18| minat bakat
Play song: Seperti Hidup Kembali-Andra And The Backbone🎶
Matahari seakan tak lagi menyinari hati sepi ini-1:15.
Bagian delapan belas.
Sebelum bel berbunyi, Bara mulai meraut pensil milik Aletta, dan menyiapkan seluruh alat tulis yang akan digunakan saat ujian. Mengelap kursi dan meja gadis itu, serta memasukkan kotak bekal dan tumbler karakter Minions ke dalam tas merah yang berada di sampingnya.
Memangnya ke mana perginya sang pemilik? Tentu saja, sedang bersama keempat temannya yang lain.
Dari dalam ruangan Bara dapat melihat Aletta yang sedang menari-nari bersama Inara, sedangkan ketiganya yang lain sibuk membaca buku. Padahal, mata pelajaran yang akan diuji adalah ekonomi/akuntansi, tetapi mengapa Aletta begitu santai dan terlihat sangat tidak peduli?
Bel akhirnya berbunyi, kelima gadis itu berpencar dan duduk di tempatnya masing-masing, begitu juga dengan Aletta.
Gadis berkuncir kuda tersebut duduk di samping Bara dan memperhatikan alat tulisnya yang sudah tertata rapi di atas meja. "Lo yang lakuin ini?"
Bara hanya menoleh lalu kembali sibuk membaca buku catatannya.
"Makasih," ucap gadis itu.
Pengawas datang membawa kertas ujian. Seluruh siswa diperintahkan untuk meletakkan tas mereka pada loker di samping papan tulis, beserta ponsel, alat hitung seperti kalkulator ataupun sempoa, dan juga jam tangan. Para siswa hanya diperkenankan untuk membawa alat tulis saja.
Setelah siap, pengawas mulai membagikan lembar jawaban untuk diisikan identitas seperti nama dan kelas, beserta nomor induk siswa. Tanggal, mata pelajaran, dan juga tanda tangan harus dilengkapi sebelum lembar soal dibagikan.
Ketika pengawas mulai membagikan kertas soal, beberapa siswa sudah mengeluh.
"Aduh, udah eneg duluan gue." Itu suara seniornya yang mengundang gelak tawa.
"Kenapa Bella di ruangan sebelah, ahh orang pinter di ruangan ini pelitnya minta ampun."
Aletta melirik beberapa seniornya yang menyindir Galen dan juga Bara. Sedangkan yang disindir sudah sibuk mengisi jawaban soal tanpa menghiraukan mereka.
Sikunya dengan sengaja menyentuh lengan kiri Bara yang sedang memegangi kertas soal. "Jadi orang jangan pelit," bisik Aletta.
"Makanya belajar."
Aletta berdecih, "Cih, kelas lo serem banget. Coba lo liat temen-temen gue."
Bara menuruti perkataan Aletta dan mendapati adik kelasnya yang sedang saling melempar kode jawaban. Tidak aneh, hampir seluruh kelas IPS seperti itu. Sebelum dengan kelas Aletta, Bara pernah satu ruangan ujian degan kelas Elang. Ternyata sama saja, mereka saling melempar kode jawaban bahkan ada yang secara terang-terangan menukar lembar jawaban.
Bisa dikatakan, mungkin hanya kelas Bara yang mayoritas siswanya belajar dengan sungguh-sungguh sehingga menciptakan nilai yang murni. Lebih lagi dipicu lima dari 10 siswa peringkat paralel ada di kelasnya. Sehingga, jiwa kompetitif siswa kelasnya sangat tinggi dan dominan.
Ujian berlangsung, Bara hanya fokus pada lembar soal dan lembar jawabannya. Walaupun terkadang melirik Aletta yang sangat konsisten melempar dadu dan membulatkan jawaban sesuai huruf yang muncul.
Bara bukan tipekal orang yang akan membantu masalah akademik orang lain. Bisa dikatakan Bara memang pelit, tetapi melihat Aletta terus-menerus membulatkan jawaban dengan asal, berhasil membuat Bara terusik.
"Lo ada latihan pulang ini?" bisik Bara.
Aletta menoleh lalu menggelengkan kepalanya. "Nanti malem ada."
"Pulang sekolah kita belajar dulu," tukasnya.
"Gak bisa," balas Aletta.
Kening Bara mengernyit heran.
Aletta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, memberikan senyum canggungnya kepada Bara. "Gue harus ke warnet, mau nonton One Punch Man dulu, episode kemaren gue belum sempet liat karena ada tes kebugaran."
Bara cengo. Aletta lebih mementingkan menonton anime ketimbang nilai ujiannya? Wah, bagaimana Bara harus mengatasi ini?
Aletta terlalu menyepelekan nilainya dan itu berhasil membuat Bara yang selalu mengutamakan nilai menjadi terusik. Memang terlalu ikut campur, namun setidaknya Bara harus memberi sedikit perkembangan akademis kepada Aletta. Setidaknya sedikit effort agar peringkat gadis itu naik.
"Nonton setelah ujian apa gak bisa?"
Aletta mengangguk. "Em, gak bisa. Episode kemaren Saitama berhasil ngabisin raja lautan, gue penasaran sama musuh berikutnya."
AB+
Sial, ternyata Aletta benar-benar tidak bisa melarikan diri.
Bara sangat berkomitmen ingin mengajari Aletta sampai cowok itu menghadang di depan gerbang. Mau tak mau Aletta harus mengikutinya karena Bara seolah begitu waspada terhadap gerak-geriknya.
"Bar, lo tetep jadi orang pelit aja deh," komplain Aletta.
Bara membalik kertas pada buku yang berada di tangannya. "Katanya jadi orang jangan pelit," balasnya. Cowok itu memberikan buku di tangannya, menyerahkan sebuah komponen pembelajaran dengan angka-angka yang menjadi dominan. "Coba pahami itu, setelahnya kerjain ini."
Aletta memutar bola matanya jengah. Ia merebut buku itu dari tangan Bara dan mencoba membacanya.
Sebuah limit dengan turunan yang begitu banyak. Ditambah dengan kata log semakin berhasil membuat Aletta merasa sakit kepala.
"Bar, gue mual," keluh Aletta. Gadis itu memegangi kepalanya dengan kedua tangan. "Pala gue juga sakit," lanjutnya.
"Bahaya ini belajar matematika, gue tiba-tiba langsung ngerasa gak sehat."
Bara memperhatikan Aletta yang mulai uring-uringan, berakting agar ia segera menyelesaikan sesi pembelajaran ini. Namun, ia tidak memberikan tanggapan sedikitpun.
Bunyi notifikasi terdengar. Aletta meraih ponselnya di atas meja, mendapati pesan grup teman-temannya.
Tanpa menghiraukan Bara yang kini tengah ikut membaca buku, Aletta membuka ruang percakapan grup itu.
(Aletta: tungguin
Aletta: ini ke situ)
Aletta tidak bisa membiarkan ini. Ia melirik Bara yang masih sibuk membaca buku. "Bar, gue dihubungin sama pelatih gue, disuruh latihannya sekarang," ujarnya-berbohong.
Gadis itu mengemasi isi tas yang hanya berupa buku TTS dan kotak pensil. Tidak lupa dengan beberapa komik dan sebuah kotak musik?
Tunggu, itu bukan kotak musik yang biasa Bara lihat. Sebuah barang klasik yang untuk pertama kalinya Bara lihat secara langsung. Kotak pemutar kaset pita atau dikenal sebagai walkman versi lama. Barang tersebut sudah sangat langka, zaman sudah semakin berkembang sehingga kebanyakan orang akan mendengarkan musik melalui ponsel. Atau jika tidak, kotak pemutar sebuah kaset CD, bukan kaset pita.
Tetapi, Aletta memilikinya.
Berwarna biru gelap dengan kabel earphone yang menyatu, tidak lupa dengan hiasan stiker anime menempel secara asal. Benda itu segera Aletta masukkan ke dalam tasnya.
Melihat pergerakan Aletta, Bara tersadar lalu mencekal lengan gadis itu. "Sama temen lo?"
Raut wajah Aletta seketika berubah, pucat pasi, seolah baru saja tertangkap basah mencuri. Ternyata Bara mengetahuinya.
Tapi, bagaimanapun, One Punch Man sudah rilis episode baru, dan Aletta harus menontonnya dengan segera. "Gini Bar, passion orang itu beda-beda, lo jangan maksa gue bisa matematika, yang penting gue jago main bulutangkis."
"Terus gimana sama gue?"
Aletta menepuk bahu Bara pelan. "Makanya, minati sesuatu itu satu aja tapi diperdalam. Jangan semuanya lo babat abis, lo jadi bingung kan keahlian lo itu apa?"
"Menurut lo passion gue di mana?" tanya Bara sembari memperhatikan Aletta yang kini sudah mengaitkan ranselnya di bahu.
"Lo pinter di akademik, jago di olahraga, cerdas juga gaya bahasanya. Menurut gue, lo harus mencoba satu hal yang baru lagi dan perdalam sendiri," ucap Aletta. "Misalnya, lo tertarik di gambar-gambar desain rumah atau gedung?" lanjutnya.
"Arsitek maksud lo?"
"Em..." Gadis itu mengangguk. "Gue gak pernah tahu lo punya minat ke situ, tapi, siapa tau sekali mencelupkan diri langsung tenggelam," lanjutnya.
Senyumnya merekah ke arah Bara. "Bisa jadi kan?" Wajahnya begitu cerah, dengan matanya yang berbinar. "Gue cabut, bye!"
Bahu Bara meluruh. Selain bulutangkis, yang berhasil membuat Aletta tidak bisa sabar adalah anime. Di kala teman-temannya hobi menonton Drama Korea dan menjadi fans idol negeri ginseng tersebut, Aletta justru terpikat pada negara tetangganya.
*******
Saat memasuki halaman rumah, Bara melihat mobil sedan mewah berwarna hitam terparkir di garasi.
Sang mama pulang setelah lebih dari seminggu melakukan perjalanan bisnis. Semoga, Bara tidak bertemu. Sekarang pukul delapan malam, harusnya sang mama masih sibuk di ruang kerjanya.
Pintu utama terbuka dan pemandangan pertama yang dilihat rupanya sang mama sedang menonton televisi sembari memakan buah apel di ruang keluarga.
Suara benturan kecil yang dihasilkan dari dua kayu jati tersebut berhasil mengalihkan atensinya. "Ih, Mas, akhirnya pulang!" sapa wanita cantik yang kecantikannya tidak luruh oleh usia. Wanita itu menghampiri Bara lalu memeluknya erat, seolah rindu tidak berjumpa dengan anak tengahnya selama lebih dari seminggu.
Bara merekahkan senyumnya. "Mama kapan pulang?" Ia membalas pelukan.
"Barusan, jam enam," balas wanita itu lalu melepaskan pelukannya, menatap putra tengahnya yang sudah tumbuh remaja dan akan mulai transisi pada masa dewasanya. "Anak Mama yang ini, kata Aluna kenapa sering banget pulang malem?"
Bara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, itu Ma, manggung."
Padahal Bara selalu pulang larut untuk bertemu Aletta setelah latihan di lapangan basket.
"Oh iya, Mama denger minggu ini kamu lagi ujian?"
Bara menggigit bibir bawahnya, ia menunduk lalu mengangguk. "Iya Ma, ini hari ke tiga."
"Ini ujian penentu nilai rapot buat masuk negeri kan?" Wanita berparas cantik itu merangkul bahu Bara lalu membawanya untuk duduk di sofa ruang tengah, dan memberikan potongan apel yang baru. "Gimana, ada tujuan kampus negeri?"
Bara berhasil dibuat bungkam. Boro-boro kampus, prodi saja Bara masih tidak tahu. Ia masih mencari minat bakatnya hingga sekarang setelah tiga tahun lalu mimpinya dipatahkan oleh sang kakak. Selama tiga tahun juga Bara hanya mengikuti alur hidup tanpa memiliki tujuan yang pasti, walaupun setelah mengenal musik hidupnya terasa lebih memikat, hanya saja dampaknya tidaklah besar.
Melihat putranya tidak merespon, sang mama kembali menyahut. "Ah, mau swasta aja? Gak papa. Mama gak akan paksa kamu belajar keras buat masuk kampus negeri!"
"Mama tau enggak minat bakat Mas di mana?"
Kali ini, wanita itu yang dibuat bungkam. Entah harus menjawab apa. Hubungan antara ibu dan anak ini memang tidak dekat sampai tidak tahu apa yang sedang dikeluhkan sang anak dan tidak tahu bagaimana harus menjadi dekat dengan orang tua.
To be continued....
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?
sumpah, perasaan aku belum lama update eh udah hari minggu lagi aja wkwkwk cepet bangeett!^^
Mari kita berjumpa lagi minggu depan, jangan lupa untuk tinggalkan jejaknya, see yaaa!><💗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top