#16

ANDINI

Gesang beranjak dari tempatnya duduk sehingga kini pinggulnya berada segaris lurus dengan wajahku. Aku berusaha melengos, bagaimanapun menatap selangkangan cowok terasa tak patut.

"Ayo," kata Gesang masih tak menganjakkan selangkangannya dari hadapanku.

"A-ayo apa, Ge?"

"Katanya kamu mau tahu kenapa cowok suka saat penisnya dikulum?"

Aku memerhatikan selangkangan yang terpampang jelas di hadapanku. Saat ini Gesang memakai celana pendek berbahan dasar katun dengan corak bergaris antara hitam dan abu-abu. Mungkin karena motifnya yang bergaris, aku dapat melihat gundukan di selangkangannya lebih jelas dari seharusnya.

"Kok diem? Ayo!" bentak Gesang sekali lagi.

Aku gamang. Di satu sisi, aku penasaran dengan anatomi tubuh cowok. Di sisi lain, aku merasa ini terlalu berlebihan. Egoku bertarung, namun pada akhirnya aku setuju juga. Kuangkat tanganku untuk meraih penis yang tersembunyi di balik celana itu demi Gesang menjauh dariku.

"Ndin, kamu nggak serius mau ngulum penisku, kan?"

"I-itu ..." Aku diam sejenak. Entah kenapa, aku merasa baru saja hendak melakukan perbuatan yang senonoh. "Sepertinya aku khilaf, Ge."

Gesang lagi-lagi menghela napas berat.

"Yang barusan itu hampir saja, Ndin. Kamu ... aku nggak nyangka kamu sepolos itu. Mainmu kurang jauh!" Gesang menasehatiku sambil sedikit marah-marah. Tapi aku diam saja, bahkan aku sendiri merasa baru saja aku terlalu gegabah. Gesang lalu lanjut bilang, "Pokoknya nanti-nanti kamu nggak boleh ngomongin hal ginian sama cowok lain. Sama aku aja."

"Iya, Ge."

Gesang lalu menghampiriku. Diambilnya sebelah tanganku olehnya.

"Ini apaan, Ge?"

"Udah, diem aja."

Gesang memegangi telunjukku sambil ditatapnya dalam-dalam. Caranya memandangi telunjuk itu entah kenapa membuatku ... grogi. Aku sempat hampir berteriak saat tiba-tiba ia mencium ujung jari telunjukku. Dia menciuminya beberapa kali sambil menatapku penuh arti.

"Gimana?" tanyanya kemudian.

"Hmm ... biasa aja, sih."

Gesang lalu mulai menjilati telnjukku. Dia mengulumnya perlahan dengan gerakan masuk dan keluar. Pada suatu gerakan, mulutnya berhasil mengulum penuh batang telunjukku. Aku bisa merasakan jariku yang menyentuh langit-langit mulutnya. Semua gerakan itu ia lakukan tanpa sedetik pun memalingkan tatapannya padaku.

Aku masih dengan grogiku saat tiba-tiba Gesang memasukkan jari tengahku ke mulutnya. Kini dia mengulum telunjuk dan jari tengahku sementara tangannya ia gunakan untuk menahan pergelangan tanganku agar tak bergerak. Dia menjilatiku jariku dengan ekspresi muka yang penuh kenikmatan. Seakan sedang menjilati permen lolipop yang begitu manis menggoda.

"I-iya, Ge. Aku udah paham kenapa cowok suka saat penisnya dijilat." Aku mengatakan ini dengan maksud agar Gesang berhenti menjilati jariku. Biarpun kelihatannya enak, aku merasa geli sendiri oleh gerakan yang Gesang buat.

Nyatanya, Gesang masih melanjutkan gerakannya. Ia justru mulai menggunakan lidahnya. Aku bisa merasakan saat lidahnya menyapu batang jariku. Aku tak tahu mulut manusia dapat membuat gerakan yang begitu erotis. Apalagi, ini bagian yang membuatku terhenyak, saat lidah itu mulai merasuki celah di antara jari telunjuk dan jari tengahku. Lidah Gesang yang tebal itu berusaha menerobos celah kecil di antara dua jari. Mungkin karena bagian itu jarang sekali terkena sentuhan, sehingga ketika lidah itu berusaha menerobosnya, itu terasa lain.

Gesang menuntaskan perkulumannya dengan gerakan menjilat secara perlahan sambil mengeluarkan jariku. Terakhir, dia sedikit menggigit ujung jariku sebelum akhirnya menyelesaikannya. Air ludah hasil perkulumannya itu membuat bibir Gesang terlihat berkilat. Dari sudut pandang cewek, kurasa bibir Gesang ini sangat menggoda.

Cowok pemilik bibir sexy itu lalu mengambil tisu di meja belajar untuk kemudian ia gunakan mengelap jari-jariku dan bibirnya.

"Bagaimana?" tanyanya sambil membersihkan celah di antara kedua jari.

"Iya," jawabku sekenanya.

"Ndin, aku tuh tanya. Kamu malah jawabnya 'iya' doang. Huhh."

"Iya. Eh, maksudku ... iya, aku sekarang paham. Ketika bagian tubuhmu dijilati seseorang, itu terasa menyenangkan. Pantas saja setiap film porno selalu memasukkan adegan menjilati batang penis."

"Nah itu paham," jawab Gesang sambil melemparkan tisu bekas mengelap ke tempat sampah. Dia memasukkannya secara tepat. Kurasa karena ia anggota ekskul voli.

"Yep!"

Aku lalu membuka telapak tanganku di hadapan Gesang seakan seseorang yang sedang menagih.

"Apaan ini, Ndin?"

"Serahin penismu."

"Huh?"

"Iya, aku mau latihan biar bisa mahir."

"Penisku jauh lebih berharga buat kamu jilatin."

"Heeeh? Terus aku latihannya gimana, dong? Nih, Ge, aku bilangin. Ada suatu pepatah yang bilang sukses itu 99% kerja keras dan 1% bakat. Artinya aku harus menjilati penis 99 kali lebih giat darimu biar bisa sukses."

"Tapi, Ndin, tanpa 1% bakat, kamu nggak akan sukses."

"Ah ... itu benar. Jangan-jangan kamu punya 1% bakat menjilati penis ya, Ge?"

"Ngawur!" bentak Gesang sedikit jengkel. "Lagian, kamu segininya ingin menjilati penis cowok emang mau buat apa? Nggak bisa kamu taruh di CV pas lamaran kerja, juga."

"Nggak gitu, Ge. Aku mau bikin Mas Nugi terbuai padaku sampai akhirnya kita punya anak."

"Hah?"

"Iya. Gini, mau bagaimanapun cara biar aku sama Mas Nugi bisa bersatu hanyalah kalau ada benih Mas Nugi di rahimku. Aku sudah lihat-lihat kemungkinan lain seperti misalnya ternyata kita berdua bukanlah saudara kandung, tapi nyatanya kita berdua benar-benar saudara kandung. Ini satu-satunya cara, Ge."

Gesang memandangiku dengan tatapan seperti sedang melihat tai anjing di karpet putih. Penuh najis. Dia lalu menggaruk rambutnya yang entah sudah berapa kali ia lakukan.

"Ndin, biar kamu kuberi pelajaran," katanya kemudian. "Tapi ini lebih mesum dari barusan. Bersiaplah!"

****

Ruangan tempatku kini berada adalah bilik kecil yang bahkan tak muat ketika kedua tanganku direntangkan. Ini adalah toilet kamarnya Mas Nugi yang pintunya masih saja rusak. Oleh Gesang, aku disuruh duduk di toilet sementara ia sedang melakukan sesuatu di entah apa.

Gesang yang sedang kita bicarakan akhirnya datang juga.

Dia lalu menuju kabinet yang biasa digunakan untuk menaruh berbagai macam sabun. Setelah mencarinya sebentar, Gesang lalu mengambil sikat gigi milik Mas Nugi.

"Ge."

"Hmm."

"Jangan-jangan kamu mau menusuk pantatku dengan sikat gigi itu?"

"Ngawur! Aku nggak seekstrim itu."

"Ah ... kupikir begitu. Terus mau kamu apakan dengan sikat gigi itu?"

"Ndin, sikat gigi itu diciptakan untuk satu tujuan, yaitu menggosok gigi."

"Menggosok gigi?"

"Yep. Aku mau pakai sikat gigi ini buat menggosok gigimu."

Aku tertawa terbahak-bahak. Tentunya dalam skala agar jangan sampai tawaku terdengar sampai ke luar. Meski aku yakin tak ada orang di luar sana, tapi hanya untuk jaga-jaga.

"Gesang ... Gesang ... kamu ini lebay, deh. Kamu bilang latihan kali ini akan lebih mesum dari yang tadi, tapi kalau cuma menggosok gigi sih sudah biasa. Ini sama sekali tak mesum."

Gesang tertawa licik, lalu berkata, "Kamu hanya belum tahu kengerian dari sikat gigi."

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top