Musim Semi Itu Kembali!

                Sakura bermekaran april itu.Tanda dimulainya tahun ajaran baru dan juga hari wisudanya Rei. Aku mengiriminya sebuket bunga mawar sebagai ucapan selamat atas kelulusannya dan prestasinya sebagai mahasiswa terbaik dengan nilai tertinggi. Dia memang benar-benar berbakat dan populer dibanding aku. Dia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sementara aku, kehidupanku bahkan datar-datar saja.

Aku sengaja tak hadir melihatnya wisuda, tapi aku menunggunya di bawah pohon momiji seperti biasa. Aku memandang danau didepanku. Airnya beriak pelan terhembus angin musim semi yang menggugurkan mahkota bunga sakura yang tumbuh disekitar taman. Aku memejamkan mata mencoba menggali semua kenangan yang telah kami lewati di bawah pohon ini selama sembilan tahun, sejak pertama kali bertemu ketika SMA, ketika jadian, putus, bahkan sampai Rei diwisuda.

“Maaf, agak lama tadi,” kata Rei. Aku menoleh keasalnya. Dia memakai jas dan tampak sangat dewasa serta tampan mengenakan itu.

“Tak apa, bagaimana acaranya?”

“Senang sih, tapi sedikit membosankan.” Katanya sambil berdiri disampingku menatap ke arah danau yang sama.

“akan berencana melamar pekerjaan dimana kau setelah ini?” tanyaku.

“Untuk sementara jadi asisten dosen dulu lah, gajinya lumayan kok.” Jawab Rei.

‘Oh...” responku.

“Uhmm.Yunaa,”

“Ya?”

“E—to, kau bisa membuatkan ku novel?”

“Hey, pertanyaanmu aneh. Bukankah selama ini aku menulis novel untukmu?”

“M-maksudku, ini spesial untukku, tentang kisahku atau kisahmu, ya begitulah.”

“Hmm, oke, “, aku menahan rasa penasaranku.

“Kalau bisa sebulan lagi harus sudah selesai ya,...”

‘Hah? Permintaan macam apa itu?”

‘Ah, aku serius.”

“Iya, iya baiklah...”

Malam itu aku sedikit terganggu dengan permintaan Rei ketika di taman tadi. Kenapa dia tiba-tiba minta dibuatkan novel? Dan novel yang dia minta juga sedikit aneh, tapi aku memang sudah punya draft tentang hal itu, sebuah novel tentang perjalanan cintaku. Dimulai dari pertemuanku dengan Rei, hingga kejadian memilukan itu. ah, aku tulis saja lah, dan aku memang selalu ingin endingnya berakhir bahagia. Aku akan menuliskan harapan-harapan dari masa laluku di novel ini. Itupun jika Rei menyadarinya dan bukan menganggapnya karangan fiksi semata. Tapi, ah...lebih baik mulai menulis.

Belum sampai sebulan, akhirnya aku sudah berhasil menyelesaiakannya. Sore itu setelah pulang  bekerja aku mampir ke rumah Rei dan menemuinya. Dia sedikit agak kaget mengetahui aku sudah menyelesaikannya lebih dahulu.

“Arigatou, Yuuna. Aku akan langsung membacanya nanti malam.”

“Ya, ya, ya..tak apa. Okelah yang penting aku sudah memenuhi permintaanmu. Aku pulang dulu ya, bye...Jangan lupa nanti kirim komentarmu.”

“Iya, Bye...” Akupun pulang menuju rumahku dengan sedikit menahan rasa penasaran dan rasa malu jika Rei menyadari bahwa novel yang aku tulis untuknya itu adalah kisah ku dan dia, tentang segala perasaanku dan tentang harapan-harapanku di masa lalu. Aku menunggu komentarnya.

Namun, hingga tiga hari kemudian aku tak menemukan komentar Rei. Apa Rei marah padaku karena menyadari harapanku di novel itu? Well, ini hari minggu kan? baiklah aku akan ke rumahnya untuk menemuinya secara langsung.

“Maaf, Yuuna. Rei baru saja pergi ke stasiun menuju Kyoto. Dia akan melanjutkan pendidikan S2 disana dengan beasiswa yang diberikan universitas Miyagi. Apa Rei tidak memberitahukanmu sebelumnya?”

Aku sangat kaget mendengar penjelasan Ibunya. Mendadak hatiku perih sekali dan tubuhku sulit digerakkan. Rei...akan pergi...jauh dari pandangan mataku? Batinku saat itu.

“Kereta menuju Kyoto akan berangkat lima belas menit lagi.” Kata ibu Rei membuyarkan kekesalanku.

“Terima kasih, Bi,’ ucapku sambil bergegas menuju Stasiun. Kau brengsek Rei, kenapa kau tak memberi tahuku sebelumnya. Kenapa kau tak pernah cerita. Apa ini sebabnya kau tiba-tiba minta dibuatkan novel.? Hey, bodoh....apa kau tak tahu perasaanku saat ini....??? kataku dalam hati dengan diringi uraian air mata sepanjang jalan.

Aku terus berlari kencang menuju stasiun. Tak ada cara lain. Jika menaiki bus, aku harus menunggu beberapa menit, belum lagi untuk menuju perhentian-perhentian selanjutnya. Tapi dengan berlari, aku bisa mencapai stasiun dengan waktu sepuluh menit dan itu berarti masih ada sisa waktu lima menit lagi untuk menanyakan kejelasan atau.........setidaknya mengucapkan selamat tinggal!

Yatta! Aku berhasil masuk ke stasiun meski sempat heboh dilarang para petugas karena lima menit lagi kereta akan berangkat. Aku mencari-cari sosok Rei di antara penumpang yang mulai mendekati kereta yang telah datang. Dan itu...itu Rei!

“Rei!” teriakku keras. Seorang lelaki yang hendak masuk ke dalam kereta itu mendadak berhenti dan menoleh ke arahku yang berlari ke arahnya dengan nafas yang hampir tercekat di tenggorokan.

“Yokatta...” ucapku sambil memegang bahunya dan kemudian merosot ke dadanya. Aku kemudian meremas kerah lehernya dan berteriak kesal.

“Baka, Rei, Baka baka baaaaaaka!” kataku sampai membuat perhatian disekitar.

“Hey, Yuuna-chan. Aku harus berangkat.”

Aku terdiam. Ya benar, Rei harus berangkat. Perlahan aku melepaskan tanganku dari kerah bajunya dan merasa kalah. Untuk menahannya pun aku tak berhak. Aku bahkan bukan kekasihnya lagi. Tapi, tapi aku dengan siapa nanti jika Rei tak ada.? Mendadak air mataku jatuh.

“Tarik kembali!” kata Rei. Aku mendongak heran kearahnya. “tarik kembali kata-katamu waktu itu,!” lanjut Rei. “Tolong, tarik kembali kata-kata bahwa kau tak akan kembali pada ku! Seperti yang kau buat di novelmu!” teriaknya.

Ingatanku langsung tertuju pada serpihan kenangan ketika aku mencampakkan Rei pada malam tahun baru itu. Jadi, jadi selama ini dia juga menunggu aku untuk menarik kata-kataku waktu itu? Dan aku menulisnya di novel yang ia minta itu dan ternyata dia menyadarinya! Air mataku mentes lagi.

“Aku....aku ingin kau kembali padaku lagi....” isakku. Entah kenapa saat itu hatiku merasa lapang. Rei tersenyum lalu memelukku erat. Suara panggilan untuk masuk ke dalam kereta sudah menggema berulang kali.

“Bersabarlah dua tahun lagi. Aku janji aku akan kembali ke Miyagi dan kau akan ku nikahi!” ucap Rei membuatku tak bisa berkata apa-apa lagi. ‘Yuuna-chan, gomenasai. Aku harus pergi. Aku akan menghubungimu.” Lanjutnya, setelah itu masuk ke arah pintu. Pintu langsung tertutup dan kereta mulai berjalan pelan. Aku berlari kecil mengikuti kereta itu hingga aku tak bisa mencapainya lagi. Sayonara, Rei...Aitakatta~

Aku keluar dari stasiun dengan lesu. Namun, tiba-tiba angin semilir mengibarkan rambutku dan menggugurkan mahkota bunga sakura yang tumbuh disekitar stasiun. Aku mendongak di bawah pohon sakura itu dan memandangi ranting-rantingnya yang bergerak pelan bersama alunan angin. Musim semi sembilan tahun yang lalu aku dan Rei memulai kehidupan bersama, dan musim semi tahun ini, aku dan Rei akan memulai hal yang sama lagi. Aku...berjanji pada diriku sendiri, aku akan menunggumu hingga kembali...watashi wa anata no kotoba o shinjitte tta (Aku percaya pada kata-katamu)!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top