Bab 25 :: Usai Sudah (END)

Saras sampai di rumah dengan selamat. Agak sedikit menjengkelkan karena Saras benar-benar harus membuang sampah yang ada di ruang tamu rumah Handojo sesuai dengan tempatnya. Saras tidak bisa menyebutkan tempatnya di mana yang jelas, ia sudah membereskan masalah itu.

Kini saatnya beristirahat. Setelah beberapa hari mengalami hari-hari yang berat dan selalu menguras energi, sekarang adalah saat yang tepat baginya untuk istirahat. Semoga tidak ada lagi gangguan apa-apa setelahnya. Berdasarkan pengalaman Saras, beberapa kali ia tidak sengaja membawa sesuatu dari tempatnya dan akhirnya mengikuti Saras sampai ke rumah. Semoga saja tidak, selain makhluk yang sudah ia buang tadi, Saras tidak melihat apa pun lagi. Termasuk Anne, terakhir kali Saras melihat gadis itu tadi pagi, di pemakamannya sendiri.

Ah, mungkin Anne sedang berpamitan dengan Handojo dan keluarganya.

Itu yang Saras pikirkan ketika sampai di rumah dan tengah berbaring di kasurnya seperti ini. Hal yang begitu Saras rindukan beberapa hari belakangan ini adalah kasurnya sendiri, karena hanya kasur itulah yang mampu membuat Saras terlelap dalam sekejap, seperti sekarang.

Dalam tidurnya, Saras tidak memimpikan apapun, awalnya. Namun tiba-tiba sosok Anne datang, seolah-olah dalam mimpi itu Saras kembali dibawa ke benteng, tempat terakhir Anne hidup. Saras bingung mengapa Anne membawanya ke sana. Senyuman Anne membuat Saras mengurungkan diri untuk bertanya, ia menunggu Anne berbicara dengan sendirinya.

"Saya berterima kasih pada kamu." Itu kalimat pertama yang Anne ucapkan. Saat itu entah kenapa rasanya Saras tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Seakan memang ia diharuskan untuk diam membisu.

"Di sini memang sakit. Saking sakitnya, saya sampe berubah menjadi menyeramkan sekali." Anne melanjutkan ucapannya.

"Kamu pasti sudah bertemu Lizbeth. Gadis itu yang memberitahu saya kalau anak saya masih hidup, gadis itu juga yang membawa saya sampai ke Hans. Alasan kenapa saya menunggu sampai Hans datang ke rumah itu adalah cuma Hans yang bisa membantu saya. Anak yang saya lahirkan itu, tidak bisa melihatnya sekeras apapun saya mencoba menampakkan diri." Selain kisah hidupnya, Saras baru kali ini berhadapan dengan Anne yang bercerita dengan sendirinya. Bukan lagi menampakkan masa lalu atau sebagainya.

"Tapi sekarang, saya mencoba untuk merelakan semuanya. Sakit hati, dendam, saya lepaskan itu semua. Berkat kamu dan bantuan dari doa kamu, saya berterima kasih." Lalu Anne berdiri, ia juga mengajak Saras berdiri. Meskipun tidak bisa berbicara, Saras dapat melihat senyuman Anne yang cerah, persis ketika semua hal menyakitkan itu belum terjadi.

"Mereka sudah jemput saya. Kalau begitu, saya pamit pergi. Terima kasih banyak Saras, kamu tidak boleh lupa kisah hidup saya." Anne memeluk Saras sebentar lalu berlari ke ujung benteng, di mana ada tiga orang yang telah menunggunya.

Saras yakin mereka bertiga adalah anggota keluarga Saras. Akhirnya mereka kini bersatu kembali.

***

Satu bulan kemudian.

Saras masih disibukkan dengan berbagai macam kasus. Kasus keluarga Handojo ternyata bisa digolongkan termasuk kasus terberat yang pernah Saras jalani, walaupun bayarannya setimpal, Saras juga senang ia bisa mengenal Anne dan membantu Anne melewati semuanya. Kasus yang Saras tangani selanjutnya, tidak ada apa-apanya dibanding kasus keluarga mereka.

Omong-omong tentang Handojo dan keluarga. Hari ini mereka sepakat untuk bertemu, seperti janji mereka saat itu, mereka akan kemari mengunjungi Saras. Saras juga memiliki kepentingan untuk mengatakan sesuatu pada keluarga Handojo.

Saras memiliki niat untuk menuliskan semua kisah tragis Anne. Tidak untuk diperjualbelikan, untuk ia simpan secara pribadi. Sesuai dengan kemauan Anne di saat terakhir mereka bertemu, Anne ingin Saras tidak lupa dengan kisahnya. Tapi tentu saja hal itu membutuhkan ijin dari keluarga Handojo.

Maka dari itu akhirnya mereka bertemu hari ini.

"Halo, Mas. Apa kabar?" Kalimat pertama yang Saras ucapkan ketika melihat Handojo yang sedang menggendong anak bungsunya tiba di tempat.

Mereka berpelukan sebentar, lalu Saras beralih pada Hana dan juga Renata serta Bintang. Pertemuan mereka ini tidak jauh dari desa benteng tempat Anne ditemukan, juga tidak jauh dari tempat Saras menangani kasus berikutnya.

"Saya dan keluarga syukurnya baik, saya dengar kamu lagi ada di dekat sini, jadi sekalian aja kita ketemu."

Saras tertawa. "Makanya saya minta ketemu siapa tahu Mas sekeluarga berkenan. Saya lagi nanganin kasus nggak jauh dari sini kok."

Mereka berbincang-bincang kemudian. Tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya menanyakan kabar, bagaimana bisnis Handojo sekarang, lalu kabar anak-anak, juga Renata yang kini sudah tidak lagi bisa melihat mereka. Cara yang Saras lakukan waktu itu cukup berhasil membuat Renata menutup mata batinnya.

Namun berbeda bagi Bintang. Sampai saat ini pun anak berusia lima tahun itu masih suka menyebutkan hal-hal yang mereka lihat. Bahkan beberapa menit yang lalu pun Bintang mengatakan ia tidak suka tempat ini, lantaran banyak Tante jelek, katanya.

"Jangan lama-lama, nggak suka di sini." Saras dengan lembut bertanya mengapa Bintang tidak suka berada di sini lama-lama.

"Banyak Tante jelek, banyak yang loncat-loncat, mukanya aneh." Bintang memang tipikal anak kecil yang sangat polos dan jujur sekali.

"Ini nih, hampir tiap hari Mbak kena omongan dia yang kayak gini. Kadang pas di sekolah Bintang tiba-tiba bilang ada anak baru di kelasnya kayak bule, padahal nggak ada anak baru di kelas itu." Hana terlihat lelah dengan cerita-cerita aneh Bintang.

Saras tertawa, tapi kalau boleh jujur, Bintang seperti dirinya saat masih kecil dulu, kalau ia ingat saat mamanya menceritakan masa kecil Saras.

"Saya nggak tahu ya Mbak, Mas, Bintang ini punya potensi bakal terus lihat kayak saya atau berhenti melihat sendiri waktu tambah besar."

Memang benar. Tidak ada yang bisa Saras lakukan saat ini. Sebelum pulang, ia sempat menutup mata batin Bintang dan juga Renata. Itu berhasil di Renata tapi Bintang masih sama saja. Berarti memang ada dua kemungkinan seperti yang ia sebutkan.

"Serem ih, tapi mau gimana lagi."

"Semoga aja pas udah gede pengelihatannya yang kayak gini hilang." Handojo menambahkan.

"Nggak enak bisa lihat tuh, apalagi kalau yang serem-serem. Tapi anehnya, Bintang nggak takut sama sekali." Renata menimpali.

Semuanya kembali berbincang bersama. Saras juga sudah mengutarakan niatnya untuk menjadikan kisah Anne sebagai tulisan, tidak dibukukan, hanya untuk Saras simpan sendiri. Handojo, istri dan juga adiknya setuju saja. Mereka bilang untuk Saras cetak saja tulisannya meski tidak dibukukan, mereka juga ingin membaca apa yang Saras lihat ketika kembali ke masa lalu Anne.

Akhirnya, Saras setuju dengan idenya. Suatu hari akan ia tunjukkan pada Handojo dan keluarga.

***

Beberapa bulan sejak pertemuan terakhir mereka bersama Saras di restoran itu, mereka tidak lagi sering berkomunikasi. Hanya sesekali jika Bintang melihat hal-hal aneh.

Berbulan-bulan setelah Anne dimakamkan, suasana di rumah sudah sangat membaik. Apalagi mereka dibantu Saras melakukan pembersihan di rumah bekas rumah Belanda ini. Setelahnya, situasi dan kondisi menjadi sangat aman. Renata kembali ke kamarnya. Bintang dan Kirana juga telah tidur di kamar masing-masing. Tidak ada lagi agenda mereka berlima tidur di ruang utama, penuh rasa takut.

Ya, meskipun kadang masih ada hal-hal yang tersisa. Terutama bagi Handojo dan Renata, kalau Renata sih sudah tidak pernah melihat hal yang aneh-aneh setelah Saras menutup mata batinnya. Hanya kadang, indra pendengaran Renata jauh lebih sensitif. Kadang ia masih mendengar suara langkah kaki di tengah malam, atau ketukan di jendela kamar. Karena sudah terbiasa, Renata jadi tidak takut lagi dan mengabaikan semua gangguan kecil itu. Seperti kata Saras, tidak ada satu pun rumah yang bersih seratus persen dari hal-hal seperti itu.

Sama halnya seperti Handojo, indra pendengarannya juga lebih sensitif. Kadang ia mendengar suara ada orang yang memanggilnya ketika ia sibuk dengan bisnisnya sampai tengah malam, suara orang di kamar mandi, atau suara seperti Hana sedang memasak di dapur. Semua itu menjadi kebiasaan bagi Handojo, jadi sama seperti Renata Handojo menganggap hal-hal itu bukan apa-apa. Asal tidak menampakkan diri, Handojo masih aman.

Namun kadang yang suka bikin merinding kalau Bintang anak pertamanya itu sudah berbicara yang aneh-aneh. Mereka kadang sampai harus menutup mulut Bintang supaya tidak terbayang. Seperti yang Saras katakan, tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk Bintang. Dua orang sudah mencoba menutup mata batinnya tapi tetap saja tidak bisa. Jadi Handojo memutuskan membiarkan saja anak itu, asalkan ia tidak merasa takut. Sejauh ini, Bintang tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ia ketakutan, semua yang Bintang lihat seolah biasa saja, seolah manusia yang biasa ia lihat sehari-harinya.

Kabar terbaru dari keluarga Handojo, bisnis Handojo berjalan lancar dan ia mulai mendapatkan pemasukan tetap. Bintang masuk TK dan Renata sudah hampir lulus sekolah, ia tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Dan kabar yang paling baru adalah, buku yang Saras tulis tentang Anne sudah sampai di tangan mereka beberapa menit yang lalu.

Alhasil Handojo, Hana dan Renata saat ini tengah berkumpul di ruang keluarga, membuka bersama-sama paket yang Saras kirimkan. Saras menepati ucapannya untuk tidak memperjualbelikan kisah sedih Anne dan mencetaknya untuk mereka baca.

"Cakep banget covernya." Renata berkomentar.

"Mas yang baca duluan, ya. Kita baca sesuai umur." Handojo berkata demikian membuat ia diserang dua perempuan di sampingnya.

Buku dengan judul Finding You itu akhirnya berada di tangan mereka setelah sekian bulan lamanya menunggu. Handojo bahkan sudah menyiapkan kamera ponselnya untuk memotret buku itu, sebelum memajangnya di antara tumpukan buku-buku milik Hana dan Renata di ruang keluarga.

~The End~

1.475 kata

12 Juni 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top