17 :: Santorini ::
Pemandangan yang indah dengan hamparan laut luas berwarna biru memanjakan mata Arinda. Senyuman Arinda tidak pernah lepas ketika dia tiba di Negri para dewa itu.
Dari mulai di Athena hingga ke Santorini, terlebih Ed sejak tiba dia langsung di sibukkan dengan bertemu dengan kolega bisnis, Arinda akhirnya ke hotel ditemani oleh satu orang wanita yang bertugas menjadi penerjemahnya. Mereka bertemu di Bandara di Athena, namanya Chika. Dari Bandara mereka menuju Kota Fira yang merupakan Ibu Kota Santorini, Chika menjelaskan berbagai hal mengenai Santorini hingga akhirnya mereka tiba di hotel mewah yang menjadi tempat tinggal Arinda selama beberapa hari ke depan.
"Bagaimana Arinda kamu suka kamarnya ?" tanya Chika dia tadinya memanggil Arinda dengan sangat kaku tapi Arinda langsung memintanya memanggil nama saja.
Arinda mengangguk antusias. Bagaimana tidak suka dengan kamar luas, tempat tidur super besar dan ada balkon juga di kamar itu. Dari sana dia benar-benar bisa melihat sepenuhnya keindahan yang luar biasa.
"Ini benar kamar untuk saya ?" tanya Arinda karena dia takut jika ternyata ada kesalahan.
"Tidak ! nomor reservasi yang aku terima dari Ali benar jika ini kamarnya. Petugas hotel juga sudah mengeceknya tadi bukan. Ada apa ? Bukankah kekasih mu itu keluarga kaya raya."
"Kekasih ?"
"Iya Mr. Derson bukankah dia kekasih mu ?"
"Bukan," ujar Arinda dan dia langsung dengan cepat menggelengkan kepalanya "Aku hanya bekerja untuknya sebagai tukang masak." Chika yang mendengar itu masih berpikir keras, namun dia kemudian meminta maaf kepada Arinda.
Telpon di kamar itu berdering, Chika langsung mengangkatnya dan kemudian memanggil Arinda.
"Halo," jawab Arinda langsung tanpa tahu siapa yang menelpon.
"Kau suka kamar dan pemandangannya ?"
"Ini abang bos ?"
"Menurut kamu siapa lagi !? Kamu tidak mengenali suara saya ?"
Arinda tersenyum lalu dengan semangat mengatakan dia sangat menyukai kamar dan juga pemandangannya.
"Baiklah saya masih ada rapat penting, sampai bertemu saat makan malam nanti."
"Baiklah abang bos !" Arinda tersenyum menutup telponnya.
...
Hari sudah mulai sore, dari kaca restoran Ed bisa melihat matahari terbenam yang memancarkan cahaya begitu indah. Ed menyesal karena tidak bisa menikmati pemandangan indah ini bersama dengan Arinda.
Rasanya Ed ingin buru-buru untuk melihat wajah wanita itu. Hanya menelpon saja rasanya tidak cukup untuk membuat dirinya tenang.
Namun dia tetap harus fokus dengan pekerjaan yang sedang dia lakukan agar dua pengganggu yang mengikutinya bisa segera dia suruh kembali ke negara masing-masing.
Setelah selesai Ed langsung buru-buru keluar dari restoran itu.
"Hei Ed, kita makan malam bersama dulu." Aidan menghentikan langkah Ed.
"Iya Ed, katanya di sekitar sini ada cafe yang makanannya sangat enak dan terkenal." Samantha ikut membujuk Ed tapi sepertinya tidak berhasil juga.
"Aku tidak bisa makan tanpa Arinda." Ed merasa sangat tolol saat ini dia langsung mengumpat di dalam hati dan meralat ucapannya "Maksud ku, Ali sudah meminta Arinda untuk menyiapkan makanan ku." Semua yang tadi terkejut kini menjadi ingin tertawa kecuali Samantha tentunya.
Setelah mengatakan itu Ed pergi begitu saja di ikuti oleh Ali. Mereka berdua menaiki mobil yang memang menjadi transportasi Ed selama di sana.
"Sepertinya tidak ada Pengusaha yang membawa kokinya untuk tugas ke luar Negri." Aidan berkomentar melihat tingkah konyol sepupunya itu.
"Ada ! Itu saudara mu sendiri." Ibra tertawa setelahnya lalu menepuk pundak Aidan untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Di dalam mobil Ed terus melihat jam di ponselnya, apalagi jika bukan karena tidak sabar bertemu dengan Arinda.
Sementara Arinda setelah selesai membersihkan dirinya dia duduk di balkon kamar itu. Dia membayangkan jika bisa pergi ke tempat-tempat indah seperti ini tanpa pusing memikirkan biayanya.
Bel di kamarnya berbunyi membuat dia segera membuka pintu. Dia melihat Ed tersenyum kepadanya dan langsung masuk ke dalam kamar tanpa dia persilahkan.
Arinda berjalan mundur ketika Ed terus melangkahkan kakinya maju.
Mata Ed benar-benar membuat Arinda tidak bisa memalingkan pandangan ke arah lain, dia terkunci disana. Hingga tersadar ketika Ed sudah memeluknya, terasa hangat namun Arinda tahu ada yang salah dengan apa yang terjadi saat ini.
"Terima kasih," ucap Ed lalu kemudian melepaskan pelukan itu.
"Dasar bos sableng !" Batin Arinda ketika selanjutnya dia melihat Ed sudah merebahkan tubuh di tempat tidurnya.
"Abang bos kenapa tidur di sini ?" tanya Arinda dan satu tangannya dia pakai untuk menggerakkan tangan Ed agar bangun dari tempat tidur itu.
Tapi Ed dengan cepat menarik lengan Arinda sehingga tubuh Arinda terjatuh tepat di atas tubuhnya.
Arinda menatap horor wajah yang kini tengah tersenyum kepadanya itu. Arinda ingin segera berdiri tapi Ed sudah memeluk erat pinggangnya dan langsung merubah posisi tubuh mereka lagi.
Sekarang tubuh Arinda sudah berada di bawah Ed. Senyuman Ed masih bertahan di wajahnya dan Arinda sekarang takut pada tahap yang selanjutnya akan terjadi. Tahap dimana yang ia biasa lihat di film-film romansa.
"ABANG BOS !" teriak Arinda langsung membuat Ed menjauh dari tubuh Arinda. Suara Arinda memang luar biasa, tidak berteriak saja sudah menggema apalagi dia berteriak seperti ini.
"Kamu kenapa teriak ?"
"Lalu harus apa ?!" Arinda sudah berdiri dia kesal setengah mati dengan Ed.
"Bukan hanya labil tapi juga mesum !" mendengar kalimat yang Arinda ucapkan Ed langsung membulatkan mata dan dia kembali berjalan mendekati Arinda.
"Kamu bilang apa tadi Arinda ?" tanya Ed tersenyum licik membuat Arinda segera menutup mulutnya. Karena sangat kesal dia jadi keceplosan.
"Abang Bos, katanya mau makan kan ?"
"Iya."
"Ya sudah ayo kita makan." Arinda tersenyum lebar mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ayo ! Tapi saya mau makan kamu."
Bersambung....
Vote dan komentarnya aku tunggu ya...
Btw bagi yang mau membaca cerita Ibra dan Aidan bisa ke lapak innovel aku ya.
Judul cerita love behaviour disana ada cerita mereka. Dan juga judul Timbangan cinta.
Terima kasih 🙏🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top