ʻ adore #2 | k. tobio

"Hitoka-chan tahu Kageyama sukanya apa?"

Yachi gelagapan ketika [Name] mendadak bertanya begitu. Bingung. Dia tidak yakin sudah mengenal dengan baik rekan-rekan klub voli yang ia manajeri atau belum.

Agak ragu, Yachi menjawab, "E-etto ... susu? Aku sering melihat Kageyama beli susu di mesin penjual minuman, kalau tidak salah."

[Name] menjentikkan jari. Bibirnya mengembangkan seutas senyum. "Aha, makasih Hitoka-chan! Oh ya, ngomong-ngomong nanti malem kalian berangkat ke Tokyo? Have fun, yak!"

"Makasih banyak, [Name]-chan. Kamu bahkan sudah ikut membantuku mengajari Hinata dan Kageyama beberapa hari terakhir," kata Yachi.

"No problem," timpal [Name], gadis itu turut senang hitung-hitung menambah teman dari klub lain. "Sayang sekali mereka masih tetap harus ikut ujian perbaikan, ya. Tapi setidaknya, mereka sudah berusaha!"

Gadis berambut blonde mengangguk setuju ketika mengingat antusias rekan-rekan klub volinya untuk dapat melewati ujian semester dengan baik.
Meski Kageyama dan Hinataーdua pemain inti di klub merekaーmasih gagal, tetapi sebuah solusi telah dirancang sehingga mereka tetap bisa ikut menyusul ke Tokyo.

Jadi Yachi tidak terlalu merasa khawatir lagi. Dia berdoa semoga mereka berdua bisa berhasil di ujian perbaikan, sehingga tidak perlu mengikuti kelas tambahan.

[Name] melenggang dari bangku Yachi yang ia hampiri. Kakinya menyusuri koridor sekolah dengan benak yang menimbang-nimbang, memikirkan pertanyaannya yang sudah dijawab oleh Yachi tadi. Jadi, sesuatu apa yang tepat yang bakal ia berikan?

Ya, [Name] ingin memberikan sesuatu untuk Kageyama. Sebagai penyemangat lelaki itu menghadapi ujian perbaikan juga Pelatihan Musim Panas di Tokyo yang akan ia hadiri.

Di tiap langkah kaki yang menapaki lantai koridor, senyum [Name] tak henti-hentinya terkembang.

Kageyama menatap lokernya dengan dahi berkerut, kala mendapati eksistensi benda bukan kepemilikannya nangkring di dalam loker.

Sekotak susu dan sebungkus onigiri.

Kageyama baru saja hendak memutar otak, siapa yang menaruh susu dan onigiri tersebut? Tetapi, nampaknya hal itu tak perlu dilakukan.

Sebab pelakuknya menaruh sticky notes berisi pesan. Kageyama baru pertama kali ini mendapat pemberian sesuatu yang diletakkan di lokernya. Maka, dia penasaran dan membaca notes tersebut.

Dari : Mentor dadakanmu, hoho
Untuk : Kageyama Tobio-kun

Semangat menempuh ujian perbaikan! Semoga susu dan onigiri ini bisa nemenin kamu belajar nanti malem. Semoga berhasil ya, biar bisa ke Tokyo! Selamat bersenang-senang di sana~ ^o^

- [Name] -

Alis Kageyama bertaut, dahinya masih mengkerut. Dia tak habis pikir bakal mendapat semacam penyemangat ini dari [Name]. Kageyama tidak pintar menilai orang, tapi dia tak ragu kalau gadis itu masuk kategori yang menurutnya sangat baik.

Kageyama adalah pemuda yang agaknya sukar mengekspresikan diri. Biasanya dia jarang tersenyum, kalau bukan senyum seringai sinis, atau seringaian semangat yang berkaitan dengan perasaannya ketika sedang berkegiatan di voli.

Namun, kali ini Kageyama berhasil meloloskan senyum tertahan dengan sedikit menggigit bibir bawah. Menahan sesuatu yang membuncah di dadanya. Sebuah guratan yang melukiskan perasaan yang tak bisa ia definisikan.

Netra kembali menatap kertas kecil dalam genggaman. Dibacanya kalimat terakhir pada kertas tersebut.

p.s. Setelah libur musim panas, aku gak sabar nonton pertandingan kalian. Ah, ya kudengar dari SMP kau itu sosok Raja Lapangan. Hebat sekali, aku benar2 menanti bisa menyaksikannya secara langsung.

Senyum Kageyama pudar. Sebelah tangan tanpa sadar mengepal. Kageyama jadi teringat momok mengerikan yang pernah dialaminya ketika SMP.

Dan sosok [Name], yang baru saja membuatnya merasakan gejolak aneh hanya dari membaca kalimat penyemangat sebelumnya, ternyata termakan stigma bahwa julukan 'Raja Lapangan' yang ia sandang adalah hal yang hebat.

Nyatanya, fakta tersebut berkebalikan adanya.

Hati Kageyama mendadak diselimuti kabut. Perasaannya jadi kalut. Pikirannya membayang takut.

Padahal selama ini Kageyama dikenal sebagai orang yang hanya memikirkan diri sendiri, tetapi Kageyama jadi takut mengecewakan ekspektasi seseorang.

Dia takut mengecewakan [Name] yang sudah sebaik ini membantu dan memberinya semangat.

Usai libur musim panas, klub voli menjadi semakin sibuk bersiap menghadapi kualifikasi prefektur Turnamen Spring High.

Tiap anggota sibuk berproses dan mematangkan diri. Tak terkecuali Kageyama. Beban pikirannya bertambah pasca kejadian di Pelatihan Musim Panas lalu, ketika Hinata memutuskan untuk membuka mata saat akan memukul toss darinya.

Sedari dulu dia tahu Hinata itu payah. Hinata bisa mencapai titik seperti ini karena dirinya.

Kageyama tidak mengelak saat disuguhkan pernyataan kemungkinan, jikalau Hinata bisa memukul toss dengan membuka mata, maka kombinasi serangan cepat mereka akan menjadi sesuatu yang luar biasa.

Namun, sebelum hal itu benar-benar terwujud, proses di belakangnya membuat keduanya frustrasi. Ah, andai saja ada hal yang bisa me-refresh sejenak kepala Kageyama yang sekarang tampak beruap.

Kageyama memandangi kakinya yang menapaki lorong sekolah. Ketika dia berangan tentang sesuatu yang dapat melupakan sejenak permasalahannya, dia melihat wajah [Name].

Dahinya mengernyit tak paham. Semenjak sebelum libur musim panas lalu, ketika dia baru mengenal lagi dan dekat dengan sosok teman kelas SMP-nya, ketika gadis itu mau membantu dan mengajarinya, ketika gadis itu memberinya sekotak susu dan sebungkus onigiri untuk menyemangati, Kageyama jadi sering terngiang-ngiang hal tentang [Name].

Ah, berbicara tentangnya, karena sibuk Kageyama jadi jarang bertemu dengan gadis itu lagi. Tetapi, pemikiran tentang gadis itu sering mampir tanpa ia kehendaki.

Seperti sekarang misal, dia bahkan merasa melihat wajah [Name] beneran dan mendengar suaranya.

"Halo, Kageyama!"

Kageyama menengadahkan kepala. Tidak. Itu bukan sekadar angan Kageyama. [Name] benar-benar berada tak jauh di depannya, berpapasan di tengah lorong sekolah.

Gadis tersebut melambaikan tangan dan mengembangkan cengiran lebar.

Kageyama salah tingkah. Jantungnya seolah mau meloncat. Matanya membeliak kaget. Sekejap tadi ia baru memikirkan sang gadis, orang yang dipikirkan tiba-tiba beneran melintas.

Jadi, lidahnya mendadak kelu. Ekspresinya terdiam kaku. Dia bahkan tak mampu untuk sekadar membalas sapaan [Name].

[Name] pun akhirnya berlalu melalui Kageyama, tanpa pemuda itu sanggup mengeluarkan sepatah kata.

Di lain sisi, [Name] sebenarnya terheran, tapi dia tak ambil pusing. Yachi sudah bercerita padanya tentang konflik yang dialami klub voli seusai Pelatihan Musim Panas.

Ketika melihat raut suram Kageyama saat berpapasan tadi, [Name] jadi paham. Dia tak mau berpikir rumit untuk mempermasalahkan diamnya Kageyama terhadap dirinya.

Lain dengan Kageyama sendiri. Dia merutuki diri, atas ketidakmampuannya mengatasi kegugupan, yang malah mengeluarkan kesan abai.

Sebelumnya otak Kageyama hanya berisi tentang voli. Kini untuk pertama kalinya, pikirannya terkerahkan untuk memikirkan hal selain voli. Hal yang tidak pernah kira, adalah segala hal berkenaan dengan [Name].

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top