5. Soal Fatih
'Karena hidup itu pilihan, maka sosok yang harus menjadi teman hidup juga harus dipilih.'
Abi untuk Angel
~Thierogiara
***
Hari ini Fatih tidak di pesantren, dia sedang ada di kantor, beberapa barang dari brand miliknya sendiri yaitu FH baru saja rampung produksi. Fatih mengecek kelayakan stok untuk dikirim ke berbagai penjuru di Indonesia, serta memeriksa catatan keungan.
"Berapa yang masuk?" tanya Fatih pada Gino-orang kepercayaannya di kantor.
"Sekitar tiga ribu Bang," jawab Gino.
"Stok Cuma yang po aja? Nggak ada stok sisa?"
"Dua ribu lima ratus bakal di kirim jumlah pesanan po, lima puluh untuk dibagikan ke para artis dan selebgram, sisanya buat fotoshoot. Itu di cetakan pernah, nanti kita bakal tetap produksi, Cuma memang harus bertahap karena keterbatasan pekerja di pabrik dan kita juga nggak bisa membuat pelanggan menunggu terlalu lama."
Fatih mengangguk-angguk, usaha ini memang belum besar namun cukup banyak pemesan dari berbagai penjuru di Indonesia, Fatih juga tidak tahu kalau brand gamis prianya akan berkembang sepesat ini. Dulu dia hanya produksi beberapa karena memang masih menggunakan jasa jahit, sekarang dia sudah ada pabrik sendiri dan juga sudah memiliki kantor.
"Jadwal foto?" tanya Fatih.
"Kalau Abang bisa hari ini, boleh," jawab Gino. Kadang-kadang mereka menyewa model, kadang-kadang Fatih juga dengan sukarela menjadi model guna mengurangi biaya lain-lain.
Fatih mengangguk. "Sama saya saja fotonya, saya tunggu di mobil."
Mobil kantor maksudnya, dia juga sudah mampu membeli mobil demi kepentingan produksi, karena kadang paket yang haru dikirim banyak, jadi mobil juga diperlukan untuk berjalanannya usaha ini.
Di mobil ia mendengarkan murottal sembari mempertajam hafalannya, karena bagian terpenting dari menjadi seorang penghafal Al-Qur'an adalah murajaah.
Sekitar sepuluh menit kemudian timnya menyusul masuk ke dalam mobil, Fatih bahkan mau menyetir untuk para karyawannya. Menurut Fatih mereka semua sama, Fatih tak lantas merasa menjadi bos hanya karena ia yang mempelopori terbangunnya FH.
Mereka memutuskan melakukan pemotretan di sebuah Kafe, setelah koordinasi dengan orang-orang di kafe, semuanya langsung bersiap-siap ke halaman samping dan langsung melakukan pemotretan.
Fatih kebanyakan diam dan hanya berpose seadanya, namun karena memang Fatih tampan, bentuk bagaimanapun tetap terlihat menawan.
***
Setelah selesai dengan urusan foto-foto Fatih membiarkan semuanya makan di tempat itu. Dia sendiri terpaksa langsung pulang karena satu jam lagi dia harus mengajar. Dia pulang dengan taksi dan membiarkan mobil kantor dibawa para karyawannya.
"Sudah makan siang?" tanya Yumna.
"Ini mau makan," jawab Fatih, sebenarnya dia bisa saja makan di kafe, tapi sejak pagi dia sudah terbayang-bayang masakan ibunya, Fatih memang selalu lebih suka masakan rumahan.
Fatih duduk di kursi meja makan.
Yumna menatapnya intens. "Ada apa?" tanya Fatih heran.
"Umi mau jodohin kamu," kata Yumna.
"Sama siapa?" tanya Fatih.
Karena Fatih bertanya Yumna langsung semangat.
"Abang mau?"
"Nggak!"
"Yaah."
"Tapi sama siapa?" tanya Fatih masih penasaran.
"Ya sama anak teman abimu," jawab Yumna.
Fatih hanya mengangguk, anak teman abinya kalau relasi bisnis banyak tapi Fatih yakin kalau dijodohkan dengannya pasti bukan relasi bisnis, paling-paling anak pemilik pesantren lain, termasuk rekan kerja juga sebenarnya.
"Kenapa sih nggak mau?"
Fatih hanya memasukkan nasi ke dalam mulutnya, dia juga tidak tahu kenapa, hubungan Zahra dan Andaru berhasil meski dengan hasil perjodohan, namun tetap saja Fatih enggan melalui semuanya dengan jalan yang sama.
"Ya nggak apa-apa," ujar Fatih melanjutkan makannya.
Yumna memanyunkan bibir, dia hanya khawatir, nanti kalau Fatih menjadi sangat sukses dia benar-benar tidak ingin menikah.
"Tapi mau nikah kan Bang?" tanya Yumna.
Fatih mengangguk, tidak mungkin juga tidak ingin, dia juga mau menghabiskan waktu di bawah sebuah pohon memandangi air yang tenang suatu saat bersama orang yang tepat.
"Terus kenapa nggak pernah mau dijodohin? Abi umi nggak bakal ngasih yang aneh-aneh kok."
"Ya ngapain juga ngasih Fatih yang aneh-aneh?"
"Ya makanya itu, mau ya?"
"Saat ini nggak!"
"Kapan?" tanya Yumna, ingin menjewer tapi Fatih sudah terlalu tua untuk itu.
"Ya nanti." Faith mengedikkan bahu, membahas jodoh itu sama seperti membahas soal kematian, hanya Tuhan yang tahu.
"Ini anak temen Abi tamatan Oxford." Yumna mencoba memancing siapa tahu saja Fatih berubah pikiran.
"Terus?" tanya Fatih.
"Ya kan keren tuh."
"Fatih juga keren kok Mi," ujar Fatih.
"Kalian kan sama-sama keren ya udah apalagi?"
"Iya apalagi?" tanya Fatih balik.
Yumna menghela napas, melawan Fatih akan percuma karena Fatih sekali teguh dengan suatu hal, dia akan tetap teguh sampai akhir.
"Seriusan nggak mau?"
"Iya nggak mau," jawab Fatih.
"Kalau umur kamu udah melampui batas mau?" tanya Yumna.
"Umur melampaui batas itu yang gimana?" tanya Fatih balik, yang seharusnya sudah meninggal tapi tidak meninggal-meninggal?
"Ya kalau kamu udah tua."
"Iya," jawab Fatih.
"Iya apa?" tanya Yumna ingin mendengar jawaban yang lebih pasti.
"Iya mau."
"Mau dijodohin?"
"Tapi nggak sekarang." Fatih lantas bangkit dari duduknya berjalan menuju kamarnya untuk berganti pakaian setelah selesai Fatih langsung turun kembali.
"Ana berangkat kerja dulu," pamitnya.
Yumna mengangguk dan membiarkan Fatih pergi selepas mencium punggung tangannya. Dia menatap kepergian Fatih, dia masih tak habis pikir, kenapa anak gantengnya itu tak laku-laku.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top