18 :: Nyaris Saja ::

Menatap wajah Arinda tidak akan pernah membuat Ed bosan, kemudian dia tertawa lepas saat melihat Arinda melemparkan bantal ke arahnya. "Abang bos sana dong, gak lucu loh !" kata Arinda dan dia mulai berlari kearah lain karena Ed terus saja mendekat ke arahnya.

"Kamu kenapa  kesana-kemari, benar-benar ingin aku tangkap ha ?!" tanya Ed lalu Arinda terdiam. Dia melihat Ed yang memasukkan kedua lengan kedalam saku celana. "Ayo ikut saya, kita makan malam."

"Ck,dari tadi kek !" seru Arinda lalu mengikuti Ed dari belakang tubuh pria itu sementara Ed di depannya terus tersenyum geli mengingat raut wajah Arinda.

Makan malam kali ini mereka hanya berdua dan tempat yang saat ini Ed sudah pesan benar-benar mendapatkan view yang indah. Meja yang diberikan lilin serta hiasan lainnya yang membuat makan malam itu layaknya dinner romantis. Ed tahu Arinda tidak menyadari semua yang dia siapkan untuk wanita itu, Arinda hanya takjub dengan pemandangan juga makanan yang ada di hadapannya saat ini.

"Kau suka ?" tanya Ed ketika Arinda tengah menatap makanannya.

"Belum dimakan abang bos, bagaimana tahu rasanya."

"Bukan makanannya ! tapi semua yang saya siapkan ini untuk kamu ?" apa yang dikatakan Ed malah membuat Arinda semakin bingung hingga dia menggaruk sedikit kepalanya yang tidak gatal.

"Kenapa ? Takjub dengan yang saya siapkan ini." tanya Ed lagi dan Arinda mengangguk tentu saja.

"Kapan abang bos menyiapkan ini semua ? bukankah sedari tadi dengan saya lalu apakah abang bos juga bisa memasak." Ed yang mendengar semua kalimat itu hanya bisa menarik napasnya.

"Saya menyiapkan ini untuk kamu Arin-da. Tapi menyuruh orang bukan saya kerjakan sendiri."

"Oh..kalau begitu bukan abang bos dong yang menyiapkan."

"Astaga wanita ini !" Ed menghembuskan napasnya kasar, kenapa Arinda sangat handal memutar balikkan suasana hatinya. "Sudah ayo makan ! sebelum kamu saya makan."

"Ih suka banget bilang mau makan saya, abang bos sudah seperti Sumanto saja."

"Siapa Sumanto ?"

"Ada tetangga sebelah," jawab Arinda asal  lalu menyuapkan makanan ke mulutnya, namun reaksi Ed benar-benar berbeda. Dia berpikir Sumanto adalah pria yang dia lihat membantu Arinda membawa koper waktu itu.

Perbincangan yang tidak satu arah antara mereka berdua pun bisa berganti ketika Ed diam dan kali ini menikmati makanannya sambil menatap Arinda. Dia lalu teringat dengan kegiatan Arinda selama dia tidak ada.

"Arinda, jadwal kamu selama saya tidak ada adalah belajar memasak dengan koki yang sudah saya minta mengajari kamu."

"Baiklah abang bos. Terima kasih, " ujar Arinda lalu dia tersenyum manis.

"Sore harinya kita akan berjalan-jalan." Arinda mengangguk setuju lalu dengan santainya dia meminum cairan berwarna merah gelap yang ada di dalam gelas seperti minum sirup yang membuat Arinda langsung memejamkan mata dan tersedak.

"Ini apa ?" katanya.

"Itu Wine, kenapa kamu minum seperti itu." Ed memanggil pelayan yang berjaga tidak jauh dari mereka untuk membawakan air mineral untuk Arinda. Ed terlihat sangat khawatir saat ini hanya karena Arinda tersedak. Sikap baik Ed ini yang membuat Arinda lagi-lagi membuat hati Arinda menghangat.

Sambil menikmati makanan penutup Ed sudah menebak apa yang akan terjadi selanjutnya dan sialnya itu terjadi. Arinda yang meminum setenagh gelas wine kini sudah meracau yang tidak-tidak, Ed mendekati Arinda karena wanita itu terus saja menceritakan hal-hal yang sama sekali tidak di mengerti Ed karena Arinda berbicara dengan cepat dan terkadang memakai bahasa daerahnya. Ed awalnya mengajak Arinda untuk kembali ke kamarnya namun wanita itu mengatakan tidak mau, dia akan kembali ke kamar jika bulan yang dia lihat saat ini sudah tidak terlihat lagi.

Ed memijat pelipisnya lalu dengan cepat menggendong Arinda membuatnya memberontak karena Ed menggendongnya. Arinda tidak terbiasa meminum wine dan mungkin ini pertama kalinya sehingga wanita itu belum terbiasa. Hal ini karena wine memutus komunikasi antara dua bagian otak yaitu amygdala dan prefrontal cortex.

Ed membuka kunci apartement Arinda yang dia sudah tahu sandinya dan dengan mudah masuk ke dalam kamar membawa wanita itu, Ed membaringkan tubuh Arinda di atas tempat tidur dan melihat Arinda yang menangis tidak tahu pasalnya.

"Abang bos mau kemana ?" tanyanya dan Ed menggelengkan kepala mendengar nada manja itu. Ed yang sedikit lelah karena harus menggendong Arinda sambil menaiki anak tangga berjalan ke balkon kamar berniat mencari udara. Dia menghembuskan napas lalu membuka dua kancing teratas kemeja yang ia gunakan, tubuhnya kaku ketika ada tangan yang melingkar di tubuhnya.

"Arinda ?" katanya dengan jantung yang tidak teratur. Sentuhan Arinda ini tidak nyaman untuk gejolak dalam dirinya. Ed memutar tubuhnya dan wanita berbahaya ini masih memeluknya erat. "Arinda lepaskan saya  atau," kata Ed terhenti ketika mata Arinda menatapnya dengan senyuman khas wanita itu. Satu tangan Ed terulur menyentuh wajah Arinda.

"Kamu cantik." Ed ingin mencium bibir Arinda saat itu dan Arinda juga sudah menutup matanya, jarak mereka sangat dekat saat ini tinggal sedikit lagi ciuman itu terjadi tapi Ed menahan keinginna terbesarnya itu hanya untuk tidak kehilangan Arinda di kemudian hari.

"Abang bos kenapa ?" tanya Arinda dengan lucunya. Ed mengacak rambut Arinda dan menarik napas, dia membalas pelukan itu dan tersenyum. Hanya memeluk Arinda seperti ini saja dia sudah sangat bahagia, dunia Ed terasa sudah lengkap. Jika saja Ed berniat jahat itu bisa dia lakukan sekarang namun dia tidak mau melakukannya karena dia tahu dia akan kehilangan wanita ini jika dia melakukan itu. Dia sangat ingin mencumbu Arinda tapi sepertinya tidak untuk dia tinggalkan setelahnya, mungkin benar kata Ibra jika dia sudah jatuh cinta.

Pelukan ini juga sudah membuktikan semuanya. Arinda harus tahu apa yang dia rasakan, tapi mungkin dia perlu menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukannya. Ed menelpon Ali meminta penerjemah sekaligus orang yang dibayar Ed untuk menemani Arinda itu datang ke kamar Arinda untuk menjaga Arinda. Ed takut jika dia yang terus bersama Arinda maka malam mereka menjadi panjang akibat dia tidak lagi bisa menahan godaan yang Tuhan berikan kepadanya melalui wajah dan tubuh Arinda.

Ketika Chika datang bersama Ali mereka melihat Arinda duduk di pangkuan Ed yang sedang duduk di sofa yang ada di balkon. Chika sempat terkejut namun dia menahan suaranya. Ed yang mengetahui kehadiran dua orang itu dan juga Arinda sudah tidur perlahan mengangkat tubuh wanitanya itu untuk berbaring di ranjang.

Ed tersenyum melihat wajah pulas Arinda "Dia sedang mabuk, jadi pastikan kau menjaganya dengan baik. Jika sesuatu terjadi kepadanya aku akan menuntut mu Nona kau paham !" Chika yang mendengar suara tegas itu langsung mengangguk mengiyakan perintah Ed.

Chika menatap wajah Arinda  setelah Ed dan Ali keluar dari dalam kamar itu, dia menggelengkan kepala. Chika yakin Arinda memiliki hubungan dengan Ed, mungkin Arinda tidak mengakui kepadanya karena ingin menyembunyikan sesuatu darinya.

Ed kini sudah berada di dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Arinda  dia mengetikkan pesan di ponselnya kepada Arinda agar besok pagi wanita itu bisa membaca isi pesannya.

[Aku yakin pagi ini kau telat bangun, tapi tenang saja aku sudah meminta Chika mengurusmu dengan baik. Jangan melupakan malam kita yang begitu indah semalam Arinda dan terima kasih dengan apa yang kau berikan untukku, aku menyukainya.]

 Ed tertawa bahagia lalu merebahkan tubuhnya, dia menebak-nebak ekspresi apa yang akan Arinda berikan kepadanya ketika besok mereka bertemu.



Bersambung...

Rame yuk komen dan votenya biar aku semakin menggebu up disini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top