tidak salah lihat bukan? Ia bersandar pada tiang tak jauh dari pintu masuk. Menunduk sambil memainkan salah satu kakinya kekanan dan kekiri seakan menunggu seseorang untuk datang.

"Ara?"


🌻🌻🌻

(Aku ralat sedikit. Sebelumnya aku menyebut evaluasi mingguan. Setelahnya kupikir-pikir waktunya terlalu singkat. Jadi mari kita tetapkan bahwa evaluasi dilakukan setiap sebulan sekali, dengan jadwal latihan 1 kali seminggu. Ini penting karena storyline nya akan lebih besar pada program ini.)

Terima kasih karena sudah menunggu

Tandai cerita ini di librarymu agar muncul notifikasi update.Jadilah pembaca yg baik dengan memberikan vote dan comment:")

Terima kasih, aku mencintaimu💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top