Tujuh belas

Edymar adalah orang yang paling duluan terkejut saat pintu kamarnya diketuk oleh pelayan yang mengatakan bahwa saat ini Yang Mulia membutuhkan bantuannya. Usai membungkus tubuh yang berbalut gaun tidur dengan mantel, tabib muda nan cantik itu bergegas menuju kamar tempat Adjani berada. Ia nyaris berteriak saat mendapati keadaan gadis itu berubah dengan drastis. Walau begitu, mendengar cerita Aire tentang orang asing yang mengincarnya membuat alis Edymar naik dan ia menatap Shield seolah minta penjelasan.

Apa yang mulia tidak tahu kalau Adjani adalah Lima Berlian? Dia kan saudaranya.

Saudara ketemu di jalan. Shield menggumam, hanya Edymar yang bisa mendengar selagi jemari lentik wanita itu memeriksa leher Adjani yang lebam. Ia menoleh heran pada ferret seputih salju itu dan memutuskan hendak bertanya saat Adjani memotong, "Kalian sedang ngobrol asyik, ya?" dengan suara pelan agar Aire yang kini duduk di bangku yang terbuat dari kayu oak tua tidak mendengar.

Edymar segera saja salah tingkah. Sambil tersenyum kikuk, dia berjalan ke arah lemari kayu tempat ramuan obat miliknya tersimpan.

"Tapi aku tidak menyangka, efek ramuanku membuatmu sedikit merasa terbakar." Edymar bicara sembari membuka lemari lalu menarik sebuah kantong kulit berisi obat dan salep yang ia racik sendiri.

"Entahlah. Tubuhku seperti mengeluarkan asap." Adjani membalas. Matanya menangkap Aire yang tak lepas memandanginya dari tadi dan seketika gadis itu salah tingkah. Tidak lama, Edymar mendekat dan dengan tangannya yang sudah dipenuhi uap putih berbau mint yang lembut, gadis itu menyentuh leher Adjani.

"Tahan sebentar, jangan bergerak." Perintahnya.

Adjani menurut. Posisinya yang kaku malah membuatnya bertatapan dengan Aire. Perintah Edymar yang melarangnya bergerak selama beberapa waktu membuat mereka harus saling memandang.

Lalu seolah sadar bahwa wajahnya buruk rupa, Adjani langsung menundukkan kepala. Gerakan yang tiba-tiba itu membuat Edymar memprotes, "Djani, sudah kubilang jangan bergerak. Aku sedang memeriksa tulangmu."

Adjani terpaksa kembali menegakkan kepala dan konsekuensi yang didapat adalah memandangi lagi wajah tampan sang putra mahkota yang menolak mengalihkan pandangan selain gadis itu. Menahan debaran aneh yang tidak bisa disembunyikan, Adjani lalu memilih memandangi langit-langit kamar yang dibuat lebih tinggi dari biasa. Ia masih mengagumi betapa ahli sang tukang kayu dan arsitek yang merancang istana keluarga Rodriguez lalu terdengar suara Aire bertanya pada Edymar.

"Kenapa dia tidak bereaksi pada penyembuhan yang aku lakukan?"

Sang tabib mengalihkan perhatian pada Aire lalu kembali pada Adjani sebelum menjawab.

"Aku sudah memberitahu Adjani soal itu sebelumnya, Yang Mulia. Sebenarnya amat jarang seorang penyembuh gagal membantu pasiennya, nyaris tidak ada. Akan tetapi, guruku dulu pernah bilang, bisa saja ada kasus-kasus yang tidak wajar, seperti yang saat ini kita saksikan. Luka-luka yang diderita Adjani amatlah parah dan mustahil baginya untuk bertaha..."

"Jangan sampai kau keceplosan membuka identitas Adjani padanya, Nona Tabib." Shield bicara dengan cepat, menghentikan apa saja yang akan keluar dari bibir indah si tabib cantik. Tentu saja perbuatan ferret tukang sambar jalan pikiran orang itu membuat Edymar meneguk ludah, lupa fakta bahwa yang sedang dia obati saat ini adalah seorang Lima Berlian.

"Tentu saja. Karena itu aku sempat berpikir, Adjani barangkali bukan manusia normal. Dia bisa jadi salah satu pemegang berlian. Hanya saja, dia belum tahu bakat apa yang dimilikinya. Aku pikir, dia punya kemampuan bertahan yang bagus, mungkin kekuatannya belum muncul..." Aire menjawab kalimat yang barusan diutarakan Edymar. Ucapan tersebut membuat sang tabib kembali memandangi Shield seolah butuh bantuan. Mulutnya gatal ingin memberi tahu tapi ancaman sang ferret terasa amat menyeramkan.

"Jangan beritahu dia, Nona. Keluargamu tentu tahu seperti apa Lima Berlian itu. Membantu Yang Mulia bisa jadi membawa petaka, entah itu untuk kelangsungan hidup umat manusia atau buat Adjani sendiri. Jangan kau percaya dengan ide konyol membangkitkan kekuatan Lima Berlian. Jika dia benar-benar bangkit, maka artinya cuma satu, kiamat."

Edymar bergidik menyadari hal tersebut jika benar menjadi nyata. Para tetua selalu menceritakan tentang kisah para penguasa dan pemilik Berlian. Keluarga mereka juga memiliki beberapa pemegang Berlian dan tentu saja termasuk dirinya sendiri. Tak heran, dia juga paham apa yang akan terjadi bila Lima Berlian dibangkitkan dengan atau pun tanpa sengaja. Mendengar ceritanya saja sangatlah mengerikan, apalagi kalau mengalaminya sendiri.

"Tapi daripada itu..." Edymar memotong, seraya memusatkan kembali perhatian pada Adjani yang sudah setengah mengantuk, uap hangat yang keluar dari sela-sela jari tabib itu bereaksi pada luka di lehenya saat ini, "mungkin anda butuh waktu. Guruku juga bilang, kadang waktu bisa menyesuaikan keadaan. Sesuatu yang tidak bisa diperbaiki akan bisa berubah. Seperti besi kena api, lama-lama dia akan mudah ditempa, begitu juga anda dan Adjani, kalian barangkali harus lebih banyak berinteraksi, saling mengenal. Kadang sesama wanita bisa lebih mudah saling terhubung..."

"Terhubung? Maksudnya kami harus sering bersentuhan?" Adjani yang tadi hampir memejamkan mata mendadak waspada saat mendengar kalima yang Edymar ucapkan. Beberapa kali, gadis pelarian itu mengalihkan tatapan secara bergantian pada Shield, Edymarr dan Aire. Mata pria tampan itu bahkan tak lepas mengamatinya dari tadi, termasuk saat Edymar meminta izin Adjani untuk membuka beberapa kancing baju bagian atas agar bisa diperiksa.

Sayang, Adjani yang malu dengan kondisi tubuhnya sendiri kemudian menarik kancing baju yang sebelumnya nyaris dibuka oleh Edymar.

"Tu...tunggu. Aku belum siap." Adjani berbisik dengan suara amat pelan. Wajahnya memerah dan ia amat malu. Yang benar saja, tidak mungkin dia membuka pakaian dan menunjukkan bagian tubuhnya di depan Aire. Badannya memang kurus kering dan penuh luka hingga dia malu pria tampan itu akan menyaksikan semuanya.

"Ah, iya. Maaf aku lupa." Edymar yang paham berusaha mengancingkan lagi pakaian Adjani hingga suara Shield menimpali keduanya, tentu saja, hanya dua wanita muda itu yang dapat mendengar.

"Percuma kau tutupi, Adjani. Tadi malam dia sudah melihat semuanya. Termasuk dadamu yang rata itu. Berdoa saja supaya Edymar mampu memperbaiki bagian itu sehingga lebih sedap dipandang..."

Adjani nyaris berteriak. Seluruh wajahnya merah padam sementara Edymar berusaha untuk tidak tertawa. Ulah tersebut ternyata menyebabkan sang Putra Mahkota memandangi keduanya dengan bingung, termasuk Adjani yang tiba-tiba saja menunduk seraya menutupi dada.

Memalukan, Shield. Harusnya kau cakar muka Tuan Ash saat melihat semuanya.  Ya ampun, kalau suamiku di masa depan nanti tahu bahwa dia bukan yang pertama melihat tubuhku...

Adjani tidak melanjutkan karena cicit Shield yang teramat keras menunjukkan kalau ferret itu sedang terbahak-bahak. Kecanggungan yang dia alami mendadak jadi semakin parah kala Aire yang kini berdiri, mendekat ke arahnya.

"Kau baik-baik saja? Apa obat yang Edymar berikan membuatmu kepanasan lagi? Wajahmu begitu merah. Jika obat itu membuatmu tidak nyaman, sebaiknya beritahu, jangan diam dan beralasan kau sudah terbiasa menderita."

Adjani nyaris terjungkal dari bangku yang dia duduki saat ini andai tangan Aire tidak menangkap jemarinya. Gadis lugu itu nyaris berteriak karena selain gugup yang tiba-tiba menerjang, efek kejut listrik karena sentuhan tangan mereka membuatnya berjengit.

"Hati-hati. Kepalamu bisa terbentur." Aire memperingatkannya dengan nada suara yang dalam dan kentara sekali amat khawatir.

"Tentu, aku akan hati-hati, Tuan." Adjani menggumam. Ia menoleh cepat pada Edymar yang masih mengamati interaksi dua orang di hadapannya saat ini. Lalu seolah paham, tabib itu buka suara, "Dia butuh diperiksa lagi dan sepertinya Adjani kurang nyaman karena anda terus memandanginya dari tadi."

"Oh, maaf. Aku tidak sadar." Aire membalas. Suaranya sedikit bergetar dan ia terlihat sedikit kikuk, "aku akan segera keluar tapi aku minta tolong satu hal, periksa mata Adjani. Sepertinya bagian itu tidak terpengaruh dengan pengobatan darimu. Jika memang butuh penyembuh yang memegan berlian lebih tinggi, aku akan berusaha mencarinya, tapi aku butuh pertimbanganmu, Nona Edymar."

Aire menoleh pada Adjani yang masih menundukkan kepala, "Hei, beritahu dia kalau matamu sakit atau tidak bisa melihat, oke? Kalau Edymar tidak sanggup, kita akan mencari tabib lain."

Adjani berusaha menahan haru yang memenuhi tenggorokannya hingga ia susah bicara dan hanya sanggup menjawab lewat anggukan, walau kemudian ia berusaha membalas, "Anda begitu baik, Tuan Ash."

"Berhenti panggil aku Tuan Ash, Djani. Harus berapa kali kuperingatkan baru kau menurut?"

Aire begitu baik dan amat berwibawa. Mustahil bagi Adjani untuk memanggil nama pria itu sesuka hati. Bagaimanapun juga, Aire Ash adalah seorang putra mahkota sementara ia adalah budak pelarian.

"Tidak bisa begitu. Anda adalah penyelamatku, aku tidak pantas memanggil anda begitu saja."

Aire menggeleng tanda tak suka pada ide tersebut. Ia kemudian mengusap pelan puncak kepala Adjani dan mengatakan bahwa urusan mereka belum selesai sebelum meninggalkan kamar gadis itu. Segera setelah bayangannya menghilang dari balik pintu yang perlahan menutup, Edymar yang sedari tadi mengamati interaksi keduanya mulai buka suara sembari membantu membuka kancing baju milik Adjani.

"Padaku, Yang Mulia Aire Ash bilang kalau kau adalah saudaranya, tapi kau tahu, Djani, aku sama sekali tidak percaya. Tatapan yang dia beri saat memandang wajahmu, itu sama sekali bukan tatapan seorang kakak pada adiknya. Kau tahu kenapa?"

Sang budak lugu mengedikkan bahu, tapi tak urung dia penasaran, "Maksudmu apa, Edy?"

Dengan penuh keyakinan, Edymar Rodriguez tersenyum sebelum menjawab, "Tatapan matanya kepadamu seperti orang sedang kasmaran, dan bila dugaanku benar, Yang Mulia Aire Ash sedang jatuh cinta kepadamu."

Mulut Adjani tidak bisa menutup, "Kau gila, Edy. Jika benar itu terjadi, Dean akan membunuhku dan melemparku ke neraka saat itu juga."

***

Oolaah..

Ada yang nunggu Djani?

Hehehe.. ada yang gemes ama mereka?

Kaget udah banyak yang nyariin dua orang ini, tapi Djani sukanya sama Dean. Gimana dunk?

Makasih sudah mampir kasih komen sama vote. Yang suka ngacung yaakk..😍😍

Bhay

Mariah cinta rupiah..💅💅💅

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top