31 :: Di Pertemukan ::

Makan ku hanya untuk bertahan hidup.

Dan hidupku hanya agar aku bisa bersama mu Arinda.

****

Saat di dalam peswat pribadi yang ia naiki saat ini, Ed menatap foto Arinda yang menjadi wallpaper ponselnya. Dia terus menatap wajah Arinda sambil mendengarkan apa yang Ali dapatkan dari orang suruh mereka.

Arinda sudah dua hari tidak di Medan dan kembali ke kampung halamannya ketika sang ibu di perbolehkan untuk pulang. Saat Ali mencari tahu tentang desa Arinda itu dia langsung menjelaskannya kepada Ed.

Nama desa itu adalah Balige, sebuah kecamatan dan juga merupakan ibukota dari Kabupaten Toba, Provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kecamatan Balige juga merupakan daerah tujuan wisata karena terletak di tepi Danau Toba. Ed tersenyum ketika sudah tahu tujuannya yang  sebentar lagi akan ada di depan mata.

Setelah mendarat di Bandara Kuala Namu, mobil yang sudah di siapkan untuk membawa Ed langsung melaju. Ali tidak menyangka jika dia akan terlibat cukup jauh dalam masalah percintaan Bos-nya ini. "Ali singgah sebentar agar kita makan dan membeli beberapa buah tangan untuk keluarga Arinda."

Setelah berhenti sejenak untuk makan dan membeli beberapa barang juga kue yang di inginkan Ed, mereka kembali melanjutkan perjalan ke Balige. Perjalanan yang sangat panjang itu nyatanya tidak membuat Ed bosan, berbeda dengan Ali yang sudah sangat mengantuk karena saat ini hari sudah malam. Untungnya Ali berinisiatif meminta dua supir agar menemani perjalan mereka. Ali masih harus terjaga karena Ed juga belum memejamkan mata, Ali penasaran akankah Ed benar-benar dengan perasaannya untuk Arinda atau hanya perasaan yang hanya singgah sementara. Namun, jika Arinda hanya singgah sementara berarti dia adalah wanita pertama yang membuat seorang Eadric mengejar-ngejarnya.

****

Pagi yang selalu Arinda sukai ketika dia berada di desanya, pemandangan indah dan udara yang masih sangat segar membuatnya betah untuk berlama-lama berada di pasar. Iya, Arinda sedang berada di pasar tradisional yang ada di desa kecil tempat dia lahir dan juga di besarkan. Pasar yang penuh dengan hiruk pikuk manusia itu membuat Arinda tidak merasa bosan, kebanyakan yang di jual di pasar baik sayur dan buahnya adalah hasil dari petani di sekitar daerah.

Dekat dengan pegunungan membuat masyarakatnya banyak yang bertani, hal yang juga dulu orang tua Arinda lakukan. Sejujurnya Arinda tidak tahu jika Bapak-nya tidak lagi bertani dan tanah yang keluarganya miliki sudah di sewakan lahannya. Arinda sekarang bertekad untuk tidak lagi bekerja hanya sekedar untuk masa depannya saja, tapi juga untuk menghidupi keluarganya setiap hari.

Arinda berjalan kaki dari pasar menuju rumahnya di temani oleh Tiur seorang wanita yang seumuran dengannya, tetapi sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Banyak pertanyaan Tiur kepada Arinda sepanjang perjalanan itu. Hal yang mereka bincangkan adalah bagaimana hidup di Ibu Kota.

Saat mereka sudah sampai di gang menuju rumah, Arinda dan Tiur bingung melihat banyaknya orang yang berlari menuju ke satu arah. "Ada apa ya Tiur ?"

"Entahlah mungkin ada orang jual obat," jawab Tiur. Arinda sedikit bingung lalu dia teringat sepertinya yang di maksud Tiur adalah orang yang biasanya memberikan atraksi lalu menjual obat-obatan tradisional. Namun, biasanya hal itu dilakukan malam atau sore hari, kenapa pagi-pagi seperti ini sudah ada.

Begitu mereka sampai di depan rumah Arinda ternyata tempat orang-orang tadi berkumpul ada di rumahnya. Samos yang melihat Putrinya tidak jauh dari halaman rumah langsung mendekati Arinda. "Bapak ini ada apa ? mamak gak kenapa-kenapa kan ?" Wajah Arinda terlihat khawatir.

"Bukan ini bukan karena mamak mu."

"Tros kenapa rame kali Tulang ?" tanya Tiur yang juga penasaran.

"Itu ada Bos Arinda datang."

Mendengar kata 'Bos' dari bapaknya Arinda langsung berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Belum dia melihat di mana orang yang di maksud namanya sudah di panggil oleh Ed "Arinda," panggilnya dan Arinda langsung menatap sosok yang tersenyum lebar sambil menatapnya itu.

"Abang Bos, mau apa ke sini ?"

"Mau bertemu kamu, saya menghubungi kamu sudah satu minggu tapi kamu tidak membalas atau menjawab telpon saya. Saya khawatir sama kamu," kata Ed lalu memegang kedua bahu Arinda dan ingin memeluknya tapi tertahan karena dehaman sang ayah.

Dari jendela rumah Arinda melihat orang berbisik-bisik mengenai dirinya dan juga Ed. Arinda memijat pelan keningnya karena perhatian dari orang desanya akibat ulah Ed. Pria dengan wajah blasteran ke rumah membawa tiga pria dan juga mengendarai mobil mewah, dan tunggu apa yang dia lihat saat begitu banyak bingkisan ini juga pasti ulah Ed.

"Arinda dia mau melamar kau kah ?" tanya Tiur yang ternyata ada di samping ayahnya.

"Bukan ! bukan ! ini bos aku."

"Oh aku pikir mau melamar kau, banyak kali itu barang bawaannya. Ganteng loh Rinda, gak apa-apa lah kalau kalian nikah." Arinda menutup mulut Tiur langsung dan menyuruh wanita itu untuk segera pulang.

Kemudian Arinda memperkenalkan Ed dan juga Ali kepada Samos dan juga Linda sang ibu, Opung yang ada di dalam kamar juga keluar untuk menyambut pria yang Arinda sebutkan sebagai bos-nya itu. Karena Ed adalah bos Arinda, kedua orang tua-nya menyambut Ed dengan hangat dan bahagia. Mereka berpikir pastilah Arinda bekerja dengan sangat baik sehingga bos-nya datang jauh-jauh untuk menjenguk ibu mereka.

Ya, Arinda memang memberikan alasan kepada ayahnya kalau dia tidak permisi kepada bos-nya secara langsung sehingga Ed mencarinya ke desa. Makan siang bersama pun tiba, Ed yang mencicipi di awal makanan yang masuk ke dalam mulutnya sudah tahu jika itu adalah masakan Arinda. Dia tersenyum dan hatinya benar-benar bahagia, Ed makan dengan sepuasnya sampai Samos terpana dengan porsi makannya.

"Arinda kalau orang luar makannya memang banyak seperti ini ya ? kalah sepertinya petani dan tukang bangunan teman Bapak." Arinda yang mendengar itu langsung tersedak, Ed dengan cepat memberikan minum kepada Arinda.

Rumah Arinda yang sederhana tidak memiliki AC tetap membuat Ed betah dan nyaman, makan di lantai berlapiskan tikar anyam juga tidak menjadi masalah untuknya. Senyumnya tidak pernah luntur selama di sana membuat Arinda takut melihatnya, dia mulai berpikir macam-macam seperti misalnya Ed menawarkan kepada Bapaknya agar bisa menikah secara kontrak. Arinda menghabiskan air putih itu sekali teguk saja akibat memikirkan hal menyeramkan itu.

"Abang bos pesawatnya jam berapa kembali ke Jakarta ?" tanya Arinda akhirnya.

"Ehm... saya masih lama di sini mau liburan sekalian. Nanti biar Ali yang mencari hotel untuk kami menginap." Gantian Ali yang tersedak sekarang.

"Kenapa harus menginap di hotel, di sini saja jika tidak keberatan," ujar Linda sang ibu yang langsung membuat Arinda menggelengkan kepalanya tanda tidak boleh "Loh kenapa Arinda ? Bos kamu sudah baik sama kamu, sekarang biar kita menjamunya."

"Tapi Mamak kan masih sakit, Bos Ed juga pasti tidak terbiasa tidur di tilam kita Mak." Linda membenarkan dalam hati dan dia sedikit merasa malu karena sudah menawarkan hal itu.

"Tidak masalah, saya kebetulan suka di sini. Bisa melihat pemandangan yang indah setiap saat," kata Ed membuat Arinda memejamkan mata. Rasanya saat ini kupingnya sudah panas dan dia hanya bisa pasrah. Kedua orang tua dan opungnya juga terlihat sangat senang sekali dengan kedatangan Ed juga Ali.

Kehadiran Ed benar-benar sangat merepotkan Arinda, bukan hanya mengurus makan dan tempat tidur pria itu. Ed yang pergi buru-buru tanpa persiapan itu juga membuatnya harus menyiapkan pakaian layak pakai untuk gantinya. Belum lagi ada saja tetangga yang datang dan bertanya siapa Ed dan Ali, rasanya kepala Arinda ingin pecah.

Berbeda dengan Arinda yang kesal Ed malah sangat bahagia, tidur dengan tempat tidur yang tipis dan juga menggunakan sarung tidak masalah untuknya. Dia bisa melihat Arinda menggunakan pakaian rumah santai yang terlihat sangat seksi di mata Ed. Sudah lama dia tidak memeluk wanita itu.

Suasana desa Arinda sangat indah, malam hari dari rumah Arinda Ed bisa melihat lampu-lampu di tempat lain karena daerah rumah itu lebih tinggi dari sekitarnya. Rumah Arinda begitu sederhana dan dia betah ada di sana, sama hal nya dengan Arinda yang sederhana membuatnya betah terus berdekatan dengan wanita itu.

Pagi menjelang, Ed baru bangun dari tidurnya di sebelahnya Ali dan dua supir yang dia bawa juga masih tidur dengan pulas. Namun, suara dari luar rumah yang membuatnya jadi terbangun. Ed tersenyum tidak percaya dia tidur satu tempat dengan Ali dan juga dua orang supir yang dia bayar, sungguh peristiwa langka.

Masih menggunakan kaos milik bapak Arinda dan kain sarung Ed keluar dari rumah. Wajah tampannya masih saja menghipnotis mata kaum hawa yang ada di halaman rumah Arinda. Ed tersenyum ketika dia melihat Arinda sedang memegang sapu dan berbincang dengan beberapa orang. Arinda berbalik melihat Ed sudah mendekatinya. "Abang bos sudah bangun ?" tanya Arinda dan Ed mengangguk.

"Minum kopi mau ?" tanya Arinda masih sopan meski dia berang melihat pria aneh ini.

"Tentu," jawab Ed masih tersenyum lebar lalu mengikuti ke mana Arinda berjalan.

Ed sarapan dengan kopi hitam dan juga gorengan ala kadarnya dari dapur rumah itu, sambil berbincang dengan Bapak Arinda dan dua pria lainnya yang merupakan tetangga Arinda. Ed sebenarnya lebih banyak mendengar, dia masih sedikit kesulitan mengerti ucapan mereka karena terlalu cepat dalam berbicara, sama persis dengan Arinda jika tidak ingat tempat pikir Ed.

Di sela-sela percakapan itu Samos menyuruh Arinda untuk mengajak Ed berjalan-jalan mengelilingi desa serta tempat-tempat indah di Balige. Ed bersemangat lalu dia membangunkan Ali, dia meminta Arinda untuk mengajak ibu dan juga neneknya ikut bersama tapi Arinda menolak.

"Ayolah Arinda sesekali ajak mereka liburan," kata Ed  lembut membujuk Arinda.

"Tapi abang bos, mamak saya baru sembuh. Saya takut dia sakit lagi."

"Percaya sama saya dia akan lebih sehat setelah kita membawanya berjalan-jalan." Arinda lalu setuju untuk membawa mamak dan juga opungnya untuk jalan-jalan bersama mereka. Banyak tempat wisata yang mereka datangi bersama seperti, pantai tuban dan air terjun si gura-gura. Ed juga membawa keluarga Arinda itu untuk makan dan berbelanja bersamanya. Diam-diam Arinda memperhatikan komunikasi Ed dengan sang ibu yang begitu dekat, dia tersenyum seorang diri tanpa di sadari.

Pergi dari pagi hari dan baru kembali saat malam, Samos di bawakan beberapa oleh-oleh dari Ed. Sebagai ayah Samos tahu ada hubungan istimewa antara Arinda dan bos-nya yang bernama Eadric itu, dan sejauh yang dia lihat Ed adalah pria yang sopan dan juga tidak keberatan dengan keadaan keluarga mereka. Mobil mewah yang Ed gunakan untuk datang sudah menjelaskan jika pria ini bukan hanya sekedar kaya.

Ed yang sudah berbelanja pakaian kini  menggunakan pakaian yang ia beli tadi, dia sibuk berdiri di depan rumah Arinda karena tidak bisa menelpon Alfa sang ayah. "Ada apa abang bos ?" tanya Arinda yang melihat gerak-gerik bingung Ed.

"Di sini tidak ada sinyal, saya ingin menelpon dan ini penting."

"Kita bisa sedikit lebih turun ke  bawah jika ingin menelpon, mungkin akan ada sinyal. Ayo, saya temani." Arinda pergi bersama Ed setelah berpamitan dengan Samos. Ali pergi membawa mobil untuk mengerjakan sesuatu dari Ed,  sehingga mereka hanya bisa berdua berjalan kaki bersama. Hal ini mengingatkan Ed saat mereka ada di Santorini, Ed perlahan ingin meraih lengan Arinda yang jelas-jelas di hindari oleh wanita itu.

"Abang bos kapan kembali ke Jakarta ?"

"Lusa. Besok saya masih ingin mengajak kamu jalan-jalan," kata Ed dan Arinda mengangguk kemudian berterima kasih atas apa yang sudah Ed lakukan untuk membuat keluarganya senang terutama sang ibu.

"Kalau saya ingin terus seperti ini apa kamu mau ?" tanya Ed membuat langkah Arinda terhenti, dia menatap Ed dan mulai bingung.

"Kalau saya ingin terus menikmati kebersamaan dengan kamu dan keluarga kamu apakah kamu bersedia ? Saya mencintai kamu Arinda," ujar Ed meraih lengan Arinda dan satu tangannya menyentuh wajah Arinda yang kini terasa dingin. Mereka saling tatap satu sama lain lalu Ed kembali berbicara sambil mendekatkan tubuh Arinda kepadanya.

"Saya tidak bisa jauh dari kamu, sudah saya coba tapi tidak bisa. Kamu mendominasi seluruh yang saya ingin lakukan, itu sebabnya saya ada di sini." Hati Arinda menghangat, dia yakin jika apa yang Ed katakan adalah suatu kebenaran. Sorot mata pria itu jelas mengatakan segalanya Arinda menutup mata ketika tahu Ed ingin menciumnya.

Keadaan malam yang sudah larut membuat jalan sunyi, hanya ada hembusan angin dan kilau lampu jalan yang menjadi saksi terdekat melihat apa yang sedang mereka lakukan. Tidak ada penolakan sama sekali ketika Ed sudah mencium Arinda, meski tidak membalasnya namun Ed tahu dia sudah mendapatkan izin dari Arinda.

Bersambung....

*Di terima gak ya ??😌😌😌Merapat ke Karyakarsa ya kalau tidak sabar menunggu nadra update di sini. Cari saja judul yang sama dan nama penulis Nadra EL Mahya. Di Karyakarsa sudah nadra publish sampai tamat dan ada ekstra part juga.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top