20 :: Kalah Start ::
Hai... Selamat malam minggu 💓💓
💓💓💓💓💓
Ed akhirnya sampai di dermaga bersama Arinda, dia di sambut oleh dua orang pria dimana satunya adalah nahkoda yang akan megemudikan Yacht yang dia dan Arinda naiki. Ed memang memutuskan ke Oia hanya berdua dengan Arinda, Ali bertugas hanya mengurus semua urusannya saja.
Saat berjalan pelan ke atas Yacht barulah Arinda sadar jika hanya ada mereka berdua dan nahkoda di kapal itu. Hari masih sore dan kialu keemasan membuat pemandangan yang dilihat Arinda sangat istimewa, Ed mengarahkan kamera ponselnya untuk memfoto Arinda yang tengah berdiri menatap pemandangan di sekeliling mereka. Deburan suara ombak membuat Arinda tertawa dan dia duduk di tepi kapal mewah itu, untuk menikmati angin laut dan ombak bersamaan.
Ed ikut duduk di dekatnya dan meniru menurunkan tangan sama dengan hal yang Arinda lakukan saat ini. Percikan air membuat keduanya tertawa bersamaan hingga Arinda terdiam saat Ed memegang erat bahunya, akibat hempasan ombak yang mengenai mereka sungguh kuat bahkan baju mereka sudah basah.
Mata Ed memang adalah hal yang harus Arinda hindarin namun sialnya dia malah terus menatap mata itu hingga tidak menyadari jika wajah mereka berdua sudah sangat dekat. Ini sama dengan apa yang pernah terjadi di pacuan kuda saat itu, Arinda menahan napasnya ketika hembusan napas Ed bisa dia dengar dan rasakan. Harum maskulin Ed membuatnya tergoda begitu saja, hingga tak sadar jika sebuah ciuman sudah mendarat di bibirnya dengan sempurna. Anehnya Arinda tidak bisa berontak, dia terdiam begitu saja memikirkan manis dan kehangatan yang dia rasakan secara bersamaan.
Kemudian wajah Ed menjauh dan rona merah muncul di wajah Arinda. Ed melepaskan jaketnya dan memberikan kepada Arinda, ini adalah hal yang sangat jelas bagi Arinda. Dia tahu ada yang tidak biasa antara dia dan Ed saat ini, dan sialnya dia hanya bisa terdiam. Bukan berarti dia menerima, tidak ! tapi untuk mengucapkan satu kalimat saja dia tidak bisa, bibir dan mulutnya terasa kelu. Dia bersumpah setiap gerakan yang Ed lakukan untuknya tadi sangat manis.
Arinda membatin "Ini adalah ciuman pertamanya dan sialnya bukan pacar pertamanya yang melakukannya melainkan bos-nya sendiri."
"Masuklah ke dalam, kamarnya hanya satu jadi kau bisa mengganti pakaian lebih dulu. Setelahnya kita akan makan malam disini." Arinda hanya diam bahkan dia juga tidak berani menatap mata Ed, dia hanya menunduk melangkah menuju kamar yang Ed maksudkan. Saat Arinda sudah benar-benar hilang dari pandangannya Ed menatap langit yang sudah mulai gelap itu, dia berteriak bahagia sambil merentangkan kedua tangannya.
****
Pagi yang sangat cerah, kapal mewah yang disebut Ed dengan Yacht itu semalam mengantarkan dia dan Ed ke sebuah desa indah bernama Oia. Setelah makan malam yang juga romantis di atas kapal itu mereka nikmati bersama hanya dengan saling diam dan Arinda memang mencuri-curi pandang kepada Ed, jantung da pikirannya masih terus mengingat ciuman yang mereka lakukan.
Pagi ini juga mata dan pikiran Arinda terbuka sempurna, dia sudah memikirkan hal ini sejak ciuman pertama yang dia dan Ed lakukan semalam.
Kini Arinda sadar jika semua yang di lakukan Ed untuknya, dan Arinda hanya bisa diam dengan pikirannya itu. Dia juga bertanya-tanya benarkah Ed menyukainya seperti yang dia pikirkan saat ini, atau pria kaya itu hanya bermain-main dengannya.
Bel kamar Arinda berbunyi, dia langsung dengan cepat membukanya. "Ayo kita sarapan setelah itu ada chef yang akan bertemu dengan mu." Arinda terkejut, dia pikir Ed hanya akan membawanya jalan-jalan saja namun ternyata dia juga harus belajar di desa itu.
Sebelum keluar dari dalam kamar Arinda terkejut dengan Ed yang berlutut di depannya. "Ayo pakai sepatu ini," ujar Ed sangat manis dan memakaikan sepatu berwarna putih di kedua kaki Arinda.
*****
Tidak ada Chika sehingga Ed sendiri yang menjadi penerjemah untuk Arinda, sesi belajar masak Arinda kali ini sedikit lebih lama karena dia belajar membuat dua menu sekaligus, Apochti dan Clorotyri yang keduanya merupakan menu khas di Santorini. Arinda juga tidak santai seperti sebelumnya karena Ed yang memenuhi isi kepalanya ada di dekat dia saat ini.
"Arinda kau lelah ?"
"Tidak terlalu abang bos, saya lapar." Arinda memegang perutnya membuat Ed tersenyum lepas dan dengan santai Ed meraih bahu Arinda untuk dia rangkul sambil berjalan. Mata Arinda melihat jemari Ed yang ada di bahunya saat ini, mereka hanya berjalan kaki karena jarak hotel dan rumah chef yang mereka datangi tadi tidak terlalu jauh. Terlebih memang jalanan yang mereka lewati kali ini sungguh indah dan berbeda ketika mereka berada di Fira.
Di desa Oia banyak bunga berwarna warni yang di tanamani di setiap sudut rumah dan pinggiran jalan. Ponsel Arinda bergetar dan saat buru-buru mengambil ponsel Ed mengatakan jika dia akan menunggu di salah satu cafe yang ada di dekat mereka saat ini.
Arinda mengangkat telpon masuk itu hingga suara Anton sang kekasih dapat dia dengar.
"Iya bang Anton."
["Kamu sedang apa ? Apa baik-baik saja di sana ?"]
"Arinda lagi mau makan, Arinda baik-baik aja kok. Bang Anton bagaimana ?" tanya Arinda sebenarnya dia juga sudah risih karena mata Ed yang duduk di teras cafe terus menatapnya sedari tadi.
["Saya baik-baik saja. Hanya saja saya merindukan kamu."]
"ARINDA," teriak Ed dan benar saja dugaan Arinda. Ed tidak akan membiarkan sedikit saja dia memiliki waktu untuk orang lain.
"Bang Anton maaf ya nanti Arinda hubungi lagi. Bos sudah memanggil Arinda soalnya. Dah....bang Anton." Arinda mematikan sambungan telpon itu tanpa menunggu jawaban Anton kekasihnya.
Arinda duduk di meja yang sudah tersaji makanan dengan sangat cepat. Ed kini tersenyum kepadanya, dan Arinda hanya menekuk wajah.
"Siapa yang telpon kamu ?"
"Kenapa abang bos mau tau ?"
"Apapun tentang kamu saya harus tau !"
Arinda tidak menjawab melainkan hanya menyuapkan satu sendok makanan yang ada di hadapannya.
"Itu makanan saya kenapa kamu makan ?"
"Abang bos kenapa tidak bilang, dan kenapa di letakkan di hadapan saya."
"Bukan saya yang meletakkan melainkan pelayannya, kenapa kamu marah sama saya ?"
Adu mulut kembali terjadi lagi diantara mereka. Ed lalu menggeser duduknya kini menjadi di sebelah Arinda, membuat wanita itu bingung dan sedikit waspada.
"Kamu suapi saya sebagai ganti ruginya."
"Ya ampun pesan saja lagi abang bos."
"Saya mau yang ada di piring itu se-ka-rang !" Dengan wajah gemas Arinda menyuapkan satu sendok ke mulut Ed dengan porsi yang besar.
"Rasain lo, biar keselek sekalian !"
Tapi Ed menerimanya dengan senyuman, Arinda tidak mengerti dengan tingkah Ed saat ini. Niatnya ingin makan tapi terus saja terpikirkan dengan kejadian dimana ciuman itu terjadi, tapi yang Arinda lihat Ed hanya santai saja seolah tidak terjadi apapun antara mereka.
"Ayo makan, setelah ini saya ingin ajak kamu ke suatu tempat."
Tempat yang Ed maksud ternyata sebuah bukit yang sangat tinggi dengan beberapa bangunan yang khas dengan desa itu. Dari sana dia bisa melihat keindahan laut serta deretan bangunan di pinggiran pulau itu dengan jelas, daerah itu sedikit ramai dan seketika ada musik yang khas dengan penduduk disana dimainkan. Arinda terpana dengan banyaknya orang yang ikut menari pria dan wanita mengikuti irama dari musik itu.
"Ayo kita coba lakukan," ajak Ed langsung menarik lengan Arinda begitu saja.
Arinda ikut tertarik dengan yang orang lain lakukan, dia juga menikmatinya. Jika di kampungnya hal semacam ini akan mereka lakukan ketika ada festival Danau Toba atau pesta pernikahan. Ed dengan lembut memengan pinggang Arinda dan jemari tangannya mengisi kekosongan di jari-jari Arinda, mereka sudah seperti pasangan kekasih atau suami istri yang sedang menikmati liburan. Musik berakhir dan Ed ikut memberikan tepukan tangan sementara Arinda hanya mengulum senyum, dari sana mereka pergi ke sebuah toko. Ed mengajak Arinda membeli beberapa pernak-pernik untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Setelah dari sana barulah mereka kembali ke hotel, hari juga sudah gelap. Ed mengantarkan Arinda hingga ke depan pitntu kamarnya tapi sebelum Arinda masuk ke dalam kamar Ed menarik lengan Arinda. "Arinda boleh saya pakaikan ini ?" tanya Ed sambil menjuntaikan sebuah kalung yang sangat indah.
"Abang Bos saya ___." Kalimat itu tidak selesai karena Ed sudah membungkamnya dengan memagut bibir Arinda, kali ini ciuman itu seolah menuntut dan Ed membawa tubuh Arinda lebih dekat kepadanya. Arinda ingin menangis karena entah kenapa rasanya dia begitu sedih saat ini.
"Arinda saya menyukai kamu," ujar Ed setelah ciuman itu berakhir dan dengan lembut dia memakaikan kalung emas putih dan bermatakan berlian biru itu ke Arinda. Dia melihat kalung itu sempurna dipakai oleh Arinda, Ed tersenyum.
"Abang Bos, sa-ya."
"Kamu tidak boleh menolak, saya memesankan ini khusus untuk kamu."
"Abang bos dengar dulu !" Arinda menaikkan suaranya sehingga Ed akhirnya diam menatap wajah Arinda yang sudah ingin menangis.
"Abang bos jangan lakukan ini kepada saya ! saya sudah memiliki kekasih."
Bersambung...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya 💓💓
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top