Bab 8 :: Kembali lagi

"KAMU!"

Renata bertingkah aneh. Sembari melotot, ia menatap Handojo dengan tatapan marah. Handojo belum sempat mengerti maksud Renata, Ustadz Mansyur segera mengambil alih. Menghentikan segala macam kemungkinan yang bisa Renata lakukan, meski sebenarnya itu bukan kehendak Renata.

Ustadz Mahsyur memegang baju dan juga lengan Renata sembari terus merapalkan doa-doa. Renata semakin berontak, Handojo lekas membantu. Sedangkan Hana memilih untuk mundur dan mengamankan anak-anak mereka. Bahaya kalau sampai anak-anaknya ikut terkena imbas kejadian kali ini.

"PANAS! PANAS!" Renata berteriak. Jelas itu bukan suaranya.

Suara si Noni Belanda. Handojo bahkan sampai hafal dengan suaranya.

"Mau apa kamu?" Dengan tenang, ustadz Mahsyur bertanya pada sosok yang saat ini sedang mendiami tubuh Renata.

"MAU DIA! MAU DIA! MAU DIA!" Renata yang masih dengan mata melotot menunjuk dan menoleh pada Handojo yang memegangi lengan serta bahu kanannya.

"Buat apa kamu mau dia?"

Renata tidak menjawab. Geraman dan desisan yang terdengar hingga akhirnya ia tertawa lepas. Tawa yang mengerikan.

"KUBURKAN SAYA! KUBURKAN SAYA! KUBURKAN SAYA!"

Tawa itu masih terdengar. Sembari mengucapkan kuburkan saya berkali-kali. Sejenak Renata diam, lalu tertawa, lalu mengatakan kuburkan saya, begitu terus sampai lima menit ke depan. Handojo mulai kewalahan memegangi Renata yang terus berontak. Lengan Renata sampai merah dibuatnya.

"Kamu sudah mati, tidak ada tempat kamu di sini. Sekarang, keluar! Tubuh ini bukan milikmu! KELUAR!" Ustadz Mahsyur berteriak. Memegangi kepala Renata yang masih saja berontak. Membacakan doa-doa yang Handojo sendiri tidak paham.

Hingga beberapa menit kemudian, Renata tidak sadarkan diri. Sosok itu menghilang. Ruqyah berhasil dilakukan.

Handojo segera membopong tubuh Renata ke kamar dan memasrahkan bagian itu pada istrinya, sementara ia kembali menghampiri ustadz Mahsyur yang saat ini terlihat lelah dengan peluh  diwajah.

"Kejadian seperti ini sudah biasa, Mas. Tidak perlu takut. Adik Renata sedang halangan, jadi memang riskan sekali terjadi hal-hal seperti ini."

"Nggak masalah, Ustadz. Yang penting makhluknya udah keluar."

Sang ustadz kemudian memberikan sebuah air untuk diberikan pada Renata setelah siuman nanti. Sebelum berpamitan, beliau meminta Handojo dan juga Hana untuk menaburkan garam kasar ke setiap sudut rumah dan juga kamar sambil dibacakan ayat--ayat suci Al-Qur'an.

"Jangan lupa garamnya ya, Mas. Kalau bisa setiap petang menjelang Maghrib. Mas sekeluarga jangan lupa rajin beribadah. Karena rumah ini sudah lama ngga ditempati, butuh sekali yang namanya pembersihan dari orang-orang yang tinggal di dalamnya. Sosok tadi sebenernya cuma menganggu. Tinggal kitanya saja yang harus lebih kuat dari dia. Saya sudah coba pindahkan dia keluar rumah. Semoga dengan adanya garam dan bacaan tadi, bisa menghalau sosok itu masuk. Ingat, Mas. Jangan lupa berdoa dan jaga keluarga. Saya pamit."

Handojo mengangguk dan menyalami ustadz Mahsyur sembari mengucapkan banyak terima kasih. Beberapa saat setelah ustadz Mahsyur pulang, Renata akhirnya sadar.

"Aku kenapa, Mbak?"

Hana tidak mau mengatakan yang sejujurnya, ia tidak ingin Renata khawatir dan merasa takut. "Kamu kecapean aja, makanya tadi pingsan."

Sedangkan Renata tidak merasa demikian. Ia sangat baik-baik saja bahkan saat ustadz Mahsyur datang. Sebelum pandangannya tiba-tiba gelap, Renata sempat melihat Noni Belanda itu memperhatikan mereka. Noni itu bahkan berjalan mendekati mereka dan selebihnya, Renata tidak ingat. Pandangannya gelap dan ia tidak ingat apa-apa.

Tapi sudahlah. Semoga setelah ustadz Mahsyur datang, rumah ini menjadi lebih baik lagi. Renata tidak ingin melihat si Noni Belanda datang dan menampakkan wajahnya dihadapannya lagi.

***

Seminggu berlalu dan mereka betulan baik-baik saja. Tidak ada gangguan mistis di tengah malam. Kirana si bungsu tidak pernah rewel dan susah tidur lagi, Bintang juga tidak pernah terlihat berbicara sendiri. Baik Handojo, Hana dan juga Renata tidak lagi mengalami gangguan itu. Mereka juga tidak pernah melihat si Noni datang dan menakuti mereka lagi.

Seminggu juga mereka rutin melaksanakan apa yang Ustadz Mahsyur suruh. Taburan garam, lebih sering mengaji dan beribadah. Semuanya aman. Handojo juga bisa bernapas lega. Ia sudah tidak khawatir lagi akan keadaan rumahnya yang demikian. Jadi ia bisa fokus mengurus pekerjaannya yang tertunda mulai dari sekarang.

Saat tengah membersihkan halaman seperti biasa, Bu Romlah datang menghampiri. Beliau memang sering kali lewat untuk pergi ke sawah. Namun baru kali ini Bu Romlah terlihat ingin mampir. Handojo menyambutnya dengan riang, ia lupa belum berterima kasih atas bantuannya memperkenalkan ustadz Mahsyur pada dirinya tempo lalu.

"Gimana, Nak? Aman?"

"Alhamdulillah, aman, Bu. Saya berterima kasih banyak sudah mengenalkan pada Ustadz Mahsyur. Sekarang keadaan rumah jauh lebih baik. Sudah tidak ada lagi gangguan."

Bu Romlah mengangguk. Beliau terlihat sedang mengamati rumah ini. Beliau amati dengan seksama.

Melihat Bu Romlah yang diam saja, jelas Handojo hanya bisa menunggu beliau berbicara. Ia mengerti sekarang, jika Bu Romlah sudah begini, pasti ada hal yang beliau lihat dan ingin disampaikan padanya. Jadi, Handojo hanya menunggu beliau untuk berbicara.

"Hati-hati, Nak. Jangan lengah. Manusia yang lengah adalah sasaran empuk bagi mereka yang suka menganggu. Ibu nggak bisa banyak membantu, tapi sosok itu sepertinya memang menginginkan sesuatu dari kamu. Dia masih di sini, menunggu waktu yang tepat untuk berbicara padamu."

Handojo seketika merasa bingung. Apa maksudnya sosok itu menginginkan sesuatu darinya? Apa yang Handojo punya? Ia bahkan tidak punya apa-apa untuk dijadikan sebagai target bualan.

"Maksudnya, Bu?"

"Mereka diam, bukan berarti menyerah. Mereka diam menunggu waktu yang tepat buat mengatakan semuanya. Jelas dari awal ada yang salah, tapi Ibu tidak mengerti apa yang salah. Pokoknya kamu baik-baik saja di sini, tetep jalani sesuai apa yang Ustadz Mahsyur perintahkan. Jangan lengah dan banyak berdoa serta beribadah. Ibu mau ke sawah dulu."

Handojo mengangguk dan mengantarkan Bu Romlah sampai ke jalan depan rumahnya. Ia masih tidak mengerti apa yang dimaksud dengan perkataan Bu Romlah. Apa yang dimau sosok itu? Kuburkan? Kuburkan di mana? Apa yang mau dikuburkan?

Itu masih menjadi pertanyaan besar bagi Handojo sampai sekarang.

***

Malam berlalu begitu cepat. Selama seminggu tidak ada gangguan berarti membuat malam ini terasa begitu tenang. Renata mulai besok akan bersekolah dan ia sedang menyiapkan barang-barang untuk ia bawa ke sekolah barunya besok. Renata juga sudah menempati kamarnya sendiri. Mereka tidak lagi berkumpul dalam satu kamar. Tidak ada hal yang menyeramkan terjadi seminggu belakangan.

Sembari menyiapkan buku-buku barunya, Renata bersenandung kecil. Namun beberapa saat setelahnya Renata terdiam. Ia menyadari lagu yang baru saja ia nyanyikan bukan berasal dari lagu-lagu yang ia hafal. Lagunya berbeda, dan tidak pernah Renata nyanyikan sebelumnya.

Untuk memastikan ia kembali bersenandung. Lagi-lagi, saat menyanyikannya Renata seperti sangat hafal. Namun saat ia sadar, ia bahkan tidak mengenali lagu itu. Sebentar, ini ada yang salah dari dirinya. Tidak mungkin Renata bernyanyi dalam bahasa asing selain bahasa inggris. Sungguh, ia tidak tahu sama sekali lagunya.

"Itu lagu favorit aku."

Renata dengan cepat menoleh ke belakang. Kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana. Lalu, siapa yang berbicara?

Saat menoleh ke cermin, anehnya di cermin itu, Renata hanya diam saja. Ia bahkan mencoba menggerakkan badannya tapi di cermin itu ia tetap diam saja. Renata yang masih penasaran dengan apa yang terjadi mendekati cermin. Namun saat mendekat, Renata yang ada di dalam cermin bergerak menunjuk sesuatu padahal Renata sendiri hanya berdiri diam.

"Rumahku di sini. Kenapa aku yang disuruh pergi?"

~To be Continued~

1.150 kata.

26 Mei 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top