#15

ANDINI

Biasanya, minggu pagi seperti ini Gesang menghabiskan waktu dengan jogging atau main dengan teman yang entah dari mana dia mengenalnya. Tapi kali ini dia masih khusuk bergelung selimut di kamar. Iseng, aku menyelinap ke dalam selimutnya seperti saat para hantu berusaha menakuti protagonis dalam cerita horror.

"Geesaaang..." bisikku lirih tepat di mukanya. Kurasa aku cukup baik dalam meniru cara Suzanna dalam memanggil nama seseorang. Aku sungguh penasaran bagaimana perubahan raut muka naif Gesang saat tertidur dan berubah menjadi tegang ketakutan.

Sayangnya, dia tak kunjung bangun juga.

Pada panggilan ketiga, barulah Gesang membuka matanya. Lebih tepatnya, membelakakkan mata. Aku bisa melihat pupil matanya yang melebar maksimal. Namun sepersekian detik kemudian, raut mukanya kembali normal seperti orang yang baru bangun tidur.

Kurasa, dia sempat kaget melihat ada cewek di kasurnya namun segera ia maklumi karena cewek itu adalah aku.

"Jangan tidur lagi, Ge!"

"Hmmm... masih pagi, Ndin... Hoam...."

Caranya yang menguap super lebar itu memaksaku ikutan menguap juga. Sialan nih cowok.

Gesang lalu melanjutkan perkataannya tanpa sekalipun beranjak ke posisi bangun. "Lagian kamu nggak takut kepergok Mas Nugi? Kalau aku sih santai aja karena aku yakin Mas Nugi tahu kalau aku ini cowok baik-baik. Tapi kalau dia lihat kita begini, entar dikira kamu cewek gampangan tahu!"

"Mas Nugi nggak lagi di kosan. Baliknya entar malam, tadi bilang ke aku begitu."

"Ugh!" seru Gesang seraya menutupi kepalanya dengan bantal.

"Jangan tidur, Ge. Ada yang mau aku omongin."

"Ngomong aja sendiri."

"Maunya sama kamu."

Kugoncang-goncangkan tubuhnya dengan keras sampai membuatnya jengkel. Biasanya kalau sudah begini, Gesang akan lebih gampang menurut.

"Iya, iya. Mau ngomongin apaan?"

"Ayo kita nonton!"

"Nonton? Sekarang masih pagi, tahu!"

"Bukaaaan," jawabku riang.

Aku lalu menuju meja belajar untuk mengambil laptopnya. Serta merta kutaruh laptop itu di atas selangkangannya Gesang yang masih telentang enggan untuk beranjak. Kudengar Gesang mengaduh, tapi kuhiraukan saja.

"Film apaan sih, Ndin?"

"Film porno."

"Oh... eh?" Raut muka Gesang yang berubah dari datar tanpa ekpresi menuju kaget sangat lucu! Aku selalu suka melihat mukanya yang sangat ekspresif seperti London, kucingku. Dia kemudian beranjak menuju posisi duduk bersandar ke tembok sambil bilang, "Seriusss?"

"Serius, lah. Ngapain juga bercanda sama kamu."

"Bukan... maksudku, film... po-porno itu lebih enak ditonton sendiri. Ngapain kamu mau nonton sama aku? Lagian kalau begitu birahinya ingin nonton bareng, kenapa nggak sama Mas Nugi aja sekalian?"

"Kalau itu tujuan jangka panjang!" jawabku senewen sambil mencolokkan flashdisc ke laptop. "Sekarang ini mau riset dulu."

"Riset gimana?"

"Jadi, pas aku menyelinap ke kamarnya Mas Nugi, aku nemu flashdisc-"

"Bentar, menyelinap?"

"Iya. Kan aku punya kunci cadangan kamarnya Mas Nugi. Gampang kok dapetinnya. Tinggal ambil kunci kamarnya Mas Nugi, bawa ke tukang kunci ujung gang, 10 menit kemudian jadi deh. Aku juga punya kunci cadanganmu, ngomong-ngomong."

Aku berhasil bikin Gesang kaget lagi! Tapi tak begitu kuperhatikan. Aku lalu berusaha mengarahkan pointer di laptop ke video yang sejak semalam membuatku penuh tanda tanya. Usahaku tak berhasil karena Gesang buru-buru bangkit dari kasurnya sambil membawa laptop. Dia berusaha mati-matian untuk menge-close video yang kumaksud. Lalu mungkin karena lagging, dia menyerah dengan hanya menangkupkan laptop untuk berada pada posisi standby, lalu menaruhnya kembali di meja belajar.

"Oke, gini..." kata Gesang mulai memperhatikan omonganku. "Aku nggak ngerti apa karena kamu yang pendiem dan teman mainnya dikit atau gimana, tapi kamu nggak habis baca yang aneh-aneh kan?"

"Nggak lah. Aku cuma baca tips hubungan asmara buat pasutri. Nih aku bilangin, ya. Di situ katanya nonton video porno itu bagus buat kehidupan seks pasutri."

"Itu kan buat pasutri, Monyet!"

"Yaa nggak papa, kan entar-entar aku sama Mas Nugi jadi pasutri juga."

"Kejauhan kamu, Ndin. Kalau kamu sedelusional itu buat dapet dapetin Mas Nugi, tinggal bilang aja. Ditembak, gitu. Nggak ribet gini."

"Gengsi, lah. Aku kan cewek. Lebih muda, lagi!"

Gesang menghela napasnya panjang dan berat. Entah kenapa dia melihat hal ini sebagai beban banget. Lalu, sehabis mengacak-acak rambutnya yang aku yakin bukan karena gatal itu, dia bilang, "Terus rencanamu apa?"

"Makanya, sini duduk dulu!"

Gesang nurut aja saat kusuruh duduk. Kini kami berdua duduk bersila di atas kasur dengan posisi saling berhadapan. Jarak kami hanya sejengkal tangan sehingga aku bisa sedikit mencium bau khas orang baru bangun tidur dari tubuhnya.

"Gini... aku mau nanya sesuatu, tapi baiknya pake istilah penis, titit, testis, atau kont-"

"Bentar, kamu tahu nggak sih kalau penis sama testis itu beda?"

"Bukannya itu soal istilah aja, ya? Penis, testis, zakar, dan lainnya."

"Beda, Nyet. Penis itu bagian batangnya, sementara testis bagian bola-bolanya."

"Oh ... kupikir sama," sahutku tak percaya bahwa aku se-clueless ini. "Jadi yang berbatang dan penuh urat-urat otot seperti di lenganmu itu namanya penis, terus yang kayak dua telur puyuh itu namanya testis?"

"Iya," balas Gesang kentara banget risinya. "Dan tolong jangan samain penis dengan tanganku, bikin geli tahu."

"Iya, iya. Kalau gitu, yang ingin kutanyakan itu soal penis, Ge." Aku mulai menjelaskan sementara Gesang yang tepat di hadapanku diam memerhatikan dengan saksama. "Aku ... penasaran, kenapa ya di semua film porno selalu ada adegan ketika ceweknya ngulum penis si cowok?"

Gesang memberiku tatapan yang menunjukkan ekspresi kaget secara berlebihan.

Memang pertanyaanku sekonyol itukah?

"Kamu serius nanya itu, Ndin?"

"Seratus rius!"

Ada jeda sebelum Gesang melanjutkan pertanyaannya, "Ndin, kamu pernah pacaran?"

"Belum."

"Ciuman?"

"Apalagi."

"Ini nih, yang bikin kamu bego soal ginian." Gesang geleng-geleng frustasi. "Aku tebak kamu juga nggak pernah ngobrolin hal-hal mesum beginian sama temenmu. Mai, misalnya."

"Nggak, lah. Malu tahu!"

"Kok sama aku nggak malu?"

"Kan kamu bukan siapa-siapa, Ge. Mau kamu tahu sebobrok aku pun bukan suatu masalah."

"Emang kamu nggak takut sama aku? Aku kan cowok."

"Enggak juga, sih."

Gesang lalu mengangkat tangannya untuk memegang pundakku. Dia lalu meremas-remasnya lembut. "Kalau kamu aku giniiin, nggak papa?"

"Yaa ... nggak papa, sih," jawabku sembarang.

"Gini?" sahutnya sambil menelusuri leher dan pipi sebelah kiriku.

"Nggak papa."

Gesang lalu menghela napas dan panjang seperti yang biasa ia lakukan ketika sedang frustasi. Dia lalu bilang, "Kamu ... mesti hati-hati sama cowok. Cowok itu di mana-mana brengsek, Ndin. Kalau kamu sepolos ini, nanti dimanfaatkan sama mereka."

"Dimanfaatkan gimana?"

"Udah ... itu terlalu berat buat kamu. Intinya, mulai dari sekarang kalau kamu mau nanya-nanya hal yang mesum ke aku aja. Jangan ke orang lain, terutama yang cowok. Entar dikira kamu lagi godain mereka."

"Hmm, oke deh. Jadi pertanyaanku soal penis yang dikulum itu gimana?"

"Kalau soal itu, lebih baik kita praktekin."

*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top