4. Angel
'Karena setiap hal buruk tetap berhak berharap perihal kebaikan.'
~Abi untuk Angel
~Thierogiara
***
Vee jadi kepikiran soal hidupnya sendiri, akankah ia menemukan sosok yang baik di lain waktu? Yang bisa menerima Angel dan keadaannya yang memiliki anak sebelum menikah.
Vee menatap anak perempuan yang sedang terpejam sembari meminum susunya, Vee merasa sejauh ini dia cukup dengan Angel, bayi itu merubah cara pandangnya soal dunia, Angel mengajarkan Vee banyak hal, mereka berdua cukup tapi apa Vee akan hidup seperti ini terus?
Dia berdosa membawa Angel ke dunia ini dengan cara yang tidak benar, diapun memberi makan Angel dengan bekerja di dunia malam. Vee mungkin tidak pantas untuk seorang ustadz, tapi apa dia juga tidak pantas untuk laki-laki baik?
Vee dan Fabian pada akhirnya tidak menikah, keduanya beruntung karena mampu mempertahankan Tuhan masing-masing di hati masing-masing. Untuk Angel, sejauh ini Vee sendiri belum tahu akan memberikan pendidikkan agama mana untuk anaknya itu.
Sudah hampir tengah malam, selalu tenang melihat bayinya tertidur pulas.
Tifany menelepon.
"Halo," sapa Vee.
"Nongkrong?"
"Nggak, gue mau sama Angel aja hari ini."
"Yaah, tumben banget nggak mau?" tanya Tifany.
"Lo nggak kerja?"
"Nggak, gue cancel semua pemotretan hari ini, gue Cuma mau sama Angel aja sekarang, udah lama nggak ngabisin waktu berdua sama anak gue," terang Vee, kini tangannya sudah bergerak naik turun mengelus pipi bayi berusia enam bulan tersebut.
"Oke deh, bye."
Vee hanya mengangguk, biasanya ajakan nongkrong, ajakan joget selalu menggiurkan, namun hari ini rasanya tidak, Vee hanya ingin rehat mungkin, dia sedikit lelah dengan hidupnya sendiri.
Vee mengambil botol susu dari mulut Angel, berdosa sekali dia selama ini, membiarkan Angel minum susu formula sementara ia tak pernah bisa meninggalkan rokok dan alcohol, bahkan kebutuhan Angel tak pernah menjadi alasan untuk Vee meninggalkan hal-hal buruk. Vee menatap wajah Angel, kenapa bayi kecil ini memutuskan memilihnya menjadi ibu?
Perlahan bulir bening meluruh ke pipi Vee, berat sekali ternyata, berat untuk menerima kenyataan mereka hanya akan berdua selamanya.
Fabian sesekali menanya kabar atau menemuinya, namun Vee benar-benar memutuskan hubungan dengannya, demi hatinya dan demi kelancaran hidupnya.
Tidak ada yang bisa mereka pertahankan karena memang apapun alasannya, mereka mahluk bertuhan, Tuhan akan tetap menang.
Vee terisak, dia lantas mendekat dan memeluk tubuh Angel, sekarang kekuatannya adalah bayi itu, dia akan melakukan apapun demi kebahagiaan Angel.
***
Rumah Vee selalu menjadi tempat berkumpul teman-temannya, hanya Vee yang sudah punya anak, meski belum menikah Vee memutuskan tinggal terpisah saat dia sudah merasa mampu untuk mandiri.
Valery sudah bangun pagi ini. "Tumben masak?" tanyanya saat melihat Vee sudah sibuk di dapur.
"Gue baru aja baca resep-resep soal MPASI, jadi mau coba buat Angel."
Valery terdiam, ada apa dengan Vee? Biasanya dia hanya menyiapkan yang instan-instan untuk anaknya.
"Gue merasa bersalah udah nggak bisa kasih asi." Vee menjelaskan tanpa di minta.
Val duduk di meja makan sembari meminum air putih, ya mungkin naluri keibuan Vee memang sedang muncul.
"Gue berdosa sama Angel selama ini Val."
"Kenapa?" tanya Val, menurutnya Vee sudah melakukan hal yang terbaik untuk Angel sebagai ibu tunggal.
"Ya karena selama ini gue biarin dia ngehabisin waktu sama pengasuh, minumnya susu formula, makanannya makanan instan, kayak apa sih fungsi gue sebagai ibu?"
Vee tersenyum getir, kalau diingat-ingat Angel terlalu kecil yang untuk semua, Vee jadi sedih lagi, kenapa Angel harus terlahir menjadi anaknya? Seharusnya Angel memiliki ibu yang lebih baik.
"Menurut gue lo udah lakuin yang terbaik kok."
Vee justru menangis, dia bukan ibu yang baik tapi sampai saat ini Angel masih menjadi anak baik. Pengasuh bilang bayi itu selalu pintar minum susu, jarang menangis, bahkan saat mulai makanpun sangat lahap. Setiap bulan berat badannya bertambah, pertumbuhannya sangat baik.
Val berjalan mendekat kemudian memeluk Vee.
"Angel pasti paham keadaan lo," ujar Val.
Vee dan Angel sebenarnya juga pasti tak akan mau kalau tahu harus menjalani kehidupan seperti ini, keduanya juga korban keadaan. Menyesal sudah tak ada gunanya, Angel sudah lahir dan malaikat kecil itu tetap harus dibesarkan.
"Keputusan lo buat ngelahirin dia, keputusan lo masih memilih menjadi ibunya, keputusan lo buat bawa dia hidup mandiri adalah keputusan yang paling luar biasa menurut gue. Gue mungkin akan kalah dengan keadaan kalau gue ada di posisi lo, gue mungkin bakal buang anak gue kalau gue harus punya anak padahal gue belum siap."
Bahu Vee bergetar hebat, dia juga terpaksa, dia tidak tega mendengar suara tangisan bayi Angel, Vee juga sudah beberapa kali berpikir untuk membuang Angel, namun ternyata dia ketidak tegaan selalu menang.
Val mengelus bahu Vee. "Lo hebat, Angel udah memilih ibu yang tepat."
***
Vee selesai dengan masakannya, dia mengambil alih Angel yang sebelumnya berada di gendongan pengasuh memindahkannya ke kursi makan bayi. Kali ini agar pemandangannya lebih segar Vee memutuskan menyuapi Angel di halaman samping.
Angel sudah senyum-senyum melihatnya.
"Udah laper ya cantik, maafin Mama ya lama," ucap Vee yang tentu saja tak mendapat jawaban apapun dari Angel.
Vee memasang bib ke leher Angel, dia kemudian menangkup tangan Angel dan membimbingnya membaca doa makan.
"Bissmillah." Suapan pertama masuk dengan sempurnah ke mulut Angel.
Vee tersenyum, ternyata menyenangkan menyuapi bayi.
"Lagi?"
Angel tak menjawab namun langsung membuka-buka mulutnya.
"Enak ya Nak?" tanya Vee.
"Enak Mama." Bukan Angel yang menjawab, namun Dewi-teman Vee yang lain.
Vee tersenyum. "Makin gembulll, gemes banget ponakan onty!" Dewi menoel pipi Angel.
Vee hanya tertawa. Angel terus menganga dan Vee terus memasukkan bubur bayi buatannya ke dalam mulut bayi itu.
"Makin gede makin cantik ya, tapi mukanya Fabian banget," ujar Dewi, dia menatap Vee untuk memastikan ekspresi sahabatnya itu.
"Namanya juga anaknya," jawab Vee, dia juga tak mungkin melupakan fakta itu, wajar jika Angel mirip, agar dunia tahu bahwa Angel benar-benar anak Fabian.
"Lo baik-baik aja anak lo mirip dia?"
"Ya masa gue harus protes sama Tuhan?"
Dewi tertawa mendengar itu.
Vee terdiam, sosok yang kemarin tak sengaja berpapasan dengannya kembali melintas di jalan depan rumah. Vee bahkan tak pernah tahu kalau dia bertetangga dengan sosok yang selalu terlihat seperti ustadz itu.
"Mau lagi Mama!" Dewi mengingatkan.
"Oh iya lupa."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top