6| sebagai pemain ganda

Play song: Pagi Yang Menakjubkan- Sheila On 7🎶

Udara pagi dingin mahkota mimpiku, aku terkapar melawan semuanya itu-0:46.

Bagian enam.

Senin, 24 Agustus 2015.

Kehidupan kelas sebelas yang identik dengan keseruan benar terjadi. Aletta, Cecil, Inara, Pevita, dan Layla berada di XI IPS 2. Walaupun sudah menggunakan sistem rolling setiap tahun, nyatanya mereka berlima kembali berada di kelas yang sama.

Cecil sedang dimabuk berondong siswa kelas sepuluh, Layla yang kembali galau karena putus setelah tiga bulan menjalin hubungan, Pevita dan Inara yang secara iseng mendaftar OSIS justru lolos, dan Aletta yang semakin sulit mengendalikan emosinya.

Rumor akan dirinya yang merupakan kekasih Bara benar-benar hilang. Mereka sudah yakin bahwa sebenarnya Bara dan Aletta tidak menjalin hubungan.

Aletta melihat keadaan lapangan utama yang sudah mulai ramai. Bukan, bukan upacara, melainkan pesta hari ulang tahun sekolah akan digelar. Menghadirkan berbagai pentas dan juga salah satu artis ternama, panggung didekorasi semenarik mungkin.

Ini tahun ke duanya ikut serta merayakan ulang tahun sekolah. Biasanya orang luar akan mencoba menerobos masuk ketika ulang tahun sekolah digelar. Karena hanya di pesta ulang tahun sekolah, Gamala akan tampil dengan lebih dari 7 lagu. Triton yang merupakan band dari angkatan Aletta juga mulai mendapat perhatian walaupun belum sepopuler Gamala.

Acara dimulai dengan Gamala yang tampil pertama membawakan lagu Pagi Yang Menakjubkan milik Sheila On 7. Para siswa langsung berkerumun di depan panggung dan berteriak saat Nolan yang pertama kali naik dan berdiri di sana.

Alih-alih melihat Nolan membawa bass, mereka dikejutkan dengan Nolan yang menenteng stand mic. Tentu saja itu disadari mereka dengan cepat.

"Nolan vokal?"

Nolan menoleh menatap penonton. Cowok itu menahan senyumnya lalu mengedipkan sebelah mata memberi jawaban secara tidak langsung. Disusul dengan Orion yang membawa bass, mereka semakin yakin dengan jawabannya.

"AAAAAAAAAA!"

"NOLAN, NOLAN, NOLAN!"

Setelah para member lain menaiki panggung, bersiap dengan segala alat musik mereka, juga Bara dan Orion yang mengecek gitar elektrik dan bass mereka untuk menyesuaikan volume.

Nolan menyentuh earphone dan memeriksa suara yang masuk ke telinganya. "Gema, Smaltra, SELAMAT PAGIIII."

"PAAAGGIIII!"

"AAAAAAAAAAAA!"

Melihat antusiasme penonton, seluruh member Gamala tersenyum cerah di pagi ini. Sekalipun Bara yang sulit berekspresi, ia ikut tersenyum tipis karena mereka kembali tampil di sekolah setelah libur akhir semester.

"Buat pagi yang cerah ini, buat ulang tahun Smaltra yang ke dua puluh tiga tahun ini, dan buat semuanya yang menonton!" seru Nolan yang dibalas teriakkan histeris. "Kita buka keseruan dengan lagu Pagi Yang Menakjubkan," lanjutnya.

Penonton terus berteriak, lebih lagi setelah suara ketukan dari stik drum yang beradu, dan disusul suara dari gitar listrik yang dipetik Bara terdengar, seluruh penonton mulai melompat kegirangan. Mereka berteriak dan ikut bernyanyi di setiap bait lirik yang dinyanyikan Nolan dengan semangat.

AB+

Acara pesta ulang tahun sekolahnya selesai setelah pukul 5 sore. Aletta tidak langsung pulang ke rumah melainkan segera pergi menuju gor untuk latihan bulutangkis seperti biasa. Ia datang terlambat, karena seharusnya jam 5 sore itu sudah mulai pemanasan dan sekarang Aletta datang setelah pukul 17.34.

"Oh, Aletta? Kirain gak ikut latihan hari ini," kata salah satu rekannya.

Aletta lebih dulu datang untuk mencium tangan sang pelatih dan meminta maaf karena datang terlambat. "Maaf Pak, acaranya baru selesai jam lima tadi," ucapnya.

"Iya gak papa, mending kamu sekarang ganti baju terus pemanasan. Hari ini kita mau pilih tim inti," tukas sang pelatih.

Beberapa seniornya yang sedang berlatih seketika memberhentikan kegiatan mereka dan menoleh menatap pria berusia 40 tahunan itu. Aletta juga ikut terkejut mendengarnya.

"Lagi, Pak?" Salah satu seniornya menyahut memastikan.

Sang pelatih mengangguk. "Sekarang karena kita punya Aletta, rasanya saya mau PB kita ikut ke semua event yang ada."

Bahkan ketika sekolah baru masuk satu bulan, Aletta sudah mengikuti lebih dari 17 event bulutangkis selama satu bulan terakhir. Ia juga jadi lebih banyak memiliki dispensasi dan ijin ke sekolah karena saking banyaknya event yang diikuti.

Aletta memenangkan semua pertandingan, selalu. Dan itu sebagai pemain tunggal. Oleh karena itu, sang pelatih terus mengikuti event bulutangkis. Bukan hanya karena Aletta, ia merasa seluruh atletnya memang harus diberi banyak perlombaan agar kemampuan mereka semakin meningkat sekaligus mengetes seberapa kuat potensi milik Aletta untuk diikut sertakan dalam audisi atlet nasional.

"Nanti Kak Alan yang dari PB Savior bakal datang buat pilih tim inti," kata sang pelatih.

Aletta semakin terkejut. PB Savior?! PB swasta terbesar dan atletnya akan menyeleksi? Astaga, ini seperti mimpi.

Saat berada di ruang ganti, bersama dengan rekan-rekannya yang lain, pikiran Aletta terus saja dipenuhi oleh PB Savior. Kenapa harus atlet dari PB Savior?

"Mbak," panggil Aletta kepada siapa saja yang menyahut lebih dulu.

"Iya?" Seniornya yang berusia 20 tahun menyahuti Aletta.

"Ini serius atlet dari PB Savior?" tanya Aletta.

"Iya bener."

"Kok bisa?"

Satu seniornya yang berusia 23 tahun-Resa, perempuan dengan rambut yang dikuncir kuda tanpa poni itu menjawab. "Pak Ilham itu masih atlet nya Savior, jadi PB kita ini sebenernya masih punya Savior juga. Kadang-kadang kalo permainannya bagus, kita bisa diajak buat masuk ke PB inti Savior nya."

Aletta yang sedang memegang botol minumnya seketika menjatuhkan tumbler itu. "Serius?"

Hanna, perempuan berusia 19 tahun itu memungut botol minum milik Aletta lalu meletakkannya di dalam loker gadis itu. "Serius Aletta, kaget ya?"

"Tapi kata Mbak, PB kita ini PB kecil," kata Aletta dengan pandangan yang mengarah pada Gia, seniornya yang memiliki jarak usia 4 tahun darinya.

"Iya kecil buat lo, permainan lo tuh seharusnya udah masuk PB besar. Sayang tau kalo masuk sini!" balas Gia.

Aletta menggeleng. "Ah, enggak sebagus itu kok Mbak."

"Pak Ilham cedera, dan waktu direhabilitasi ternyata gagal. PB Savior narik Pak Ilham buat jadi pelatih di sana tapi Pak Ilham pilih buat bikin PB sendiri, dan PB itu ini, PB I Monster," jelas Resa. "Pak Ilham masih mau liat atletnya masuk ke PB besar, makanya dia gak putus koneksi sama Savior," lanjutnya.

Saat bagian pemilihan, laki-laki berusia 30 tahun yang kerap dipanggil Kak Alan itu terus menatap Aletta yang sedang mengatur napasnya setelah melakukan driling hampir dua jam.

"Aletta, kamu udah biasa main tunggal?" tanya Kak Alan.

Aletta mengangguk. "Iya Kak," sahutnya.

Laki-laki yang kerap dipanggil Kak Alan itu menatap seluruh atlet yang berdiri di depan mereka. Hingga netranya berhenti menatap tubuh Gia. "Gia, terakhir main partner mu siapa?"

"Hanna, Kak."

Kak Alan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oke, Aletta sama Gia ayo coba double."

Mereka terkejut. Keputusan Kak Alan secara mendadak ini adalah hal yang paling tidak terduga. Bagaimanapun, Gia sudah menjadi pasangan Hanna selama lebih dari tiga tahun. Juga, Aletta adalah pemain tunggal.

"Hanna sama Resa, kalian jadi lawannya."

Ini benar-benar di luar dugaan.

Service dimulai dari Aletta yang berdiri di depan net. Hanna dan Aletta memiliki penjagaan di depan net sedangkan Gia dan Resa memiliki kemampuan penjagaan lapangan belakang yang kokoh.

Suara decitan yang berasal dari sepatu dan lantai lapangan terus beradu, juga pukulan-pukulan pada bola berbulu unggas dari raket mereka menjadi titik perhatian orang-orang yang berada di lapangan gor saat ini.

Empat puluh delapan menit berlalu, senyum Kak Alan semakin melebar. Seolah kepuasan sedang menyelimuti dirinya.

Prriiittt...

Set pertama selesai. Aletta dan Gia unggul 21 poin sedangkan Hanna dan Resa 13 poin. Seluruh atlet yang menonton bertepuk tangan, mereka tidak memiliki ekspektasi sampai seperti ini. Bagaimana bisa permainan Aletta dan Gia begitu sempurna? Mengapa mereka baru sadar jika seharusnya Aletta adalah atlet double bukan tunggal.

AB+

Aletta melangkahkan kakinya riang setelah selesai latihan pukul sepuluh malam. Seharusnya latihannya telah usai ketika jam delapan, hanya saja ia sengaja memperlambat waktu agar saat sampai di rumah tidak berpapasan dengan anggota keluarganya.

Jarak sekolah ke rumahnya hanya sekitar 300 meter, dan jarak gor tempatnya latihan hanya 700 meter ke rumahnya. Oleh karena itu, Aletta selalu berjalan kaki setiap berangkat sekolah ataupun pulang, juga setiap pulang latihan ia tidak pernah menaiki angkutan umum. Ia lebih suka berjalan-jalan saat langit kota sudah gelap.

Ketika melewati lapangan basket yang berada di samping perumahannya, dering ponsel yang keras terdengar. Aletta merogoh sakunya dan mendapati ponselnya tidak berdering sama sekali. Aletta menyapu pandangan dan tidak sengaja melihat benda pipih yang bersinar di pinggir lapangan basket.

Gadis itu menatap lapangan yang menampilkan seorang laki-laki sedang bermain basket seperti orang gila. Langkahnya sangat cepat, bahkan pantulan bola basket itu seperti seperti pukulan kuat dan berhasil menimbulkan suara yang menggema.

"PUNTEN A HP NYA BUNYI!" teriak Aletta.

Aletta tadinya ingin mengabaikan, tapi setelah melihat panggilan di ponsel itu bertuliskan MAMA, Aletta memilih untuk memanggil sang pemilik ponsel.

"A PUNTEN INI MAMANYA TELPON!" Aletta kembali berteriak.

Aletta tidak bisa mengenali siapa laki-laki itu karena pencahayaan yang minim. Tetapi, Aletta dapat melihat, laki-laki itu seolah kesal dan melempar bola basket secara asal.

Tubuh tingginya kemudian berjalan mendekati Aletta. Laki-laki itu tidak menatap Aletta sama sekali yang berdiri di bawah lampu tepi lapangan. Saat lelaki itu sudah masuk ke area cahaya dari lampu yang terang, Aletta menaikkan kedua alisnya.

Melihat lelaki itu mengambil ponselnya secara kasar dengan raut wajah yang begitu memancarkan kemarahan.

Aletta mengenali siapa lelaki yang berdiri di depannya saat ini. "Bara?"

Lelaki itu mendongak. Kedua bola matanya membelak, terkejut saat netranya menampilkan wajah Aletta yang terlihat jelas karena berada tepat di bawah lampu yang sedang bersinar terang.

To be continued...
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?

Tolong tinggalkan banyak jejak untuk kesemangatan menulis.

Terimakasih sudah membaca, tunggu bagian kelanjutannya! Ketemu lagi minggu depan, see u❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top