Bab 21 :: Menemukannya
Melihat Saras yang bertingkah aneh, Handojo sudah berspekulasi yang macam-macam. Apakah di dalam sana semenyeramkan itu sampai Saras tidak mau melihatnya dan memilih untuk memalingkan badan? Jika Handojo kembali ke belakang, saat di mana pertama kali ia bertemu sosok Anne, jujur Handojo sangat ketakutan. Ia tidak ingin melihat sosok seperti itu lagi. Berbeda dengan Saras yang memang mau tidak mau harus melihat mereka meskipun dalam hatinya tidak berkenan.
Derita manusia-manusia indigo, batin Handojo dalam hati.
Mereka cukup lama berdiri di depan pintu yang telah terbuka itu. Sejak pintu terbuka dan Saras memalingkan badan, Handojo masih menunggu perintah selanjutnya. Handojo tidak bisa bergerak terlebih dahulu, mengingat perannya di sini adalah membantu Saras mencari jasad Anne dan menguburkannya dengan tenang.
"Memang begitu. Pintu ini adalah salah satu pintu yang saya buka hanya pada saat itu, ketika kami menemukan dan memindahkan jasad-jasad yang ada di sini keluar. Setelahnya, saya sekedar lewat saja." Pak Joko bercerita, berusaha mencairkan suasana.
Saras juga sudah mulai tenang. Karena jujur, apa yang dilihatnya benar-benar buruk. Seolah ada ribuan arwah yang terjebak di dalam lalu berdesakan keluar. Jika tidak Saras tahan dengan mencoba menutup mata dan telinganya, ia mungkin sudah pingsan. Energi negatif di sini benar-benar menguras energinya. Saras merasa lemas, namun mau tak mau mereka harus segera menyelesaikannya hari ini, kalau bisa.
Pak Joko menepuk bahu Saras yang sudah cukup tenang. Beliau memang bisa melihat, tapi tetap saja kemampuannya masih jauh di bawah Saras. Saras masih bisa mendengar suara-suara aneh dengan jelas sampai detik ini, sementara pak Joko tidak bisa, yang beliau lihat sejak tadi hanya berupa bayangan lalu-lalang.
Setelah tenang, Saras berjalan masuk lebih dahulu, diikuti oleh Pak Joko, Andik dan Handojo paling belakang. Laki-laki itu masih senantiasa memegangi senter dan menyenteri jalan mereka. Kondisi ruangan ini gelap, berbeda dari ruangan tempat Anne disekap yang masih mendapatkan secercah cahaya dari ventilasi-ventilasi di atas ruangan. Ruangan dengan pintu merah ini, tidak memiliki ventilasi sama sekali, ukurannya juga jauh lebih besar di bandingr ruangan sebelumnya. Namun anehnya, juga tidak ada apa-apa di sini.
"Sebentar, saya cek dulu." Pak Joko meminta plastik berisikan kuas tadi pada Handojo.
Beliau segera mengecek satu per satu sudut ruangan. Sama seperti sebelumnya, tidak ada apa-apa di sana. Benar-benar bersih. Namun saat berada di pojok ruangan, beliau melihat sesuatu yang aneh. Pak Joko kemudian bangkit, kemudian menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Benar, ada yang aneh. Suaranya berbeda dari lantai yang lain.
"Apa ada pintu lain di sini, Pak?" Saras segera bertanya ketika Pak Joko berhenti menghentak-hentakkan kakinya.
"Ada, tapi saya tidak tahu bagaimana cara membukanya."
Maka dari itu mereka semua segera berjongkok, masing-masing memegang kuas, menyapu seluruh area ruangan ini supaya bersih dari debu-debu. Saras dan juga Andik di pojok depan, sedangkan Handojo dan Pak Joko di pojok belakang. Mereka tidak menemukan apa-apa selain suara lantai yang berbeda. Handojo akhirnya bangkit dan berdiri, kalau begini mereka tidak bisa segera menemukan jasad Anne. Handojo tidak boleh menyerah begitu saja. Maka dari itu, ketika ia berdiri, mendengar suara lantai di bawahnya yang berbeda Handojo ikut menghentakkan kakinya beberapa kali, lebih kuat dan lebih kuat, bahkan beberapa kali ia meloncat. Hingga akhirnya, suara seperti papan kayu yang patah terdengar.
Semuanya segera merapat pada posisi Handojo berdiri. Dan benar saja, ada sedikit patahan dan celah yang Handojo buat. Sebuah kemajuan yang pesat. Pak Joko dan Andik juga tidak diam saja, mereka segera mengeluarkan peralatan pertukangan yang sengaja mereka bawa, kemudian mencongkel satu depi satu papan kayu yang menjadi lantai ruangan ini. Hingga akhirnya terbukalah celah yang cukup besar, Handojo segera melongokkan kepalanya ke bawah, melihat ada apa di bawah sana, yang Handojo temukan hanya tangga menuju ke bawah. Andik dan Handojo kembali melebarkan celah itu sampai mereka semua bisa turun ke bawah.
"Mereka ternyata cukup pintar, saya tidak bisa mengira ada ruangan tersembunyi seperti ini." Pak Joko berkomentar.
"Yang pintar mah penjajah Belanda, Pak. Mereka yang buat benteng ini." Sautan Handojo sedikit mencairkan suasana tegang di antara mereka.
Saras sendiri tidak bisa banyak membantu. Sejak tadi yang bekerja membuka ruangan rahasia bawah tanah memang Handojo dan Andik. Kekuatan mereka sebagai laki-laki yang masih cukup muda memang dibutuhkan di saat-saat seperti ini.
"Turunlah ke bawah, kamu akan menemukannya." Saras seketika menoleh ke belakang.
Suara itu tidak asing, seolah pernah Saras dengar sebelumnya dan bukan suara Anne. Banyaknya arwah yang berada di sini membuat Anne tidak bisa masuk. Namun saat menoleh ke belakang, Saras tidak menemukan apa pun. Kosong, tidak ada siapa-siapa selain mereka berempat.
Beberapa saat kemudian, mereka berhasil membuat lubang besar. Lubang yang memang langsung mengarah ke tangga. Handojo kemudian mempersilakan Pak Joko dan Saras masuk terlebih dahulu. Seperti biasa, ia akan berada di posisi paling belakang. Mereka sudah sangat dekat dengan tujuan mereka sekarang.
Begitu masuk, Saras segera mencium bau-bau tidak sedap, lebih tepatnya bau busuk. Bau yang membuat indra penciumannya sangat sensitif. Handojo di belakang pun sama, ia malah sempat mengeluarkan suara khas orang mual-mual.
"Tahan! Sepertinya akan ada banyak yang kita temukan di bawah." Pak Joko berteriak, membuat Handojo seketika menutup mulut agar tidak mengeluarkan suara mual lagi.
Tangga yang mereka turuni cukup dalam, dan berputar. Ketika sampai di bawah, ada tiga ruangan. Satu berukuran besar, satu berukuran sedang dan satu berukuran kecil, hampir sama seperti ruangan di mana Anne disekap. Bau tidak sedap semakin menyengat. Handojo, Andik, Saras dan Pak Joko menyalakan semua senter yang mereka bawa. Kondisi di dalam sangat gelap. Mereka tidak bisa menemukan apapun tanpa senter. Saat tiba di ruangan pertama yang besar, Pak Joko yang berada di depan sudah melihat banyak sekali tumpukan tulang. Bahkan ada sisa pakaian yang masih melekat di antara tulang-tulang itu.
Ternyata memang benar, tujuan Saras dan Handojo datang ke tempat ini tidaklah bohong. Tepat di matanya sekarang, Pak Joko melihat begitu banyak jasad yang masih belum dievakuasi dulu. Bahkan di ruangan-ruangan selanjutnya. Namun di ruangan ketiga, ruangan yang paling sempit, mereka berempat hanya menemukan satu tubuh yang sudah menjadi tulang belulang, tanpa pakaian.
Seketika semua yang ada di sana merasa sesak. Mereka-mereka yang tidak pernah ditemukan ini pasti merasa sangat tersiksa. Pun Handojo. Ia tidak tahu di mana tubuh Anne berada, di pojok yang sendirian, atau di antara tumpukan-tumpukan jasad tadi. Dadanya sesak, membayangkan anggota keluarganya sendiri mengalami hal setragis ini, Handojo merasa sangat sedih.
Di antara mereka berempat, tidak ada satu pun yang bersuara. Semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Bahkan, bau-bau tidak sedap yang sejak tadi mereka cium pun seolah menghilang, digantikan dengan rasa sedih luar biasa ketika dihadapkan dengan mayat-mayat manusia tidak bersalah di depannya seperti ini.
Mereka yang pernah hidup, yang pernah menghirup udara meskipun melalui masa-masa menyakitkan penjajahan, harus tersiksa dan ditemukan sekian puluh tahun kemudian.
~To be Continued~
1.123 kata
8 Juni 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top