8 : Akustik :
Mulmed ditonton setelah selesai baca chapter ini aja ya.
Jangan baca ini di saat lagi capek. Topiknya juga dewasa. Mohon kebijakannya.
Dan bagi yang udah baca Nona Teh dan Tuan Kopi, plis banget, jangan komen spoiler.
-;-
8
: a k u s t i k :
[ dalam kelautan, merupakan teori tentang perambatan gelombang pada suatu medium air laut ]
2009
Nugroho NP
Kar.
Gue baru msk
forum diskusinya.
Katanya mau ada diskusi
Sabtu ini.
Ini mau diskusiin apa?
Kartini Widya
Niatnya diskusinya sambil
kopi darat besok.
Kamu ikut kan?
Nugroho NP
Iya. Jam brp?
Kartini Widya
Kayaknya sabtu.
At 10 o'clock.
Ada waktu?
Nugroho NP
Ada. Lokasi dmn?
Kartini Widya
Pada mau ke
pantai.
Dkt2 tempatmu pokoknya.
Dekat Pantai Virginia.
Nugroho NP
Nice. Gue ikut.
Ntar kabarin lg aja.
Kartini Widya
Oke. See you.
Nugroho NP
See you too.
Nolan menutup chat-nya dengan Kartini dan membuka lagi chat grup forum diskusi. Nolan pikir, akan ada banyak orang di sana. Tidak tahunya, grup itu hanya berisi enam orang termasuk dirinya dan Kartini.
Mengecek kalender, Nolan pun sadar dia akan resmi bekerja sebagai MST minggu depan. Dan bicara tentang MST, kawan satu training-nya yang bernama James serta teman-temannya yang lain tak terlalu menggubris tentang kejadian di tempat striptease yang lalu. Hanya James yang bertanya, dan Nolan menjelaskan bahwa saat itu dia merasa sedang sakit. James dan yang lain percaya, itu saja sudah cukup bagi Nolan.
Saat hari Sabtu pagi yang dinanti tiba, Nolan menyiapkan diri dengan setelan yang kasual; celana jeans, kaus lengan pendek dengan tulisan Marines 'Till I Die di depannya, serta jaket denim warna gelap. Nolan membawa tas selempangnya yang sudah kumal, berjalan menuju restoran seafood dekat pantai Virginia yang menjadi lokasi kopi darat para anggota forum diskusi itu.
Getar di ponselnya membuat Nolan memelankan langkah. Ada BBM dari Kartini. Isinya hanya kabar bahwa Kartini dan dua orang anggota forum lainnya sudah berada di restoran.
Setelah membalas BBM itu, Nolan mempercepat langkah ke arah restoran seafood tujuannya. Sebelum sampai di pintu masuk, matanya sempat menangkap sosok Kartini di balik jendela transparan besar restoran. Dia menyengir, berlari kecil ke arah pintu dan mendorongnya ke dalam.
Hendak saja dia memasuki restoran, kakinya berhenti melangkah seketika saat mendengar sebuah suara.
"Lah, Nolan?"
Nolan melebarkan mata. Segera menoleh untuk mencari siapa yang memanggilnya. Begitu Nolan mendapati sosok lelaki berkulit gelap dengan badan tegaplah yang memanggil namanya, dia tersekiap, menyadari siapa yang tadi memanggilnya. "Bang Irman?"
Irman, lelaki dengan kemeja putih di depannya ikut melebarkan mata. "Buset, lo ngapain di sini?"
"Kerja, Bang. Lo di sini ngapain?"
"Gue S2, cuy!" Irman tertawa, kemudian menepuk-nepuk pundak Nolan. "Kebetulan banget ketemu. Mau makan di sini?"
"Mau ketemu orang, Bang." Nolan menyingkir agar Irman bisa masuk ke dalam. Mereka berjalan pelan ke dalam restoran.
Begitu masuk, Kartini menangkap sosok Nolan lalu melambaikan tangan. Nolan membalas lambaian tangan itu dengan cengiran. Ada seorang gadis kaukasian berambut merah dan seorang lelaki di meja itu.
Sebelum Nolan berjalan mendekat ke meja Kartini, dia berbalik untuk melihat Irman. "Bang, gue ke sana dulu, ya," ujarnya sambil menunjuk ke meja Kartini.
Irman mengernyit, menatap Nolan. "Lo kenal si Aisyah?"
"Aisyah?"
"Sori, si Kartini maksud gue." Irman tertawa.
"Ohh, iya gue kenal." Nolan menggangguk. "Kenapa lo panggil Aisyah?"
"Candain aja. Abis mukanya Arab banget."
"Lo juga kenal Kartini, Bang?"
"Iya." Kontan, Irman menepuk dahi, teringat sesuatu. "Oalah! Nugroho NP di grup BBM itu elo, ya? Anjay, gue kira siapa."
Bibir Nolan terbuka. "Lah, lo ikut forum diskusi bareng Kartini juga?"
Irman manggut-manggut antusias. "Iya. Gue yang PP-nya ada emot smiley. Masa, lo nggak nyadar, sih?"
"Emot smiley?" Kernyitan Nolan muncul selagi lelaki itu mengingat-ingat. Setelah sadar, dia pun mendesah. "Yailah. PP yang ada smiley mah, Display Name BBM-nya cuma titik. Yekali aing sadar itu elo."
Irman tertawa. Dia lalu berjalan bersama Nolan ke meja Kartini, duduk berhadapan dengan gadis itu, kemudian berkenalan dengan yang lain. Tak lama, anggota forum yang lain datang. Mereka pun memesan makanan sebelum mulai mengobrol.
Nolan menghadapkan wajah ke Irman, bertanya, setengah berbisik, "Ini mau bahas tentang apa, Bang?"
"Sebenarnya kita ke sini buat ketemu aja, sih. Bukan buat diskusi kayak pas lagi di grup," balas Irman. "Cuma, nggak menutup kemungkinan kita ngelanjutin topik tadi malam."
"Emang terakhir bahas apaan? Sori gue keburu tidur kayaknya."
"Human trafficking," balas Irman. "Tapi, bakal berkaitan sama banyak aspek. Just watch it."
Nolan mengangguk. Awalnya, dia mengira semua akan berjalan semi-formal. Ternyata tidak. Diskusi berjalan seperti sedang mengobrol santai. Nolan bahkan tak sadar mereka sebenarnya sedang berdiskusi.
"About our convos last night," ujar Mike Riggs, anggota forum yang menurut Nolan terlihat seperti John Cena, pemain gulat di WWI. "I think Nolan isn't there."
"I fell asleep. Sorry," ujar Nolan, cepat.
"It's okay. Aku hanya ingin mengulas sejenak agar tak ada yang ketinggalan." Mike terkekeh. "Anyway, what do you know about human trafficking, Nolan?"
"Perdagangan manusia secara ilegal, baik itu untuk dijadikan budak, untuk diambil organ-organ dalamnya dan dijual, atau dipaksa menjadi pelacur."
"Yep. That's human trafficking." Mike menghela napas, lalu menatap gadis berambut merah di sampingnya. "Ponsel Autumn kemarin hilang, karena itulah dia tak ikut obrolan kita. Tadi aku menjemputnya dan saat kami membicarakan human trafficking, Autumn bilang temannya merupakan korban dari perdagangan sialan itu."
Muncul tarikan napas tak percaya atas pernyataan tersebut. Semua mata memandang ke arah Autumn, gadis berambut merah di samping Mike. Autumn hanya tersenyum tipis.
"Whoa, wait," Nolan menyela, menatap Autumn. "Apa temanmu masih menghilang sampai sekarang?"
"Tidak. Dia sudah kembali," balas Autumn. "Ini kejadian lama, sebenarnya. Sekarang dia sudah selesai direhabilitasi dan kembali menjalani hidup dengan normal."
Nolan menutup mulut. Anggota diskusi kebanyakan berusia di atas dua puluh tahun. Kemungkinan, teman Autumn ini diculik waktu dia masih di bawah umur. Nolan spontan teringat dengan Nuri yang masih remaja. Memikirkan kemungkinan adiknya diperdagangkan secara ilegal membuat Nolan seketika bergidik dan tak terima.
"Why are we talking about this?" tanya Nolan, merasa mual. "It's a sick topic."
"It's true," ujar gadis berkacamata dan berwajah Cina di sebelah Irman, Claudia Jung. "Human trafficking adalah hal yang biadab, tak seharusnya diobrolkan di pagi hari yang cantik ini. Tapi, apa kau tak mau tahu apa akar dari munculnya human trafficking? Sampai-sampai hal itu masih sulit diberantas sampai sekarang?"
Nolan mengernyit. Dia belum berpikir sampai sejauh itu. Selama ini dia hanya berpikir kritis untuk hal-hal yang umum terjadi di kehidupannya saja. "And why is that?"
"We think it's because of business," jawab Irman. "Ada yang butuh organ dalam, maka ada agen yang menawarkan. Ada yang butuh gadis muda untuk pelampiasan seksual, maka ada prostitusi dan budak seks. Ada yang dendam dengan ras tertentu, maka ada yang menawarkan senjata pemusnah massal. Itu hukum ekonomi; ada permintaan, maka ada penawaran."
Nolan menelan ludah. Mulai paham maksud Irman ketika berkata bahwa topik ini akan berkaitan dengan berbagai aspek.
"Kupikir media juga berperan sangat penting dalam hal ini," ujar Claudia. "Media adalah alat atau sarana untuk menyampaikan sesuatu. Media massa berarti media yang menyampaikan sesuatu pada konsumen dalam jumlah besar. Menurut kalian, kenapa banyak lelaki yang butuh budak seks atau prostitusi?"
Mike segera menjawab, "Karena mereka butuh pelampiasan seksual."
"Exactly. Tapi, coba pikir lagi. Bukankah semua orang di sini juga memiliki nafsu seksual? Kita sebagai manusia sudah dilahirkan dengan nafsu ini. Tapi, kenapa sebagian dari kita merasa tak butuh budak seks, sementara sebagian lagi merasa begitu butuh melampiaskan nafsu seksual mereka, sampai-sampai mereka mendatangi tempat prostitusi atau membeli budak seks?"
Nolan mengernyit. Memutar otak. Tetapi, penjelasan sederhana dari Kartini datang lebih dulu, "Karena sebagian tak bisa mengontrol nafsu mereka."
Claudia mengangguk. "And why is that?"
"Many factors involved," ujar Kartini, memberi senyum dengan mata menyipit kepada gadis berkacamata di depannya. "Claudia, you're the psychologist in here. Kaulah yang paling tahu faktor-faktor apa yang bisa membuat libido manusia jadi lebih tinggi."
"Intinya karena ada rangsangan," Claudia terkekeh. "Ada rangsangan seksual, lalu manusia akan terangsang untuk melampiaskan nafsu seksual mereka yang meningkat. And that is totally normal. Itu hukum alam. Tapi, akan jadi bahaya ketika manusia yang terangsang ini melampiaskan libidonya dengan cara yang tidak senonoh. Sebut saja, pemerkosaan."
"Now, the question," celetuk Mike, merasa penasaran. "Kenapa ada sebagian orang yang bisa menahan diri agar tidak melampiaskan nafsu seks mereka dengan cara yang salah, sementara ada yang tidak bisa melakukan itu?"
"Ralat, Mikey. Bukan 'tidak bisa', tapi 'tidak mau'," ujar Claudia, menaikkan jembatan kacamatanya. "Mereka bisa saja menahan diri agar tidak melampiaskan nafsu seksual mereka dengan salah. Hanya saja, mereka tidak mau melakukannya."
"Kenapa?"
"Karena kita mendapat kepuasan setelah melakukan hal yang menyenangkan kita. Jika seks dapat menyenangkan pelaku seksual, maka untuk apa dia menahan nafsu seksualnya?" Claudia mengangkat setengah alis.
"But, it's wrong," sela Nolan, merasa ganjil. Semua orang di meja pun beralih menatapnya. "Dilihat dari segi apa pun, pemerkosaan itu salah. Kenapa harus memerkosa orang? Atau membeli budak seks? Atau datang ke tempat prostitusi?"
"Karena fantasi seks manusia itu bisa beragam, Nolan," jawab Claudia. "Ambil contoh seperti ini. Jika kau ingin berhubungan seks, kau mungkin berpikir kau harus memiliki pacar atau istri. Itu jelas hal yang merepotkan. Mencari pacar atau istri dan mempertahankan hubungan itu jelas tak mudah. Terlebih, memiliki hubungan seperti itu akan mengikat kita untuk setia, karena hubungan itu harus berlandaskan rasa cinta dan semacamnya. Jika kau ingin melakukan seks tanpa ada ikatan, jelas lebih mudah untuk mendatangi tempat prostitusi. Jika kau menginginkan perempuan untuk pelampiasan atas fantasi seksmu yang agak 'berbeda', dan kau tak ingin rahasiamu itu diketahui orang lain, maka kau bisa membeli budak seks daripada ke tempat prostitusi. Jika kau tak punya uang untuk menyewa pelacur atau tak ada pelacur yang fisiknya sesuai fantasi seksmu, mungkin kau akan berpikir untuk memperkosa gadis yang fisiknya sesuai dengan fantasimu."
Irman mengernyit, lalu bertanya, "Lantas, apa yang memicu fantasi seks pada seseorang?"
"The media, of course," jawab Claudia, enteng. "Itulah kenapa dari awal, kukatakan bahwa media memiliki peran penting dalam human trafficking, walau secara tidak langsung. Media itu bisa berupa video, post di media sosial, novel, film, drama, dan semacamnya yang bisa digunakan untuk menyampaikan sesuatu."
Semua terdiam untuk sejenak. Sebagian meminum minuman pesanan mereka untuk meredakan sedikit ketegangan yang muncul.
Nolan pun bertanya, "Jadi... siapa yang salah dari semua ini?"
"Menurutku, tak akan ada habisnya jika bertanya siapa yang salah," balas Kartini, lalu dia mendesah. "Manusia terlalu sering menyalah-nyalahkan orang lain. Padahal jika dipikir-pikir, kita semua di sini memegang andil untuk segala kesalahan atau kejahatan manusia, meski terkadang andilnya secara tak langsung. Ada teman kita yang mencuri, apakah itu berarti kesalahan semua dilimpahkan kepada teman yang mencuri itu? Padahal bisa jadi, kita salah karena kita tidak mengingatkan, atau bisa jadi kita salah karena terlalu abai dengan keadaan teman kita hingga tak tahu kenapa teman kita bisa sampai mencuri. Apakah teman kita itu ekonominya kurang? Apakah keluarganya kesusahan? Bisa jadi kita tak tahu."
Ada jeda beberapa detik sebelum sebuah suara muncul lagi. "It's a circle, actually," ujar Autumn, membuat semua kepala menoleh kepadanya karena ini pertama kalinya dia berbicara lagi. "Kalian benar, it's just all about business. It's a market trick. Dalam bisnis, kau tidak bisa selamanya hanya memberi satu komoditas. Orang yang terus menjual apel utuh, lama-lama akan kalah saing dengan orang yang menjual apel yang sudah dicelupkan ke sirup. Orang yang ayam goreng utuh, lama-lama akan kalah saing dengan orang yang memberi varian seperti ayam goreng dengan saus keju atau barbeque. Kau harus terus membuat variasi pada daganganmu. Kau memberi varian baru, mengecek bagaimana tanggapan masyarakat, dan jika banyak yang memberi tanggapan positif, maka kau memberi penawaran.
"Ini sama saja dalam perdagangan manusia. Misal, awalnya kau hanya menjual perempuan yang usianya dewasa dan sudah tidak perawan, lama-kelamaan, konsumenmu mulai bosan dan meminta 'variasi lain'. Lalu, kau membuat variasi dengan menjual perempuan dewasa yang masih perawan. Tanggapan konsumen bagus, maka kau memberi penawaran lebih. Ada permintaan, ada penawaran. Ketika konsumen sudah mulai bosan dengan gadis perawan usia dewasa, maka kau memberi 'variasi' dengan menjual gadis di bawah usia legal, katakanlah gadis-gadis remaja yang masih ranum. Ketika konsumen mulai bosan lagi, kau memberi variasi lagi dengan menjual gadis di bawah umur, yang bahkan belum tahu arti kata seks. Dan semua kegilaan itu akan terus berlanjut hingga ke titik kau merasa dunia ini hanya dipenuhi orang gila."
Nolan membuka mulut, benar-benar tercengang. Dia mengatupkan bibir lagi dan menelan ludah. "And... why is that happen?"
"Apanya?" tanya Autumn.
"Kenapa... kenapa segila itu 'variasi'nya? Maksudku, aku paham jika variasi yang dimaksud berkait dengan makanan seperti perumpamaanmu yang pertama. Tetapi, manusia? Kenapa 'konsumen' yang kau bilang tadi bisa bosan untuk... uh, untuk melakukan seks dengan perempuan dewasa yang sudah tak perawan?"
"Please allow me to answer that," Claudia menengahi. Dia membenarkan posisi kacamatanya. "Sepengetahuanku, Nolan, terdapat hukum tak tertulis dalam psikologi manusia yang jarang diketahui manusia itu sendiri. Hukum itu mengatakan bahwa abnormalitas dipicu oleh abnormalitas lainnya. Sebagai contoh, anak yang kasar dan suka memukuli anak lainnya terjadi karena dia mencontoh adegan yang terkait pemukulan tersebut. Bisa jadi, orangtuanya suka memukulinya. Bisa jadi, ayahnya suka memukuli ibunya. Bisa jadi, dia menonton tontonan yang tak sesuai usianya. Pasti ada pemicu hingga abnormalitas terjadi. Entah itu faktor eksternal seperti lingkungan, atau faktor internal seperti genetik dalam diri pelaku," jelas wanita itu. "Jika dihubungkan ke pertanyaanmu tadi, 'si konsumen' bisa bosan melakukan seks dengan perempuan jika sedari awal, dia menjalani seks dengan perempuan itu dengan cara yang 'tidak normal'."
"Maksudnya cara yang tidak normal?" tanya Nolan.
"'Si konsumen' mendatangi prostitusi, atau membeli budak seks, atau memerkosa perempuan untuk melampiaskan nafsu seksualnya. Itu sudah merupakan cara yang 'tidak normal' yang kumaksud. Atau bahasa mudahnya, cara yang si konsumen lakukan untuk memuaskan nafsu seksualnya itu salah."
"Wait," sela Irman. Tangannya terangkat sebagai gestur menghentikan. "Jika memang abnormalitas ini dipicu oleh abnormalitas lainnya, kenapa masih ada sebagian lelaki yang terlihat baik-baik saja meskipun mereka sering mendatangi prostitusi?"
"Are you sure?" suara tenang ini datang dari Autumn alih-alih Claudia. "I've read some news. Dan cukup banyak data yang menunjukkan bahwa meningkatnya angka prostitusi berkaitan dengan meningkatnya perceraian."
Claudia mengangguk. "Mungkin, si lelaki ini terlihat baik-baik saja seperti yang kau bilang. Tapi, apa yang dia lakukan sebenarnya sudah merugikan orang lain, yakni istri dan keluarganya yang lain."
"Okay, I get it," Nolan mengangkat kedua tangannya. "I know what's bad and what's not. But the point of this all, how to end it?"
"Memusnahkan human trafficking?" tanya Mike, sangsi. "Dude, it's almost impossible."
"Almost," ulang Nolan.
"Kau harus menghentikan permintaan, kalau begitu," ujar Mike. "Penawaran terjadi karena adanya permintaan. Masalah human trafficking kompleks karena permintaan untuk budak, prostitusi, dan organ-organ dalam manusia itu tinggi. How would you stop it, Nolan?"
Nolan terdiam, berpikir.
Ya, benar. Bagaimana menghentikannya?
Perdagangan manusia itu nyata dan benar ada. Ini bukan hanya sekadar berita palsu atau kisah dalam fiksi. Human trafficking is real, as real as how he breathe right now. Bagaimana cara menghentikan permintaan itu?
"Bagaimana jika memulainya dari hal-hal kecil dulu?" ujar Kartini lembut. Nolan menoleh ke arah gadis itu. Kartini tersenyum. "Mulai dari hal kecil, seperti, berhenti menonton video porno, misalnya."
Nolan mengernyit. Dia memang sudah berhenti melakukannya sejak Bara memperingatinya tentang bahaya blue films. Tetapi, dia penasaran dengan alasan Kartini. "Apa hubungannya menonton video porno dengan human trafficking?"
"Itu menciptakan permintaan," jawab Autumn, mendahului Kartini. "Porns are addicting. Sudah banyak studi mengenai bahaya pornografi untuk otak, tak perlu kujelaskan lagi. Kau butuh video porno dengan aktor yang melakukan seks dengan posisi macam-macam? Kau butuh video seks bertema BDSM? Butuh video seks dengan aktris yang masih remaja sekolah? Selama ada permintaan, maka industri pornografi akan terus memberi 'barang dagangan' mereka. Dan, hukum bisnis berlaku. Mereka akan senantiasa membuat variasi pada video porno mereka agar konsumen tidak bosan. Pertanyaannya, kau pikir, dari mana mereka bisa mendapat aktor dan aktris untuk video porno mereka?"
Mata Nolan menyipit saat berpkir. "Dari... orang-orang yang memang mau melakukan seks secara sukarela dan minta bayaran?"
"That's the point. Aktris dan aktor pornografi meminta bayaran. Hukum ekonomi berkata bahwa kita harus mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha seminim-minimnya. Lebih untung mana, kau membayar aktris porno, atau kau membeli perempuan dan menyabotasenya hanya untuk direkam saat melakukan seks berkali-kali? Perempuan ini tak perlu kau bayar sewa per jam, hanya perlu diberi makan. Jadi, lebih untung mana?" tanya Autumn dengan penekanan lebih.
Nolan terdiam. Tak menjawab pertanyaan retoris itu. Alih-alih, dia justru bertanya, "How do you know about this?"
"How?" Autumn membeo dengan sebuah seringai. "Sahabatku mendadak hilang di usianya yang ketiga belas, dan dua tahun kemudian aku baru melihatnya kembali dalam keadaan setengah gila. Aku baru tahu bahwa dia diculik, dicuci otak, dan dipaksa untuk memuaskan nafsu pria-pria bajingan di depan kamera selama dua tahun. Mereka menjual video porno dengan anak-anak di bawah umur secara ilegal. It surely made me sick. But, what do you expect from human trafficking? A Cinderella's life?"
Nolan kini benar-benar terdiam.
Dia tak menyangka ada manusia-manusia yang begitu... begitu biadab. Sungguh, dia tahu bahwa memang ada manusia yang berlaku seperti monster tanpa hati. Tetapi, ini....
Dia menyipitkan mata, mengernyit, berpikir keras.
Kenapa semua ini terjadi?
Nolan terus terdiam meski obrolan sudah mulai berlalu ke topik-topik yang lebih santai. Dia menulis sesuatu di bawah meja ketika mereka semua menikmati obrolan sambil makan. Mereka terus berada di dalam restoran hingga pukul satu siang. Setelah itu, mereka berpamitan untuk pulang.
Irman sudah pergi karena ada urusan. Dia hanya berpesan untuk bertukar kabar via BBM kepada Nolan sebelum pergi. Ketika yang lainnya sudah pulang, Nolan yang melihat Kartini yang sedang berbicara dengan Claudia sebelum wanita berkacamata itu melambaikan tangan kepada Kartini.
"Sampai jumpa, Kar! Sampai jumpa juga, Nolan! I hope we'll meet again soon." Claudia tersenyum lebar.
Nolan membalas dengan lambaian singkat, sementara Kartini membalas dengan lambaian tangan antusias. "Sampai jumpa! Beri salamku untuk kedua anakmu, Claudia!"
Usai mengangkat jempolnya, Claudia pergi meninggalkan mereka dan memasuki mobil suaminya. Mobil itu pergi dan tinggallah Kartini dan Nolan di tepi jalan.
Nolan menarik napas. "Pulang naik apa, Kar?"
"Bus." Kartini menatap Nolan. "Kamu tinggal di Training Center ntar pas udah kerja jadi MST?"
"Ada apartemen buat para pekerja, sih," jawab Nolan. "Ntar gue tinggal di situ."
"I see." Kartini lalu berjalan menuju halte bus terdekat. Letaknya tak terlalu jauh dari restoran seafood yang tadi mereka kunjungi. "Gimana rasanya kumpul pertama hari ini?"
"Seru!" Nolan menyengir. "Thanks for inviting me."
"You're welcome." Kartini memberi salute. "Kalau gitu, saya pulang dulu, ya."
Nolan mengangguk, menatap Kartini yang melangkah menjauh. Kemudian, Nolan mengikuti dari belakang.
Kartini yang menyadari hal itu pun menoleh. Alisnya bertaut. "Kamu nggak pulang, Lan?"
"Ehm...." Nolan melirik ke arah lain. "Gue... mau temenin lo ke halte bus."
"Eh, nggak usah repot." Kartini mengangkat tangannya. "Mending kamu pulang, istirahat. Katanya, hari Senin udah resmi kerja jadi MST, kan?"
"Senin, Kar. Sekarang masih Sabtu." Nolan tersenyum. "C'mon. I'll walk you to the bus stop."
Kartini terdiam. Dia tak bisa melarang Nolan jika itu memang keinginan Nolan. Akhirnya, mereka pun berjalan bersama menuju halte bus.
"Eung, Kar," panggil Nolan. Mereka berjalan bersisian, tetapi dengan jarak setengah meter yang menengahi. "Habis dari sini, lo mau ke mana?"
Kartini mengernyit. "Mau pulang."
"Bukan, maksud gue, habis kuliah."
"Ohh." Kartini membulatkan bibir. "Saya mau kerja jadi dosen."
"Di Indonesia?"
"Iya." Kartini tersenyum. "Sekalian ntar cari-cari tempat tinggal yang adem di sana."
Nolan manggut-manggut. Matanya menerawang. "Jadi kangen Indonesia."
"Kangen keluarga?"
"Iya. Kangen makanannya juga."
Kartini terkekeh. "Makanan apa?"
"Sate ayam sama lontongnya." Nolan tersenyum. "Lo kangen apa dari Indonesia? Selain keluarga dan temen-temen lo, maksudnya."
Kartini bergumam sambil menggulirkan bola mata ke atas, mengingat-ingat. "Hmm... saya kangen lingkungannya sih, Lan. Orang-orangnya. Makanannya. Saya kangen jogging pagi trus makan bubur ayam di taman kota, kangen jalan-jalan pas malam hari sama temen saya, saya kangen ke Kota Tua. Kangen banyak, pokoknya." Kemudian, Kartini menambahi, "Oiya, kangen juga sama sambal terasi! Hahaha!"
"Waduh," Nolan memegangi perutnya. "Sambal ulek itu emang racun banget siah. Di sini, cabai mahal pula."
"Iya!" Kartini menyeru antusias. "Jadinya kalau mau bikin sambal, nggak bisa tiap hari. Padahal, dulu pas di Indonesia, hampir tiap hari makan makanan yang ada sambalnya."
"Makanan di sini rada plain, sih. To be honest aja."
"Emang iya," ujar Kartini. Senyumnya pun terulas seperti senyum rubah dengan mata menyipit. "Soalnya, makanan di sini kurang micin."
Nolan spontan terbahak. "Damn it, girl, you're right."
Kartini tersenyum menanggapi. Tanpa terasa, mereka akhirnya sampai di halte bus. Sudah ada bus yang terlihat datang dari jauh. Kartini pun menatap Nolan. "Saya duluan, ya."
Nolan mengangguk. "See you."
Ketika bus berhenti di depan halte, Nolan sempat menyelipkan lipatan kertas yang tadi dia tulis di bawah meja saat makan siang bersama anggota forum berlangsung. Isi surat itu sama seperti isi suratnya kepada Kartini yang dulu, yakni berisi pertanyaan.
Setelah pintu bus tertutup, Kartini melambai dari balik jendela. Nolan membalas dengan lambaian cepat. Usai itu, Nolan pun kembali ke Training Center. Bersiap untuk mengirim—atau dikirim—BBM terkait surat yang tadi diselipkan Nolan ke dalam tas Kartini.
Isi surat Nolan hanya berisi seperti ini.
Do you believe that God is real? If yes, then, can you prove it to me scientifically?
- Nolan
[ ].
-;-;-
Daftar Pustaka:
Curtis KR. 1992. Cooperation and cooptation: The struggle for market control in the Bukoba district of colonial Tanganyika. The International Journal of African Historical Studies. 25(3): 505-538.
Prieur A, Taksdal A. 1993. Clients of prostitutes: Sick deviants or ordinary men? A discussion of the male role concept and cultural changes in masculinity. Nora, Nordic Journal of Women's Studies. 1(2): 105-114.
Wing L, Gould J. 1979. Severe impairments of social interaction and associated abnormalities in children: Epidemiology and classification. Journal of Autism and Developmental Disorders. 9(1): 11-29.
----
Convo: Conversation; obrolan.
Guys, please watch the video in the multimedia. Nggak perlu sampai habis, cukup sampai setengahnya aja udah cukup sebenarnya. I just want to say warn you about how real human trafficking is.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top