15. Fall

"Call my name, and i will on my knees for you"

***

Ara

"Aku ingin meminta sesuatu darimu." Taehyung sunbae membuka pembicaraan sesaat setelah kami keluar dari perpustakaan universitas. Aku masih tertinggal dibelakangnya, memandangi kedua pundaknya yang kini menyandang tote bag milikknya dan ransel milikku.

Celana coklat yang sedikit menggantung dimata kakinya itu memperlihatkan sepatu pantofel berwarna hitam. Sepadan dengan baju kaus hitamnya yang dimasukkan kedalam celana, sehingga terlihat rapi. Pundak yang lama kupandangi itu kemudian berhenti dan berbalik, berganti mejadi dada yang bidang. Taehyung sunbae berbalik kearahku. Mungkin karena aku tidak menyahut perkataannya tadi.

"Oh, ya. Meminta apa, sunbae?" tanyaku sambil melangkah mendekatinya.

"Yah. Itu. Itu yang ingin kuminta untuk kau ubah." Ucapnya. Alisnya bertaut dan matanya melebar. Bibirnya tertekuk cemberut.

In a cute way

"Panggil aku dengan namaku jika kita hanya berdua." Ujarnya. "Seperti waktu itu." Kata-katanya mengingatkanku pada kejadian malam itu.

"Entahlah... aku merasa tidak sopan." Jawabku. Taehyung sunbae memutar bola matanya. Lalu mendekat padaku. Membungkuk agar wajahku dapat setara dengannya.

Hilang sudah ritme jantungku.

"Denganku, kau harus mengatakan apa yang kau pikirkan. Denganku, kau boleh memanggilku Taehyung. Mengerti?" Suaranya terdengar pelan ditelingaku namun nyaring masuk kerelung hati.

"Mengapa aku harus seperti itu?" tanyaku polos, mencoba menyembunyikan rasa tersipu dalam diriku. Mencoba untuk tidak terlihat meleleh diluar.

"Karena aku ingin seperti itu." Jawabnya singkat.

Oh

"Terserah kau saja." Ia menungguku. Aku menghembuskan nafas dengan berat sebelum kembali menatap matanya.

"Taehyung." Lanjutku. Senyumnya merekah.

"Bagus." Taehyung menegakkan kembali badanmya dan kembali berjalan. Aku mengikutinya dari belakang. Melihatnya menyandang ranselku, aku sedikit bersyukur karena demi apapun ransel bodoh itu amatlah berat. Atau aku yang terlalu kecil? Entahlah.

Setelahnya hanya langkah kaki kami yang berbunyi dipelataran universitas. Ia masih tetap berjalan didepanku, tidak kugubris. Selama aku masih mendengar langkah kakinya tandanya aku tidak terlalu jauh darinya.

Semakin berjalan badanku semakin ringan rasanya. Ingin tumbang. Perlahan aku memelankan langkah kakiku yang membuatnya semakin jauh dariku.

"Taehyung.... chakkaman (sebentar)" Sahutku pelan.

Taehyung seketika berbalik, mungkin sedikit bingun melihatku melangkah menjauh darinya kearah bangku taman, ia diam mengikuti. Setelahnya kujatuhkan badanku kebangku dan menaruh wajahku diantara kedua lututku sementara kedua tanganku mengusap kakiku. Mencari kehangatan pada gesekan antara telapak tangan dan fabrik celana jeans kulotku. Hawanya semakin dingin ketika Seoul beranjak menuju malam.

"Yah, kita baru berjalan 10 menit. Masa kau sudah K.O." Ucap Taehyung sambil duduk disampingku. Aku bisa merasakan ia meletakkan tote bag dan ransel bodoh itu bawah kakiku.

"Yah, Araya." Panggilnya. Namun aku tetap pada posisi nyamanku. Kepalaku pusing. Aku merasakan telapak tangan besarnya mengusap punggungku.

Aku masih tidak bergeming.

"Yah Arayaa? Wae wae wae wegureyo." Taaehyung kemudian sontak bersimpuh didepanku. Mensejajarkan wajahnya padaku dan menyentuh kedua pundakku. Dasar Taehyung bodoh ini.

"Park Ara? Aiish waegure-" Pertanyaannya terputus saat aku mengangkat wajahku dan menatapnya.

"Kau pucat." Gumamnya khawatir.

"Dwaegoneun (jangan berbicara lagi), Taehyungie." Potongku.

"Kepalaku mau pecah rasanya sampai tidak bisa berpikir. Mataku pedih karena melihat layar laptop seharian dan aku lelah!" Murkaku padanya.

"Dan aku lapar... seharian aku hanya minum air putih..." Gumamku kemudian masih menatapnya.

Taehyung perlahan menutup matanya, menghembuskan nafas lega. Setelahnya ia membuka kedua matanya dan menatapku dengan tatapan yang lebih lembut.

"Benar, seperti itu. Beritahu aku seperti itu." Tangannya memegang kedua pundakku. "Kalau begitu ayo kita makan. Kau ingin makan apa?" Nadanya menenangkanku.

"Aku tidak tahu..." Ucapku lemah menumpukan kepalaku pada tanganku. Taehyung masih bersimpuh dihadapanku, namun kini hilang sudah raut khawatirnya, berganti dengan raut wajah berpikir. Tangannya ia tumpukan pada lututku.

"Jjajangmyeon bagaimana?"

"Aku ingin nasi."

###

Taehyung

"Kalau begitu bibimbap?" Senyumnya perlahan merekah. Mengetahui bahwa Ara ingin bibimbap sontak kepalaku berpikir keras membawa memori-memori tentang nama-nama kedai dengan bibimbap terenak yang berada disekitar sini.

Aku tidak mau ia semakin lama tidak mendapat asupan makanan dengan membawanya kekedai yang jauh. Seharian tanpa makanan dan diforsir untuk mengerjakan tugas kuliah wajar saja membuatnya letih seperti sekarang.

Apa jadinya bila aku tidak ada bersamanya. Anak ini membuatku khawatir saja.

"Baiklah, aku tahu kedai yang menjual bibimbap yang enak disekitar sini. Ayo kita pergi." Kemudian aku berdiri, menyandang tote bag ku dipundak kiriku lalu menyandang ranselnya.

"Sudah duduknya?" ia mengangguk pelan kemudian beranjak. Setelah memperbaiki letak sweaternya yang sedikit terangkat ia lalu melangkah. Aku memperlambat langkahku agar bisa berjalan selaras dengannya.

"Ranselku tidak berat?" tanyanya kemudian.

"Berat."

"Lalu mengapa masih ingin menyandangnya? Sini berikan padaku."

"Justru berat, makanya biar aku saja."

"Kemana perginya savage Kim Taehyung?"

"Savage Kim Taehyung sedang bersembunyi. Ia akan muncul lagi setelah Park Ara sudah baik-baik saja."

###

Jimin

Aku tidak bertemu dengan Ayah semenjak ia datang pada audisi waktu itu. Aku juga tidak menginap dirumah. Akhir-akhir ini aku memilih untuk tinggal didormku bersama Taehyung. Semenjak perkuliahan tahun kedua ini dimulai aku sangat jarang sekali ada didorm.

Karena ibu, yang memutuskan untuk pindah ke Busan sehingga aku selalu dirumah selepas kuliah untuk membantunya berkemas dan menghabiskan waktu bersamanya sebelum ia pindah. Aku tahu pasti mengapa Ibu pindah.

Ayah dan Ibu, mereka tidak pernah terlihat baik sedari aku sudah bisa mengingat. Awalnya aku tidak merasakannya. Maksudku bagaimana bisa anak sekolah dasar menyadari tentang hal disekitarnya.

Waktu itu, asalkan ada Ibu yang selalu menyiapkan bekalku, dan ayah yang selalu datang kesekolah untuk rapat bersama orang tua murid lainnya, maka aku akan senang dan baik-baik saja. Dulu semuanya sangat mudah dijalani.

Beranjak aku memasuki sekolah menengah aku mulai memperhatikan satu dua hal tentang mereka. Setiap hari mereka berkomunikasi dengan sangat formal, dan lain hari mereka akan melontarkan kata-kata kasar. Bukannya aku tidak tahu.

Dan semakin buruk saat aku masuk sekolah menengah atas. Kemudian aku mendengar kata-kata itu.

"Jiminku akan memiliki seorang Ayah yang bertanggungjawab. Bukan Ayah yang menelantarkan Ibunya demi wanita yang tidak seharusnya muncul dan anak yang tidak seharusnya lahir itu."

Dan bagiku, semenjak aku mendengar kata-kata itulah aku tidak bisa memandang Ayah dengan pandangan yang sama seperti dulu. Aku tidak bisa tidak peduli dengan perdebatan mereka seperti dulu.

.

.

.

.

.

.

.

Aku tidak bisa baik-baik saja seperti dulu.

"Chim?" Taehyung melangkah masuk kedalam dorm. Walau aku duduk membelakanginya aku tahu dari suaranya bahwa ia terkejut aku ada disini. "Kau disini?"

"Lalu yang dihadapanmu ini siapa?" aku membalikkan badanku. Taehyung tengah melepas sepatunya, mengeluarkan telapak kakinya yang panjang itu dari sepatunya. Seperti biasa tidak mengenakan kaus kaki.

"Kukira kau tidak menginap. Ibumu bagaimana?"

"Baik-baik saja. Besok aku akan kesana. Aku ada presentasi besok, akan lebih mudah jika aku tidur disini dan tiba dikampus pagi-pagi sekali." Taehyung mengangguk. Aku memperhatikannya menatuh tasnya dimeja, melepas celana dan baju kaos hitamnya, kemudian menggantinya dengan baju kaus putih oversize dan training merah.

"Kau dari mana, Taehyungie?" tanyaku random. Taehyung melangkah kedalam kamar mandi.

"Dari perpustkaan."

"Tugas kuliah?"

"Bukan, berkencan." Suaranya bergema dari kamar mandi.

"Benarkah? Lalu mengapa kau pulang kemari? Harusnya kau dihotel sekarang kan?" Ucapku memancing respon Taehyung.

"Fuck your ass, Chim!" sontak aku tergelak mendengar umpatanya. Kemdian ia keluar dari kamar mandi dengan jari tengah teracung kearahku. Membuatku semakin terpingkal.

"Waeyo? katamu kau berkencan."

"Memangnya aku dirimu?"

"Memangnya aku Namjoon hyung?" seketika kami tertawa terpingkal. Entah mengapa kalau tentang hal-hal berbau sex pasti menjurus ke Namjoon hyung. Mengingat ia pernah bercerita bahwa ia telah menoton film dewasa dari sejak ia masih sekolah dasar.

Tentu saja bukan berarti Namjoon hyung 'aktif secara seksual'- well, kami tidak tahu itu. Itu juga bukan urusan kami. Yang jelas karena pengalamannyalah kami dan Jungkook menjadikannya bahan rundungan. Iya kami memang adikk-adik yang brengsek.

Ditengah tertawaan aku dan Taehyung ponselku bergetar disaku celanaku. Alisku bertaut melihat layar ponselku.

.

.

.

.

Temui aku hari jum'at di restoran Jungsik Seoul jam 7 malam.

***

Thank you for reading
.
.
.
.
.

Side story:

Mereka, Seokjin, Yoongi, Hoseok, Namjoon, Jimin, Taehyung dan Jungkook sering berkumpul untuk sekedar minum, atau hanya duduk berkumpul di rumah Seokjin. Itulah mengapa Soojin mudah dekat dengan teman teman oppanya. Terlebih Jungkook seumuran dengannya.

Foto ini diambil oleh Soojin sebelum Jungkook dan Soojin melakukan tes masuk Korea University. Saat itu Hoseok dan Seokjin sedang tidak berjaga di Rumah Sakit, sehingga mereka dapat berkumpul lengkap ber7. Taehyung dan Jimin juga sudah menyelesaikan Ujian Akhir Semester mereka.


Seokjin dan Hoseok adalah mahasiswa kedokteran. Aku akan menjelaskannya lebih lanjut dichapter berikutnya.

Namjoon mahasiswa Sastra Inggris. Yoongi dan Soojin mahasiswa departemen Musik, Jungkook Design grafis, Taehyung Arsitektur, sedangkan Jimin Ekonomi dan Bisnis.

Ara dan Hana adalah mahasiswa Pembangunan Sosial.

Dibeberapa chapter kedepan mungkin aku akan menulis side story seperti ini.  Bagaimana menurut kalian?

Berlebihan tidak jika aku mengatakan aku senang sekali cerita ini sudah 1k viewers?

Tandai cerita ini dilibrarymu agar mendapat notifikasi update.

Untukmu yang mengikuti ceritaku,

Aku mencintaimu💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top