4| base sekolah
Play song: Hari Bersamanya- Sheila On 7🎶
Mohon Tuhan, untuk kali ini saja, lancarkan lah hariku-1:08.
Bagian empat.
Rabu, 13 Mei 2015.
Hari rabu ini, Aletta masih harus menggunakan seragam yang sama seperti kemarin. Ia berjalan menuju gerbang utama untuk memasuki area sekolah dengan santai tetapi-
"Permisi Dek, bet namanya mana ya?"
-benar, pemeriksaan atribut.
Aletta menyentuh bekas jahitan tanda namanya sembari berjalan mundur. "Ah, ini Kak, anu..."
Salah satu anggota OSIS yang berjaga itu langsung bersiap dengan kertas dan membuka tutup pulpennya. "Namanya siapa Dek?"
Aletta benar-benar sedang dalam bahaya. Ia menggigit bibir bawahnya dan mengalihkan pandangan mencoba mencari jalan keluar dari situasi ini. Bagaimana bisa ia lupa dengan pemeriksaan atribut setiap pagi? Bagaimana bisa usulan Pevita untuk mencabut tanda namanya ia setujui? Bagaimana...ini?
"De?" tegur anggota OSIS itu.
Kesadaran Aletta kembali. "Anu..." Sembari menutup mulutnya dan juga pandangan matanya yang ke sana ke mari, Aletta berkata, "Alle..aidra."
"Iya?"
"Aleyanraa," ulang Aletta.
Ia tidak mungkin menyebut namanya di kala seantero sekolah sedang menjadikannya sebagai buronan.
Dengan raut wajah yang mencoba untuk tetap sabar, pengurus OSIS itu mencoba untuk berkontak mata dengan Aletta. "Bisa diulang De?"
Aletta menatap para siswa yang sedang berlalu lalang memasuki area sekolah, ia bisa melihat tatapan mata mereka yang terheran dengan sikapnya saat ini. "Anu..." Tangan Aletta masih terus mengusap-usap wajahnya.
Gerakan tubuhnya saat ini begitu terlihat bahwa Aletta sedang mengalami krisis besar. Apa boleh buat, ia tidak mungkin tidak mengucapkan namanya karena sudah terjebak di lingkaran para anggota OSIS.
"Aletta Gaiandra," ucap Aletta. Setelahnya ia mencoba menutupi wajah dengan poni dan juga anak rambutnya yang menjuntai.
Akan tetapi, sepertinya masih belum terdengar. "Bisa lebih keras Dek?"
Aletta menghela napasnya. "Aletta Gaiandra," ulangnya dengan nada yang sedikit lebih tinggi.
Si pengurus OSIS mulai menyentuh kertas putih itu dengan pulpennya setelah mendengar jelas ucapan Aletta. "Ale-"
Ucapan pengurus OSIS itu terhenti. Ia kemudian mendongak menatap Aletta yang sedang mencoba menutupi wajahnya dengan rambut dan juga tangannya.
"HAH!" Pada saat itu juga, si pengurus OSIS menjatuhkan pulpennya dan langsung menutup mulut karena mengeluarkan teriakkan setelah melihat Aletta.
Tentu saja hal itu menjadikan Aletta sebagai pusat perhatian. Terlebih mereka yang juga ikut mendengar ketika Aletta menyebut namanya.
Sudahlah Aletta, kamu benar-benar berada dalam masalah besar.
"Aletta!" Panggilan itu membuat Aletta menolehkan kepala.
Ini dia, orang yang berhasil membuat kehidupan Aletta menjadi berubah, biang keladi dari semua hal yang terjadi padanya-Bara.
Laki-laki bertubuh tinggi itu segera merangkul bahu Aletta dan melewati pengurus OSIS yang masih menampilkan ekspresi terkejut. Aletta tentu saja mencoba menolak hanya saja Barra mencengkeram bahunya begitu erat.
"Diem," peringat Bara.
Melewati lorong menuju tangga yang saat ini sedang sepi, dengan nada bicara yang sudah kelewat lelah. Aletta berkata, "Kenapa harus gue yang dijadiin pacar lo? Fans lo kan banyak, minta aja mereka biar akting pacaran lo bagus."
Bara melepaskan rangkulannya saat berada di lorong sepi itu. "Gue gak mau pacaran sama fans gue."
Kening Aletta mengernyit, ia menatap netra milik Bara yang berwarna hitam pekat itu. "Kenapa?"
"Karena gue gak mau akting," tukas Bara. Kalimat itu sedikit mengusik detak jantung Aletta.
"Gak jelas lo!" Gadis itu segera berjalan meninggalkan Bara di lorong.
AB+
Aletta benar-benar tidak bisa pergi ke mana-mana selain di dalam kelas. Ia saat ini sudah menjadi topik pembicaraan paling panas seantero sekolah.
Cecil memberi tahu bahwa identitasnya sudah masuk ke base sekolah. Sekarang, Aletta sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Aletta membaca setiap komentar yang berada di akun base sekolah mengenai dirinya yang sangat buruk.
Saat Aletta diskors karena ikut ke dalam klub bulutangkis, guru-guru ikut merahasiakannya agar para siswa tidak ikut campur. Akan tetapi, lihatlah base sekolah saat ini. Sangat ramai dengan pembicaraan bahwa Aletta adalah siswa yang minggu lalu telah membuat sekolah gempar dengan pelanggaran adanya klub bulutangkis.
Lalu, komentar mengenai peringkat paralelnya yang berada di urutan ke 179 dari 180 siswa. Aletta sejak dulu tidak pernah mempermasalahkan nilai akademiknya karena Aletta pikir, ia unggul di non-akademik. Namun, apa dengan orang-orang tahu mengenai peringkat paralelnya membuat Aletta merasa senang? Tidak! Aletta tetap merasa malu karena peringkat di angka 179 itu memang jelek dan tidak bisa dibanggakan. Gema sekolah berhasil membuat seluruh informasi milik Aletta naik ke permukaan dengan cepat.
Bahkan, komentar akan fisiknya juga ikut andil. Mereka dengan mudahnya mengetik kata-kata yang sangat keji itu. Aletta juga tidak terlalu mementingkan penampilan, hanya saja, apa ia memang sejelek itu? Balasan-balasan dari komentar itu seolah mendukung tentang fisik Aletta yang tidak unggul dan sangat tidak pantas untuk disandingkan dengan Bara.
Dan yang paling parah adalah, spekulasi orang-orang tentang Aletta yang memiliki kelemahan Bara.
"Ini mereka komen begini pada ngotak gak sih?!" seru Pevita.
Aletta menoleh menatap pintu masuk. Melihat keempat teman dekatnya mulai memasuki kelas. Mereka sangat serius dengan ponsel masing-masing membuat Aletta merasa terheran.
Ketika netra Aletta kembali menatap ponselnya, barulah ia tersadar. Bahwa keempat temannya sedang membalas semua komentar jahat tentangnya di base sekolah.
"Cantikan Aletta lah, tolol!" umpat Cecil.
"Udah tau anaknya bego masa iya pake kemat. Anjing-anjing!" seruan Inara yang paling keras.
Aletta benar-benar kebingungan. Teman-temannya tidak seharusnya melakukan itu, ia juga marah, tetapi apa ada yang harus ia lakukan saat ini? Membantah rumor tidak akan menyelesaikan apa-apa karena semua rumor itu sudah fakta. Fakta tentang Aletta yang buruk.
Gadis itu mulai meremas rambutnya sembari menatap ponsel yang terus-menerus memunculkan balasan komentar jahat padanya. "Semua ini gara-gara si Bar Bara," desisnya.
Pulang sekolah, Aletta memilih untuk berganti pakaian terlebih dulu karena hari ini hari pertama ia berlatih di PB baru. Ia membuka loker untuk mengambil kemeja putihnya yang sudah kehilangan atribut tanda nama kemudian mengambil tas raketnya.
Melihat keadaan sekolah yang mulai sepi, Aletta merasa sudah aman untuknya meninggalkan sekolah. Akan tetapi, dilihat dari lantai dua, di depan gerbang rupanya masih ramai.
Aletta menunduk menatap lapangan utama dan terlihatlah laki-laki bertubuh tinggi yang mengenakan jaket hitam itu berjalan di tengah lapangan. Aletta sangat mengenali orang itu.
"WOY LO BARA!" teriaknya.
Laki-laki bertubuh tinggi yang sedang berjalan di tengah lapangan itu mendongak. Menatap seorang gadis berkuncir kuda yang mengenakan pakaian olahraga klub bulu tangkis dan juga tas raket yang berada di belakang punggungnya.
Kedua tangannya yang masuk ke dalam saku celana ia keluarkan. Netranya mengarah pada gadis yang sedang menuruni tangga itu sampai berdiri tepat di depannya.
"Tanggung jawab lo, privasi gue jadi kesebar!" protes gadis itu.
Bara mengernyitkan dahinya. "Kok kamu bicara santai sama saya?"
Aletta berdecak. "Beda setahun gak ada kesenjangan, sama aja!"
Mengerti dengan cara bicara Aletta, Bara menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Oke kalau begitu, saya juga akan bicara santai sama kamu."
Kedua tangan Bara turun, ia memasukkan tangan kirinya kembali ke dalam saku celana dan tangan kanannya terulur mengarah ke depan tubuh Aletta. "Gue Bara," ucapnya.
Aletta berdecih. Ia mengalihkan wajah dan ikut memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana pendeknya, bahkan ia sedikit menekuk lutut seolah menantang. "Di sekolah ini siapa yang gak tau nama lo?"
"Oh..." Bara mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian kembali menatap Aletta yang masih menampakan wajah marahnya. "Nama lo siapa?"
Rasanya amarah Aletta benar-benar sudah hampir meledak. Batu sungai kurang ajar seperti Bara benar-benar membuat Aletta ingin sekali memukul cowok itu. "Gila lo?! Ngapain nanya nama gue kalo tadi pagi panggil gue? Kemarin juga sebut nama gue secara lantang di depan fans lo."
Bara menurunkan tangannya yang terulur itu dan kembali memasukkannya ke dalam saku celana. "Nama lengkap, gue cuma baca nama depan name tag lo." Bara seketika melirik dada bagian kanan Aletta. "Baju yang ini gak ada namanya?" lanjutnya.
Kedua bola mata Aletta membelak dan segera menyilangkan ke dua tangannya menutupi bagian dada. "Ya jelas gak ada namanya!" suara Aletta semakin lantang. "Namanya di belakang."
Raut wajah Bara sama sekali seperti tidak tertarik dengan celotehan sedari tadi. "Oke, jadi mau lo apa?"
"Brengsek," gumam Aletta karena merasa Bara sangatlah bertele-tele. "Privasi gue kesebar!"
"Oh, tapi itu kan fakta," ucap Bara.
Aletta benar-benar terjerat dengan batu es di hadapannya ini. Ia pun menghentakkan kakinya kemudian berbalik meninggalkan Bara yang sangat menjengkelkan.
To be continued....
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?
Jangan lupa follow instagram di @ei.hyu see u♥️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top