Chapter 15


Jadi begitu, sebelum salah satu dari kami sempat melawan, kami sudah diseret oleh cacing-cacing menuju terowongan berlendir yang membawa kami pada ruangan yang kukira adalah penjara yang dimaksud. Levi dan aku dilemparkan masuk begitu saja, Mom dan Dad diseret ke tempat lain. Tingkat kepanikanku saat itu adalah sangat dekat dengan jeritan.

Aku menjerit memanggil Mom dan Dad.

Seakan belum jelas, Levi bergumam. "Sial, ini jebakan."

Aku tidak mengerti banyak hal, pasti kau sudah tahu fakta ini. Aku dilemparkan ke dalam kejadian demi kejadian, sejauh ini aku sudah nyaris mati tiga kali, tapi sampai saat ini, baru kali inilah aku benar-benar kesal dengan Spring. Kesal dan juga takut.

"Aku tidak punya waktu untuk dipenjara!" kutendang pintu besi yang menutup tak bergeming. Ruangan ini sangat bau dan sempit, ke mana pun aku melihat tidak ada celah kecuali lubang-lubang super kecil di dinding yang menyorotkan cahaya. Levi duduk di papan kayu yang kutebak seharusnya berfungsi untuk tempat tidur, menatapku dengan alis terangkat.

"Aku juga tidak punya waktu untuk mati," Levi mengangkat bahu, kemudian menunjuk sesuatu di belakangku. "Kau pasti tidak ingin dekat-dekat dengan pintu itu."

Aku membuka mulut, lalu menutupnya kembali ketika merasakan embusan napas dingin di leherku. Tahu kan perasaan ketika kau berada dalam bioskop dan sedang menonton adegan mendebarkan di layar lebar dan kemudian merasakan embusan napas yang jelas bukan AC, tubuhmu menegang, seribu dugaan mengenai apa yang berada di belakangmu mulai memenuhi kepalamu. Kemudian, bertepatan dengan efek suara yang membuatmu terlonjak, seseorang berkata, "Boo!" dan kau ingin menangis sakit takutnya.

Masalahnya pada saat ini hal tersebut tidak akan sekonyol apa yang terjadi di bioskop ketika mengetahui bahwa Krissy sedang menjahiliku. Sewaktu aku menoleh, sepasang mata bundar balik menatapku. Mulutnya membentuk senyum, hidungnya tenggelam dalam lempengan besi. Dia mirip dengan Thomas si kereta dalam film kartun (akui saja, Thomas itu menyeramkan, tidak lucu sama sekali), selama beberapa detik yang rasanya seperti selamanya, kami hanya bertatap-tatapan. Sampai akhirnya--apa pun dia--bersuara.

"Halo, tendanganmu hebat juga."

Aku menjerit (lagi)

Itu bukan momen yang hebat, bukan juga reaksi yang bagus. Aku memelesat sangat cepat ke seberang ruangan, berusaha menjauhi si pintu berwajah yang kini menyeringai sangat lebar. Ketika melihat pintu itu mengembang dan mengempis, aku tidak mungkin salah menebak bahwa ada sebuah pintu yang sedang menertawaiku saat ini.

"Sudah lama aku tak melihat reaksi itu!" si pintu terbahak. "Well, sudah lama juga aku tak melihat manusia dikurung di tempat ini dan siap dibakar sampai mampus. Lama sekali, kukira. Beribu-ribu tahun semenjak Steeeele--dengan banyak e--mengutukku menjadi sebuah pintu. Namaku Besi Panas, ngomong-ngomong."

Aku tidak bisa berkata-kata. Sebagian karena aku memikirkan kalimatnya (dibakar sampai mampus), sebagian lain karena jantungku masih berdebar kencang, aku takut jika aku mengatakan sesuatu ruangan ini akan berbicara padaku juga.

"Halo, Besi Panas. Aku Levi, maukah kau membukakan dirimu untuk kami?" Levi kedengaran sangat santai, dia kini mengangkat kakinya, duduk bersila di atas papan kayu menyedihkan dan menatap Besi Panas (aku tidak akan komentar, sampai pada titik ini aku sudah yakin nama aneh dan konyol tidak akan mengangguku lagi) seolah mereka adalah teman lama.

"Percobaan yang bagus, Bung!" Besi Panas terbahak semakin kencang. "Aku sendirian selama lebih dari lima ratus tahun, teman untuk berbicara adalah hadiah paling menyenangkan yang kudapat sejak bekerja di bawah ketiak busuk Madam Petunia!"

"Yah, aku bisa mengajakmu mengobrol, lalu sesudah itu kau bisa membuka dirimu sendiri?"

Aku sudah yakin jawabannya adalah tidak, maksudku jelas tidak ada yang semudah itu, tetapi Besi Panas mengangguk (jika pintu bisa melakukannya) dan mulai berceloteh.

"Aku tidak sabar menceritakan bagian ini pada seseorang! Madam Petunia membuatku terlihat tidak berguna. Jika saja dia menjadikanku pintu utama, aku tidak mungkin akan sangat baik dengan kalian. Kau tahu, manusia kecil? Hidup di Starsfall tidak sekeren yang kalian pikirkan, kalau kau bukan budak seseorang, kau hanya kumpulan makhluk ambisius yang ingin hidup!"

Sepanjang dia bicara, aku mendekat ke arah Levi dan duduk di belakangnya. Omongan Besi Panas sama sekali tidak memiliki arti, jadi aku berusaha mengabaikannya sebisa mungkin.

"Kau bisa panggil Spring? Levi" berbisik padaku. Untuk kesejuta kalinya hari itu aku ingin membenturkan kepalaku ke dinding karena tidak berpikir untuk memanggil Spring. Aku menjentikkan jariku, sekali, dua kali, tapi tidak terjadi apa-apa.

Levi dan aku bertatapan, di latar belakang, Besi Panas sedang bercerita mengenai kuda terbang berkaki ulat.

"--dia kekasihku, kalian tahu? Seekor kuda cantik yang menawan. Dalam wujud manusia dia secantik Madonna. Kami bertemu di kolam penuh kotoran dua ribu tahun yang lalu."

"Sampai berapa lama kita harus mendengarkan dia?" bisikku, melirik Besi Panas yang sedang menatap langit-langit dengan pandangan mendamba. Aku menahan diriku agar tidak muntah.

"Kau punya ide yang lebih bagus?" tanya Levi.

Aku menghabiskan malam-malam bersama Katherine menonton film aksi dan fantasi yang keren. Di bayanganku aku bisa melihat Levi dan aku menendang si pintu, kami berguling secara heroik keluar dari tempat ini dengan membawa senapan raksasa, lalu berlari sambil menembaki cacing-cacing yang barangkali sedang berjaga di luar. Musik bernada menantang dimainkan (mungkin salah satu lagunya Twenty One Pilots), selagi kami berusaha menyelamatkan Mom dan Dad keluar dari penjara yang lain. Misi pelarian ini jelas akan sangat sukses.

Sayangnya aku sudah menendang Besi Panas satu kali, aku tahu dia sangat keras karena kakiku masih berdenyut. Kemudian kami tidak punya senapan raksasa atau senjata sama sekali. Tidak ada pengeras suara untuk menyalakan musik. Aku tidak bisa menembak. Dan sedetik setelah kami keluar dari pintu, aku punya firasat kami akan dilemparkan masuk kembali.

Kutatap Levi yang menungguku mengatakan sesuatu dan menggeleng."
"--sangat kejam! Aku sudah bersikap manis pada Oto, dan hal yang dia lakukan padaku sebagai balasan adalah berselingkuh dengan bayiku!"

Besi Panas kini merengek dalam tangisan menyedihkan yang jelek. Aku tidak ingin membayangkan ada seseorang yang berselingkuh dengan bayi. Atau siapa Oto. Atau mengapa dia tidak kunjung berhenti bicara.

"Kalian setuju denganku manusia?" tanya Besi Panas. Levi dan aku menatapnya dan mengangguk.

Besi Panas kelihatan puas melihat kami setuju. "Sudah kubilang! Sudah seratus tahun aku mengatakan pada Dewan Keadilan bahwa bukan salahku aku membunuh bayiku sendiri tapi tidak ada yang percaya padaku. Mereka menyebutku Besi Panas si Pembunuh Bayi! Dengan sewenang-wenang menyingkirkan gelarku yang lain. Aku dulu Besi Panas si Pencinta! Dan yang lebih buruknya, kalian tahu tidak?" Besi Panas memberikan jeda dan menatap kami ngeri. Lalu dengan suara pelan dan bergetar, dia melanjutkan. "Mereka tidak menyebut Oto sebagai tukang selingkuh!"

Ada keheningan canggung yang menggantung setelah itu. Levi berdeham pelan, Besi Panas terisak, dan aku ingin berada di tempat lain selain tempat ini.

Akhirnya, setelah beberapa saat, Levi berkata. "Kau ingin pendapatku atau bagaimana? Sebelum kami pergi tentu saja."

Besi Panas mengerjap dari balik air matanya yang kental, menatap kami dengan alis berkerut. "Pendapat?" suaranya meninggi. Aku berusaha tidak terlonjak di tempatku sekarang. "Kau pikir aku ingin pendapat dari manusia kecil?!"

Levi tidak terlihat gugup sama sekali sewaktu mengangguk. "Yeah, kupikir setelah apa yang terjadi padamu, kau ingin tahu bagaimana kami para manusia kecil di sisi lain menghadapi orang-orang tukang selingkuh?"

Besi panas terdiam sejenak, berpikir, kemudian mengangguk (wajahnya bergerak ke bawah dan ke atas, aku menebak itu adalah anggukan).

"Okay. Jadi temanku yang satu ini juga baru saja diselingkuhi," Levi menunjukku. Mata si Besi Panas membelalak tak percaya. Tiba-tiba saja dia menatapku sedih.

"Oh malang sekali kau gadis kecil super imut. Kuda berkaki ulat mana yang tega melakukan itu padamu?"

Aku mengabaikan apa yang baru saja dia ucapkan selagi Levi melanjutkan.

"Lihat, temanku ini tidak akan terlihat seperti sekarang jika bukan karena bantuanku. Aku menyiramnya dengan ramuan yang hanya bisa didapatkan di sisi lain--"

"Downfall. Kami menyebut dunia kalian sebagai downfall," Besi Panas menjelaskan.

Levi mengerjap, dia mengangguk sebelum berkata. "OK. Downfall. Jadi aku menyiramnya dengan ramuan rahasia yang hanya ada di Downfall. Dengan sekejap dia keluar dari kubangan nestapa dan berhasil mencari cowok lain yang lebih keren! Si tukang selingkuh? Terjebak di dalam jari-jari wanita mengerikan sepanjang sisa hidupnya!"

Aku ingin bertanya pada Levi siapa cowok yang dia maksud, tapi berhasil menahan diriku saat Besi Panas terkesiap kagum.

"Luar biasa! Aku ingin ramuan itu! Bawakan aku satu! Sekarang!"

"Nah itulah masalahnya," Levi mencondongkan tubuhnya ke depan, "Aku tentu saja akan memberikanmu sebanyak mungkin ramuan yang kauinginkan, tetapi aku tidak akan bisa melakukannya jika aku terjebak di sini terlalu lama. Setelah beratus-ratus tahun, kau ingin segera membalas dendammu pada Oto benarkan?"

"Tentu saja!"

"Jadi ketika aku memintamu membukakan dirimu sekarang, apa kau tidak keberatan?"

Besi Panas terdiam. Menimbang-nimbang. Aku menggigit bibirku, menunggu hal buruk terjadi.

"Perjalanan kalian kembali ke Downfall tidak akan mudah," Besi Panas memulai, kini dia terlihat seperti pintu besi yang bijaksana, jika pintu dapat terlihat bijaksana. "Kalian membutuhkan sesuatu, senjata. Benar. Senjata. Ambillah satu di bawah kalian. Aku menyimpan sesuatu di sana."

Levi dan aku bergerak meraba sesuatu di bawah kami, dan menemukan masing-masing sebuah ... bambu runcing, dengan beberapa tombol bertuliskan; PENYEMPROT AIR; MATI SEKETIKA; DARURAT. Aku berusaha tidak terlihat kecewa. Kukira ada pedang di bawah kami atau apa.

"Itu senjata keramatku, yang perlu kalian lakukan adalah jangan menekan tombol darurat kecuali kalian berada di ambang kematian. Itu hanya bisa satu kali digunakan."

"Um. Trims," aku dan Levi berkata bersamaan.

"Oh bukan masalah! Kalian akan mati pada saat aku membuka diriku ini jika aku tidak memberi kalian senjata! Cacing-cacing itu sangat ganas dan Madam Petunia lebih ganas lagi! Kalian harus cepat, tusuk si cacing di kepala dan kalian aman, mengerti?"

Kami mengangguk.

"Bagus sekali! Jadi, kalian siap?"

Kami belum mengatakan apa-apa ketika pintu terbuka dan kami tersedot keluar. Aku tidak tahu mengapa kami harus keluar dengan cara sedramatis itu, seakan-akan kami berada di kapal ruang angkasa dan kami ditarik ke ketiadaan.

Aku bahkan belum benar-benar berdiri tegak ketika semua yang ada di sekitarku mulai jelas, tepat ketika seekor cacing raksasa bergerak mendekat ke arah kami dengan gerakan yang tidak seperti cacing sama sekali. Insting pertamaku jelas kabur. Tapi dengan pintu besi menutup rapat di belakang kami dan kenyataan bahwa ke mana pun aku kabur si cacing pasti akan menghabisiku juga, aku berusaha kelihatan berani dan berbahaya; sambil mengangkat bambu runcing milikku tinggi-tinggi dan siap menyerang.

Di sebelahku Levi tersedak. Cara yang bagus untuk menghancurkan kesan berbahaya yang berusaha kubangun.

"Kau tahu kita harus ke mana untuk menemukan Mom dan Dad?" tanyaku, tetapi sebelum Levi menjawab dan seolah Dad sedang mendengarkanku sekarang, suara tawa Dad menggema dari lorong di sisi kanan kami. Levi dan aku menatap ke arah suara Dad berasal.

"Di sana, kukira."

Kemudian semuanya bergerak sangat cepat. Cacing-cacing kini mengepung kami. Aku punya kira-kira satu detik untuk menusukkan ujung bambu runcingku ke kepalanya, tetapi cacing lain menarik sisi lain bambuku. Aku berteriak berusaha melepas cengkeraman si cacing, di sebelahku Levi menusuk sembarangan. Lendir menutupi lantai besi di bawah kami, membuat kakiku lengket dan pergerakanku melambat.

Kusikut keras-keras salah satu cacing yang berusaha melilitku dengan tubuh berlendirnya. Aku sudah pernah merasakan bagaimana menjijikkannya dilumuri saus busuk, aku tidak ingin kembali menambahkan pengalaman seperti itu ke dalam memori jangka panjangku, jadi aku menarik kuat-kuat, bergerak seperti orang gila saat mencoba menusuk. Dalam gerakan tak terkendali itu, aku pasti tak sengaja menekan tombol SEMPROTAN AIR karena mendadak saja air bermuncratan dan bambuku, mengenai para cacing. Aku jelas tak mengira bahwa mereka akan mengecil dan mundur menjauh.

Dipenuhi lendir dan kelihatan kacau, aku menatap ke arah Levi yang sedang menyeringai. Tentu kami punya pikiran yang sama. Maka kami menyemprotkan air, lalu ketika jalan membuka kami bergegas menuju asal suara Dad.

Aku punya banyak sekali hal yang akan kukeluhkan jika situasinya bukan di antara hidup dan mati, tapi hal yang pertama kupikirkan ketika melewati lorong besi adalah betapa menipunya semua film yang aku dan Katherine tonton. Melawan sesuatu yang mengerikan untuk pertama kalinya tidak seheroik ketika Percy Jackson melakukan itu.

Suara Dad terdengar lagi, kali ini diikuti jeritan bahagia Mom. Levi dan aku berhenti di lorong penuh pintu, tanpa mengatakan apa rencana selanjutnya mengetuk setiap pintu sambil berteriak.

"Mom! Dad!" suaraku serak. Levi menendang salah satu pintu dan mengumpat. "Mr. Green!"

Seharusnya kami tidak membuat banyak keributan. Aku menyadari ini ketika mengetuk salah satu pintu sekuat tenaga, memanggil-manggil Mom dan Dad. Hanya karena kami sudah membuat cacing mengecil dan kabur secepat kilat, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan kembali dengan lebih banyak pasukan cacing.

Seakan firasat burukku menyadari bahwa aku kini sudah tidak terlalu bodoh lagi, pintu-pintu yang sudah kami ketuk membuka. Levi dan aku membeku menatap pintu itu, sedikit berharap Mom dan Dad keluar dari salah satunya. Tapi bukan itu yang terjadi, puluhan makhluk aneh bertentakel merayap keluar.

Aku tidak punya masalah sama sekali dengan hewan (barangkali hanya serangga). Sungguh. Aku suka binatang. Jika bisa aku ingin membuat pekarangan khusus untuk anjing dan kucing peliharaan masa depanku. Tetapi ketika berdiri sambil menggenggam bambu di tanganku kuat-kuat dan melihat makhluk bertaring dengan wujud mengerikan itu mendekat, aku menyadari betapa muaknya aku melihat semua makhluk itu hari ini.

Di sebelahku Levi menggumam. "Sial."

Aku setuju, ini sangat sial. Apalagi ditambah sosok besar yang sedang berjalan mendekat dari arah kami datang.

Madam Petunia sendiri. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top