13| pendukung pertama

Play song : Cobalah Mengerti-Noah🎶

Dan kamu hanya perlu terima, dan tak harus memahami, dan tak harus berfikir, hanya perlu mengerti-1:40.

Bagian tiga belas.

Hari-hari berlalu dengan biasa saja. Akhir-akhir ini Aletta juga dipenuhi jadwal turnamen sehingga sangat jarang untuk masuk ke sekolah.

Hubungan dengan keempat temannya masih asing, walaupun terkadang Aletta mendapati Pevita yang diam-diam meletakkan sekotak cokelat di laci mejanya, atau Inara yang memberikan contekan di saat ulangan harian dengan wajah juteknya.

Merasa tidak memiliki pilihan, yang Aletta lakukan saat di lingkungan sekolah hanyalah tidur dan makan di kantin sendirian. Kadang-kadang Nolan mengajaknya bicara, atau mengajaknya untuk datang ke kantin dan makan bersama member Gamala yang lain. Namun, Aletta menolak karena merasa tidak nyaman.

Aletta mendapati Bara yang melambaikan tangan padanya dari jarak kurang lebih 10 meter dari tempatnya duduk saat ini. Cowok bertubuh tinggi itu sedikit menyunggingkan senyum yang kemudian berjalan mendekati tempat Aletta berada.

Para siswa kini sudah terbiasa melihat Bara dan Aletta yang semakin menempel. Tidak dipungkiri juga, base ramai dengan beberapa jepretan diam-diam mereka terhadap Bara dan Aletta di sekolah.


Bara datang dan tanpa meminta izin cowok itu sudah duduk di samping Aletta.

Sedangkan Aletta menoleh melihat wajah Bara yang datar seperti biasa hanya saja matanya menunjukan binar yang berseri. "Nape lo?"

"Balik latihan?" tanya cowok itu.

Aletta menggeleng. "Enggak, libur, besok ada turnamen soalnya. Gue harus istirahat buat nyiapin badan," ucapnya.

Kening Bara mengernyit, kepalanya sedikit dimiringkan untuk menatap wajah gadis itu. "Di mana?"

"Deket alun-alun sini."

"Jam berapa?"

"Pagi, jam sembilan." Kali ini Aletta yang mengernyitkan dahinya. "Kenapa nanya?"

"Gak boleh?"

"Bukan gitu..." Aletta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Jarang aja ada yang nanyain turnamen," lanjutnya.

Bara terkekeh geli. Cowok itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, menolehkan kepalanya, menatap sisi kanan wajah Aletta yang duduk di sampingnya.

Kulit sawo matang dengan garis rahang yang halus, ditambah hidung mancung sehingga membuat proporsi wajah gadis itu terlihat sempurna bagi Bara.

"Lo suka siapa?"

Aletta segera menatap Bara tajam. "Hah?!"

"Pemain bulutangkis."

Aletta mengatupkan bibirnya, mencoba menetralkan raut wajahnya yang terlihat panik. "Gue suka Monica, pemain ganda putri."

Bara menyatukan kedua tangannya, menatap gadis itu yang mulai bercerita, mendengarkan setiap kalimat yang dilontarkan Aletta dengan lancar.

"Dia baru debut dua tahun di kelas senior langsung bawa medali emas. Gue pernah sekali ketemu dia di turnamen laga senior, dia ternyata lebih cantik dari yang gue kira, badannya tinggi banget, kulitnya putih, terus yang pasti mainnya keren banget sih," kata Aletta.

Namun setelah bercerita dengan nada yang semangat itu, tiba-tiba bahu Aletta meluruh yang diikuti kepalanya yang ikut menunduk. "Tapi sayang dia pindah sektor, mana partnernya problematik banget lagi. Gue takut Monica nanti malah harus pindah-pindah sektor yang nantinya malah jadi gak nyaman buat dia main," lanjutnya.

"Ganda campuran?"

Aletta mengangguk. "Iyaaa... Mana nih ya, partner barunya ini udah banyak atlet yang dipasangin, mainnya oke, tapi gak profesional gitu lho. Beberapa kali ganti partner juga tetep balik lagi begitu. Gue takutnya Monica digituin lagi."

Bara tersenyum kecil lalu menepuk-nepuk kepala gadis itu. "Berarti lo harus masuk timnas dong, terus jadi partner buat Monica."

Aletta cemberut. "Gue pemain tunggal!"

AB+

"Jadi jam lapan?" tanya Bara memastikan.

Orion mengangguk. "Iya, jam delapan itu kita naik panggung."

"Emang lo mau ke mana sih?" tanya Elang. "Tumben banget jadi sering ngilang-ngilang gini buat nge-band," lanjutnya.

Bara menyikut perut Elang hingga membuat sang empu meringis.

"Tapi inget Bar, lo harus udah nyampe sebelum jam delapan. Gue gak mau tau itu, kalo semisal lo gak dateng, mau gak mau Galen yang harus gitar, biar keyboard gak ada yang pegang," tukas Orion.

"Gila, jangan lah!" tentang Elang. Cowok itu kini beralih pada Bara yang berdiri di sampingnya, ia menyikut perut Bara hingga sang empu meringis. "Dateng lo, awas aja!"

"Emang lo mau ke mana sih Bang?" tanya Nolan.

"Deket, gak jauh dari acara." Bara mengambil jaket kulitnya yang berada di atas kursi, mengambil ponsel dan juga kunci motornya lalu memberikan tos pada semua member.

"Inget, balik tepat waktu," kata Galen.

"Siap!"

Cowok itu kemudian pergi ke luar ruangan dan segera mencari motornya di parkiran. Sebuah motor sport berwarna hitam yang senada dengan warna jaketnya kali ini. Motor dengan suara yang menggelegar itu melesat ke tengah jalanan dengan kecepatan tinggi.

Sampai di parkiran yang dipenuhi oleh beberapa penjual makanan dan juga mainan, terdapat beberapa bis dan juga mobil-mobil bermuatan besar terparkir di tempat yang sama dengan motor milik Bara.

Cowok itu melepaskan helmnya, sedikit merapikan rambut sembari bercermin pada spion. Setelah dirasa cukup, barulah memasuki sebuah stadion bulutangkis yang sudah ramai pengunjung.

Sebelum memasuki tribun, Bara melihat bagan pertandingan pada koridor paling depan. Senyumnya terbit menatap bagan pertandingan yang menampilkan nama, area lapangan, dan juga waktu pertandingan.

Kakinya yang panjang melangkah lebih lebar untuk mengejar waktu sebelum terlambat. Memasuki tribun yang sudah ramai dipenuhi para pendukung, mereka berteriak setiap serangan demi serangan yang diberikan atlet, seolah semangat mereka ikut terbakar hanya dengan menonton pertandingan.

Bara berada pada tribun penonton di lapangan paling utara. Teriakkan terdengar kencang saat seorang gadis berambut pendek memasuki lapangan. Pakaiannya berwarna hijau neon dengan beberapa garis berwarna abu-abu, dilihatnya nama Pinkan Y. dengan nama PB Rinjani pada punggungnya.

"PINKAN JUARA!"
Penontonnya terlihat banyak dan teriakkannya sangat dominan untuk mendukung gadis itu.

Sampai atensi Bara berubah saat seorang gadis yang menguncir rambutnya layaknya ekor kuda, poni tipisnya berhasil menutupi alis, dan ikat rambut berwarna hijau yang ikonik. Disertai pakaiannya berwarna merah dengan garis hitam di bagian ujung lengan. Nama Aletta G. dengan nama PB I MONSTER terlihat jelas pada punggungnya.

Senyum Bara merekah lebar melihat gadis itu telah muncul. Teriakkan dukungan tadi lenyap saat Aletta datang bersama dengan pelatihnya. Tribun bagian utara mendadak menjadi sangat sepi, tidak ada yang memanggil nama gadis itu sama sekali.

Bara sampai menyadari Aletta yang enggan menatap tribun dan memilih menunduk sebelum memulai pemanasan. Gadis itu berlari di tempat, melakukan pukulan-pukulan ringan, dan juga mengatur jarak setiap langkah kakinya tanpa melirik ke arah tribun sama sekali.

Akhirnya, Bara memiliki inisiatif sendiri.

"ALLETA PEMENANG!" teriaknya.

Seluruh atensi mengarah pada Bara yang berdiri pada tribun utara dan berada di barisan paling depan. Mereka bisa melihat Bara yang kini tersenyum cerah kepada Aletta.

Sedangkan gadis itu terpaku, begitu terlihat tidak bisa menahan rasa terkejutnya. Senyumnya ikut melebar, satu tangannya yang tidak menggenggam raket terangkat, lalu melambai kuat kepada Bara. Membalas senyuman cowok itu yang terlihat sangat manis.

"Bara Gamala?"

"SEMANGAT ALETTA!" Lagi, Bara kembali berteriak.

Aletta mengepalkan tangan dan mengacungkannya tinggi-tinggi, memberi tahu bahwa semangatnya kini sudah membara.

Beberapa menit kemudian, wasit memberi aba-aba di mana lawan Aletta yang bernama Pinkan untuk memulai pertandingan lebih dulu.

Aletta beberapa kali memutar raketnya, mencari posisi ternyaman untuk genggaman tangannya. Barulah saat bola berhasil melambung, decitan sepatu yang beradu dengan lantai lapangan seketika menjadi suara yang paling dominan.

Aletta menghalau dengan cepat bola berbulu unggas tersebut memasuki area lapangannya. Pukulannya ringan, sehingga mengecoh lawan hingga lupa menjaga lapangan depan.

Prit!

Tangan wasit memberi penanda bahwa Aletta yang pertama mendapatkan poin. Tidak ada yang berseru, hanya Bara yang berteriak kegirangan di bangku tribun.

"GOOD JOB LETTA!"

Aletta mendengar seruan itu. Sebelum memukul shuttle cock, ia tidak bisa menahan senyumnya karena suara Bara yang sangat menggema. Beberapa rekan atletnya yang ikut datang ikut berseru sampai Aletta bisa mendengar beberapa dari mereka memotret Bara.

Permainan terus berlanjut. Gerakan Aletta sangat hebat dalam permainan netnya, sehingga sangat berbahaya bagi lawan. Tidak sekali Aletta mampu mengecoh lawan melakukan kesalahan service, tidak sekali juga Aletta mampu membuat lawan terus berada di lapangan belakang padahal Aletta dengan gencar menyerang lapangan depan lawan.

Bara yang berada di tribun saja tidak sekali berdecak kagum pada gadis itu. Bermain bulutangkis bersama Aletta dan melihat gadis itu dengan serius berada di lapangan pertandingan, rasanya sangatlah berbeda.

Jujur, Bara saja tidak bisa mengalahkan Aletta dalam bermain bulutangkis padahal saat itu dilihat jika Aletta tidak serius bermain, sedangkan yang saat ini Bara lihat adalah versi Aletta yang bermain dengan serius.

Aura yang Aletta keluarkan menjadi sangat berbeda jika berada di lapangan. Seolah semua orang harus diam dan cukup untuk menganggumi Aletta seorang. Siapapun akan bingung melawan Aletta karena terlalu handal dalam keberhasilan mengecoh fokus lawan mainnya.

Berjalan pada pertengahan pertandingan, dari atas tribun, Bara melihat Aletta yang terus-menerus menyisir poninya hingga berdiri. Beberapa penonton dibuat tertawa karena jambul yang Aletta buat.

Aletta berkali-kali menghapus keringatnya di dahi, hanya saja poni yang menutupi dahinya ia sibak dan lupa dirapihkan kembali sehingga menjadi sebuah jambul yang fenomenal.

Berjalan hampir satu jam, pertandingan selesai dengan tiga set permainan. Aletta mendongak dan tidak mendapati Bara di sana, senyumnya luntur karena ternyata Bara tidak menonton pertandingan hingga akhir, padahal ia memenangkan pertandingan.

Namanya dimasukkan ke dalam bagan baru untuk melawan tim lain dalam dua jam ke depan.

"Minum dulu," kata Resa sembari menyentuh kepala Aletta dan menyodorkan sebotol air mineral.

Seluruh rekannya tersenyum cerah ketika Aletta berjalan mendekati mereka. Seolah merasa sangat bangga dengan permainan Aletta kali ini.

"Aletta paling hebat, Aletta juara!" seru Gia.

Mereka bertepuk tangan sembari berseru sedangkan Aletta hanya tersenyum lebar.

Karena lapangan yang akan segera dipakai atlet lain, mereka pun keluar dari dalam lapangan. Berjalan menuju ruangan yang telah disediakan untuk mereka istirahat.

Sepanjang koridor, netra Aletta terus menyapu, mencari keberadaan Bara yang tidak terlihat dalam lingkup pandangannya.

"Eh Ta, itu beneran Bara Gamala? Dia beneran deket ya sama lo?" Suara Gia menyadarkan Aletta.

"Ah, iya Mba, lumayan."

"Gue boleh gak minta pin BB dia?"

Kedua alis Aletta terangkat, melihat Gia yang terlihat memohon padanya. "Pin BB? Gue gak punya pin BB dia."

"Hah, seriusan? Katanya lumayan deket, kok lo gak punya pin BB dia sih? Atau id line gitu?"

Aletta menggelengkan kepalanya. "Gue sama Bara gak pernah ngobrol lewat hape."

"Lha terus?"

"Ya ngobrol aja kalo ketemu, papasan, gitu aja."

Wajah Gia berubah sendu mendengar itu sehingga memilih berjalan mendahului Aletta memasuki ruang istirahat.

Mungkin, Bara memang benar tidak menonton pertandingan Aletta hingga selesai. Padahal, Aletta sangat senang kala terdapat orang pertama yang menonton pertandingan dan memberi semangat padanya setelah sekian lama.

"Aletta!"

Merasa sangat familier dengan suara itu, Aletta segera menolehkan kepala. Mendapati Bara yang kini sedang menjadi pusat perhatian berlari ke arahnya. Napasnya tersengal-sengal saat sampai di hadapan Aletta sembari memegangi lututnya.

Aletta menepuk-nepuk bahu cowok itu. "Dari mana lo?"

Bara menegakkan tubuhnya kembali, senyumnya kembali mengembang, dan menunjukan bungkus plastik kecil berisi dua jepit rambut bermotif Donald duck dengan bagian kepala dan tubuhnya yang terpisah.


Bara dengan cepat membuka bungkus plastik jepit rambut itu. Merapikan poni Aletta yang sesekali masih mengembang lalu menjepitnya dengan jepitan yang ia bawa pada sisi kanan maupun kiri. Kali ini, dengan kening yang terlihat jelas, Bara sangat menyukai tampilan Aletta tanpa poni.

To be continued...
Bagaimana perasaan kalian setelah membaca bagian ini?

Maaf karena terlambat, tapi aku ngetik lebih panjang buat bagian ini karena minggu kemarin gak update.

Sampaikan keluh kesah kalian pada bagian ini di sini.

Jumpa lagi minggu depan, see yaaa!><❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top