29 :: Putus dan Kembali ::

Sore dari Bandung mereka pergi ke Jakarta dengan menggunakan helikopter, Ed memang sungguh di luar dugaan. Arinda saat ini menerka-nerka apa sebenarnya pekerjaan Ed. Helikopter yang membawa mereka tiba di sebuah rumah besar yang dari atas saja Arinda bisa menebak kalau rumah ini memiliki landasan helikopter di samping rumahnya.

Jemari Arinda masih terus bertaut dengan Ed, pria itu juga membantu Arinda untuk turun dari helikopter. Senyum tidak pernah lepas dari wajah Ed, Arinda sadar Ed benar-benar menyukainya tapi dia ? yang ada dalam benaknya saat ini adalah Ed tipe manusia aneh yang kepercayaan dirinya diatas rata-rata dan jangan di lupakan kalau pria ini gemar bermain wanita.

Ed terus membawa Arinda masuk menuju dalam rumah luas dengan gaya modern klasik berwarna putih itu. Mata Arinda di manjakan dengan lantai marmer dan juga furniture yang pastinya sangat mahal. Rumah ini sudah seperti hotel bintang kelas atas saja, pikir Arinda.

"Abang Bos ini rumah siapa ?" tanya Arinda namun Ed hanya menatapnya sambil tersenyum dan mata Arinda membulat sempurna ketika di hadapannya kini sudah ramai orang yang juga menatapnya dengan  penuh pertanyaan.

Arinda langsung berbalik badan, jelas ini adalah keluarga Ed dan dia tidak mau mendapatkan penghinaan kedua kalinya. "Hei Arinda kamu mau kemana ?" tanya Ed menahan tubuh Arinda.

"Abang Bos sa- saya tidak pantas ada di sini," gumamnya namun Ed malah terlihat santai dan menariknya secara perlahan menuju dimana semua orang kini sudah diam menunggu Ed memperkenalkan Arinda.

"Aunty, uncle, Dad ini Arinda," kata Ed lalu dia melihat wajah Arinda sejenak sebelum kembali melanjutkan kalimatnya "Dia wanita yang spesial untuk ku." Hanya itu yang Ed ucapkan tapi mampu membuat Arinda tertegun.

"Ck... jelas saja spesial, kau masuk ke dalam sel tahanan karenanya," ujar Ibra membuat semua terkejut begitu juga Arinda.

"Apa maksudmu Ibra ?" tanya Alfa ayah Ed, Adella sang adik juga menatap Ibra menunggu jawaban.

"Sepupu ku tercinta ini patah hati dan menghancurkan satu Bar, polisi menangkapnya semalam. Aku berpikir dia tidak akan berurusan dengan wanita ini lagi, tapi lihat sekarang dia membawanya ke hadapan kita semua." Alfa yang mendengar hal itu menatap tajam Ed, Arinda sudah ketakutan saat ini. Dia menunduk ingin berpamitan tapi Ed menahan tangannya.

"Abang Bos lepaskan," kata Arinda tapi Ed tidak mengindahkan ucapannya itu. Wajah memelas Arinda bahkan tidak membuat Ed mau melonggarkan sedikit saja pegangan tangannya di lengan Arinda. Sudah cukup orang tua Anton saja yang menghinanya jangan lagi keluarga Ed, dia bisa kena tekanan batin jika sampai terjadi lagi.

"Ed ayo, kenalkan kepada kami kenapa kalian berdiri di sana saja," ucap Akira dan tidak lama kemudian terdengar suara tawa dari semua orang. Arinda memutar tubuhnya melihat semua orang yang mengajaknya untuk bergabung di meja makan.

"Inilah keluarga ku Arinda, ayo bergabung bersama mereka."Ed mengajak Arinda yang masih saja ragu-ragu untuk duduk di meja makan bersama keluarga besarnya. Ed memperkenalkan satu persatu anggota keluarganya mulai dari tante om para sepupunya dan juga Ayah dan adiknya.

Semua orang di sana bertanya apa pekerjaan Arinda lalu Akira teringat dia pernah bertemu dengan Arinda juga mencoba masakannya "Ah usaha kamu pasti berhasil, masakan mu benar-benar enak. Ada satu orang menantu keluarga ini yang juga pintar memasak. Kalian bisa berkolaborasi membuat restoran sepertinya." Lalu semua orang tertawa kembali.

Suasana di keluarga besar Ed benar-benar hangat membuat dia merindukan ayah dan ibunya di kampung halaman. "Jadi kamu tidak berani kembali ke kampung halaman mu karena takut untuk di nikahkan ?" tanya seorang wanita bernama Bunga. Kata Ed wanita itu adalah tantenya.

"Iya," jawab Arinda seadanya.

"Sesekali pulanglah, bagaimana pun orang tua mu pasti merindukan mu. Ajak saja Eadric kesana, pasti kamu tidak akan di nikahkan." Alfa ayah Ed mengedipkan matanya kepada Arinda dan Ed bersorak bahagia. Dengan begini artinya sang ayah setuju jika dia ingin menikahi Arinda.

Tunggu...tunggu dia berpikir apa tadi ?

Ed menggelengkan kepalanya membayangkan akan melamar dan menikah dengan Arinda. Ibra memukul bahunya cukup kuat.

"Aku berani bertaruh jika Arinda tidak akan mau menikah dengan mu, menjadi kekasih mu saja dia tidak akan mau Ed. Cobalah jika kau tidak percaya," ujar Ibra yang sudah sedari tadi mengamati wajah Arinda.

"Sialan !" umpat Ed kepada sepupunya itu.

****

Arinda di antarkan Ed menuju kostnya setelah selesai makan malam bersama keluarga besar Derson. Ed sangat bahagia ketika melihat Arinda melambaikan tangan kepadanya sambil tersenyum. Setelah Ed benar-benar pergi Arinda masuk ke dalam kost, tubuhnya benar-benar sangat lelah dan dia butuh istirahat.

Ketika melewati kamar Anton yang tertutup Arinda mengingat apa yang sudah dia alami sore tadi, hatinya masih sakit jika mengingat perkataan orang tua Anton. Beruntung dia belum berhubungan terlalu jauh dengan Anton sehingga akan mudah baginya melupakan kenangan tentang pacar pertama yang ia miliki.

Benar kata orang, pacar pertama biasanya tidak akan berhasil dan itu terbukti kepada Arinda. Saat Arinda membuka kunci kamarnya suara seseorang membuat Arinda terkejut.

"Lo dari mana Tet ?" Arinda megusap arah jantungnya lalu membalik tubuhnya dengan kesal.

"Baru dari luar, lo ngagetin aja sih !" Arinda melihat Gendis yang berdiri tepat di depan pintu kamarnya. "Tumben lo ada di kos, biasa sibuk terus."

"Gue udah gak kerja."

"Hah ! seriusan ?" Arinda melihat Nindy mengangguk lesu "Sabar aja nanti pasti ada rejeki lagi, gue juga udah gak kerja." Arinda tersenyum lebar sementara Gendis mengumpat.

"Eh kalian ngapain di depan pintu ? lagi minta sumbangan ya ?" Yinela yang baru saja tiba di lantai kamar kos mereka membuat senyum penuh arti dari Nindy dan Arinda merekah.

"Iya nih kita mau minta sumbangan, tapi salah pintu. Harusnya di sini," kata Arinda mengajak Nindy bergeser ke pintu kamar Yinela.

"Ela traktir nasi padang dong," kata Nindy dan Arinda menganggukkan kepalanya.

"Malam-malam begini makan nasi padang ?" tanya Yinela tidak percaya dengan permintaan Nindy juga Arinda.

"Siapa yang bilang nasi padang gak boleh di makan malam hari ?" Tambah satu lagi kompor panas malam itu, siapa lagi jika bukan Reina "Yuk gue temenin beli nasi padang," ucapnya lagi membuat Yinela menyerah dengan pemerasan yang di lakukan ketiga sahabatnya.

"Kalian yang beli lah, udah duit gue yang keluar masa gue yang pergi beli."

"Iya nona Yinela biar kakak yang membeli nasi padang empat bungkus." Arinda menawarkan diri.

"Cepat lo kalau di traktir," ujar Yinela mengeluarkan uang dari dompetnya lalu Arinda dan Reina pergi menaiki motor menuju rumah makan padang sementara Nindy menyiapkan lapak mereka di dapur untuk menikmati nasi di tengah malam.

Sambil menunggu nasi dibuatkan oleh si penjual Arinda dan Reina bertukar cerita mengapa dia sampai berhenti bekerja, Arinda juga menceritakan tentang hubungannya dengan Anton dan juga Ed.

"Kalau dia gigih banget kenapa lo ragu ?"

"Ya takut aja, dia suka gonta-ganti pacar." Arinda menjelaskan kepada Reina yang kini juga ikut bingung sekaligus sedih mendengar dari Arinda jika orang tua Anton menghinanya. Arinda juga bercerita jika dia akan mulai berjualan di pasar, dan mungkin lusa dia sudah mulai untuk berjualan nasi campur di pasar itu.

Tidak lama mengobrol akhirnya pesanan mereka siap, sedikit lama menunggu karena banyaknya pengunjung meski sudah malam seperti ini. Acara makan nasi padang di malam hari itupun terlaksana sangat nikmat, meski Arinda sudah makan di rumah keluarga Ed tapi tetap saja ada tempat di dalam perutnya jika nasi padang yang akan masuk.

Di tengah-tengah mereka asyik makan sambil mengobrol ponsel Arinda berbunyi, dia melihat nomor asing yang menelponnya. "Kenapa gak lo angkat ?" tanya Reina kepadanya.

"Gak tau siapa yang nelpon," jawab Arinda lalu meletakkan ponselnya begitu saja di atas meja.

"Angkat aja Tet, siapa tahu penting." Mendengar Yinela mengatakan hal itu Arinda lalu teringat jika mungkin saja Bapak dan mamak-nya yang menelpon. Segera dia mengangkatnya dan benar saja suara ayah yang sangat dia rindukan dapat Arinda dengar saat ini.

["Rinda,"] kata bapaknya sambil terisak membuat Arinda cemas seketika.

"Ya Pak, ada apa ? kenapa Bapak menangis ?"

["Mamak mu nak ku, mamak mu ada di Rumah Sakit. Kami sudah di Medan sekarang."]

"Mamak sakit apa Pak ?" Arinda semakin cemas saat ini.

["Mamak mu mengalami  pembengkakan jantung kata Dokter, dia katanya mau bertemu dengan kau nak."]  Arinda mendengar jelas jika Bapaknya kembali menangis.

"Ya sudah tenang ya Pak, Arinda usahakan Arinda segera pulang. Bilang sama mamak Arinda akan pulang ya Pak," kata Arinda dan bapaknya meminta Arinda untuk segera kembali.


Hai...bagi yang tidak sabar menunggu update Bab di sini, kalian bisa ke Karykarsa saja ya, di sana sudah Nadra update sampai tamat plus Ekstra Bab-nya juga. Cuss ke aplikasi Karyakarsa judul novel sama 'Abang Boss' dan nama penulis 'Nadra El Mahya'

Terima kasih....Salam sayang dari Babang Ed. Mmmmmuaaaaccchhhhh....

Jangan lupa follow ig nadra_mahya untuk cek visual dan info update novel lainnya


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top