14 :: Terduga ::
Ed benar-benar sudah gila bagi Arinda, karena bos-nya itu membelikan semua brang-barang mewah untuk keperluannya selama di Santorini. Jika kalian merasa Arinda sangat bahagia, nyatanya sama sekali tidak. Arinda yang adalah wanita mandiri serta pekerja keras menjadi berpikir jika Ed benar-benar mengerikan.
Seperti saat dia meminta Arinda memilih koper mana yang Arinda inginkan dan ketika Arinda menolak karena beralasan masih memiliki koper yang bagus di kos-nya Ed akan mengancam Arinda dengan memotong gaji jika Arinda tidak membeli koper baru, bukankah sikap Ed benar-benar mengerikan dan sangat labil ?
Ali juga dibuat ikut sibuk dalam memilihkan pakaian untuk Arinda, setiap ada baju yang cocok dengan Arinda dan terlihat bagus Ed akan tidak suka dengan alasan terlalu terbuka, terlalu pendek, terlalu ketat membuat Arinda dan Ed menjadi bahan tontonan gratis di butik mahal yang ada di mall itu.
"Abang bos ini kebesaran sama saya ?"
"Tidak ini pas ! kamu cantik memakai ini."
"Ini sudah seperti daster, saya tidak suka !"
"Saya yang ingin membelikan kamu, jadi jangan banyak protes !"
"TAPI SAYA TIDAK MAU ! LAGI PULA SAYA TIDAK BUTUH BAJU-BAJU INI," teriak Arinda kesal dan Ed terdiam melihat Arinda yang sudah benar-benar kesal dengan kelakuan Ed. Arinda lalu melihat arah pandang Ed yang menuju ke bagian dadanya langusng memukul lengan Ed tanpa ampun. Tidak ada yang berani memukul Ed sampai terasa lebam selain Arinda.
Suara tawa dari arah belakang mereka membuat keduanya melihat siapa yang sedang tertawa. Arinda masih bingung tapi Ed malah mengumpat.
"Eadric Derson sedang di butik dengan wanita dan terkena pukulan, aku yakin keluarga kita akan menyukai video ini." Ibra dan Aidan yang muncul di saat tidak tepat dan ternyata sudah merekam aksi adu mulut bahkan hingga Arinda memukul lengan Ed dengan kesal.
"Shit !" umpat Ed pelan ketika kedua sepupunya itu kini sedang mengajak Arinda berkenalan.
"Jadi kamu koki di apartemen Ed ?" tanya Ibra.
"Iya."
"Kalian sedang apa disini ?"
"Berbelanja, bos Ed memaksa saya." jelas Arinda dengan nada ketus karena masih saja kesal dengan kelakuan Ed saat ini.
"Senang bertemu dengan mu Arinda, dan untuk informasi. Ed tidak pernah mengajak wanita secantik dirimu untuk berbelanja jadi manfaatkan serta maafkan sifatnya yang menyebalkan tadi oke," ujar Ibra lagi dan pria yang berkenalan dengan Arinda yang satunya hanya melemparkan senyuman kepadanya lalu keduanya pergi dari sana.
Tatapan Arinda kini beralih kepada Ed yang sudah tidak banyak bicara, dia sudah yakin pasti akan ada pengadilan untuknya di rumah keluarga besarnya nanti.
"Abang bos tidak pernah mengajak pacarnya belanja ya ?" tanya Arinda kini sudah dengan tidak ketus lagi.
"Tidak ! saya tidak pernah punya kekasih."
"Tidak punya kekasih, tapi sering pulang malam bawa wanita untuk di tiduri." Pikir Arinda dalam hati.
****
Karena belanjaan Arinda sangat banyak, Ali bahkan harus membantu supir Ed untuk membawa tas belanjaan, sementara Ed masih menahan Arinda di dalam mobilnya, Ed memang tidak membiarkan Arinda membawa barang belanjaannya Seorang diri, melainkan menyuruh Ali dan supirnya yang membawanya hingga ke depan kamar kos Arinda.
"Kamu Besok pagi saya jemput !"
"Saya bisa naik sepeda saja bos," kata Arinda menolak namun dia lupa sepedanya sedang tertinggal di parkiran apartemen Ed. "Baiklah di jemput jam berapa ?"
"Jam tujuh, jangan sampai telat atau saya akan naik ke kamar kamu."
"Baiklah abang bos siap !" jawab Arinda memberikan jempolnya, dia tersenyum lebar terlebih di butik tadi Ed akhrinya membiarkan Arinda memilih semua pakian yang dia inginkan. Wajah masam Ed di butik tadi menghiasi pikirannya hingga dia tiba di kamar.
"Dasar bos labil," serunya lalu tertawa bahagia. Tidak lama ada pesan masuk dari si bos-nya itu.
Arinda terdiam membaca kata 'melayani saya' lalu dia kemudian mengetikkan pesan balasan.
Ed yang mengetik pesan balasannya itu kini tertawa dan dia merasa tergelitik sendiri membuat Ali yang memperhatikan tingkah bos-nya itu hanya bisa menggelengkan kepala.
Sebuah pesan diterima Ali dan kini dia memiliki satu tebakan untuk takdir yang mempertemukan Arinda dan juga bos-nya yang bersikap aneh semenjak bertemu dengan koki kesayangannya.
"Bos," panggil Ali dengan sopan dari kursi depan.
"Hem," jawab Ed seadanya namun matanya masih tetap fokus kepada layar ponsel karena masih terus berbalasan pesan dengan Arinda.
"Restoran yang pernah bos minta cari kontaknya itu, saya sudah mendapatkan info dari karyawan kantor yang memesan makanan tersebut."
"Lalu ?"
"Dari nomor yang saya dapat itu adalah nomor ponsel Arinda." Ed terdiam beberapa detik sebelum kembali tersenyum lebar. Kemudian sebuah pesan masuk ke ponselnya tapi bukan dari Arinda, melainkan dari Ibra. Dengan malas Ed membaca keseluruhan pesan itu.
Ed tidak membalas pesan itu melainkan dia memikirkan isinya, dia kemudian melihat semua pesan yang dia dan Arinda lakukan tadi, sungguh rasanya dia bahagia. Padahal itu hanyalah sebuah pesan biasa, Ed juga kini sudah melupakan rencananya untuk menaklukan Arinda lalu membawa keranjangnya. Sekarang yang dia pikirkan adalah untuk membuat wanita itu bahagia dan juga bisa melihat senyumnya.
Bersambung....
Maaf ya lama absen, siap-siap buat part berikutnya ya.
Siap gak ?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top