° Two °

Panas sekali di luar sini, apalagi ia berada di pantai. Matahari terik sangat menyengat, sangat wajar sebab bulan ini sudah memasuki musim kemarau.

Sang gadis duyung bertumpu pada batu besar di dekat pantai, ia biarkan semilir angin sepoi-sepoi meniup rambut panjangnya yang tergerai. Bibirnya membuka dan menutup, melantunkan nyanyian-nyanyian yang memanjakan telinga. Sedari dini hari tadi ia sudah menunggu sang penguasa laut untuk turun dari singgasananya.

Beruntung sekali; meski bukan sang penguasa laut yang langsung menghampiri, setidaknya ia bertemu dengan pelayan setia Poseidon yang selalu ada di sisi. Dengan penuh hormat, ia meminta tolong pada Proteus, untuk menyampaikan bahwasannya ia akan terus menunggu kehadiran sang dewa laut.

Proteus awalnya tidak peduli. Namun, lama kelamaan hatinya luluh, terlebih ketika sudah beberapa hari berlalu dan Proteus masih melihat gadis duyung itu ada di sana, tiada berpaling sekali pun. Hanya demi bertemu dengan Poseidon seorang. Siapa yang bisa pura-pura abai? Proteus saja terbuai.

"Mungkin hari ini Yang Mulia Poseidon akan datang ke sini," kata sang gadis, bergumam sendiri. Pada detik berikutnya, kedua matanya ia pejam, lalu kembali menyanyikan senandung yang biasa dinyanyikan oleh para putri duyung. "Lalala~"

Tanpa sadar, ia sudah berlarut sendiri dalam lantunannya. Sungguh bukan kepalang; betapa indah nyanyian para gadis duyung itu. Siapapun terjerat, suaranya seperti candu.

Beberapa waktu sudah berlalu. Lagunya terus ia lantunkan, sampai-sampai ia tidak menyadari kedatangan sesuatu--atau tepatnya seseorang. Ia sudah berada di tepian pantai. Seketika aura di sekitar sana kian memberat, dan sontak membuat sang gadis menghentikan nyanyiannya.

Kepalanya ia tolehkan, hanya untuk mendapati sosok laki-laki berambut pirang, dengan sepasang netra biru yang dalam seperti lautan. Kedua mata gadis itu membulat, terkejut ketika menyadari siapa yang datang. Ia berteriak dari kejauhan, "Yang Mulia Poseidon!"

"A-ah, tolong diam di sana sebentar saja, Yang Mulia! Saya akan segera ke sana!"

Gadis duyung itu sudah menyadari bahwasannya sang dewa sudah nyaris melangkah untuk mendekat. Namun; ia sudah berbaik hati mengunjungi, dan gadis duyung itu tidak boleh lebih lancang lagi dengan membiarkan Poseidon terlebih dahulu menghampiri.

Ia berenang sekencang-kencangnya, tiada niat membuang waktu sang dewa barang semenit saja. Ketika pada akhirnya ia sudah mencapai tepian pantai, tanpa ragu-ragu kepalanya ia tundukkan sampai bawah, bersujud di kaki sang dewa.

"Saya memberi salam kepada Anda, Yang Mulia Poseidon." Sang gadis mengucap salam dengan nada hormat, ia belum berani mengangkat kepala jikalau Poseidon belum mengizinkan. "Suatu kehormatan bagi saya; bisa bertemu dengan Anda. Anda sungguh murah hati untuk datang ke sini hanya untuk makhluk rendahan seperti saya."

Poseidon hening, ia tatap gadis itu (yang sebenarnya hanya bisa ia lihat rambutnya saja; sebab sedari tadi gadis itu bersujud. Ketika sudah selesai mengamati, Poseidon memberi titah, "Angkat kepalamu."

Sesuai perintahnya, gadis itu mengangkat kepala, lalu pada akhirnya ia bisa memandang sosok dewa yang selama ini selalu ia agungkan dan ia puja.

Oh, betapa indahnya sosok penguasa lautan itu. Seperti pangeran di kisah-kisah dongeng buatan manusia yang pernah ia dengar.

"Seingatku; yang tadi dibilang Proteus adalah duyung," kata Poseidon tanpa ada perubahan dalam ekspresinya. "Ternyata, manusia duyung."

"Apakah dengan Anda mengetahui fakta bahwasannya saya adalah manusia duyung; Anda jadi enggan terhadap saya?" Wajah gadis itu memucat. "Saya mohon maaf."

"Tenanglah. Kau juga tetaplah rakyatku, dan sudah sepantasnya aku memberi pertolongan, selagi aku mampu." Poseidon kemudian berlutut dengan satu kakinya sebagai penyangga, supaya ia bisa menatap gadis itu dengan lebih jelas. Netra mereka saling beradu tatap dengan intens. "Sebutlah namamu; juga apa yang kau mau."

Sejujurnya, kalimat itu lebih terdengar seperti perintah alih-alih pertanyaan. Namun, tak apa-apa. Wajar, sebab Poseidon adalah dewa, tidaklah aneh jika seorang dewa memberikan tembok pembatas antara ia dan makhluk kelas bawah seperti manusia duyung.

"Jika berkenan, Anda boleh memanggil saya (Name), Yang Mulia Poseidon." Gadis duyung bernama (Name) itu akhirnya bisa memperkenalkan nama, sembari ia bersujud lagi sebentar sebelum kembali mengangkat kepalanya. "Lalu untuk permintaan saya ...."

"Jika tidak berat untuk meminta. Saya mohon; saya ingin memiliki sepasang kaki. Saya rela menukar apapun."

Poseidon kembali hening. Matanya memandang gadis yang ada di depannya itu. Ia tertegun, sorot matanya tidak menyiratkan apapun. Ia membuka mulutnya, "Boleh saja."

Raut wajah (Name) menjadi cerah. Ternyata ia akan mendapat sepasang kaki dengan mudah. Oh sungguh, betapa Poseidon adalah dewa yang baik hati. Tidak sia-sia ia menanti. "Terima kasih ba--"

"Kaki siapa yang harus aku mutilasi?"

Belum sempat (Name) berterima kasih. Perkataannya terhenti mendengar pertanyaan Poseidon. Ekspresinya seketika memucat.

"Bercanda."

Bibir (Name) membentuk huruf 'o', cukup syok atas tingkah dewanya. Bisa-bisanya ia mengeluarkan kalimat mengerikan begitu, tetapi mengatakan itu hanya candaan sembari memasang ekspresi datar? Yang benar saja! Sumpah, (Name) syok setengah mati rasanya, hampir saja nyawanya melayang keluar dari tubuhnya. Ia berkata, "Oh, hanya bercanda ya."

"Tapi bisa aku wujudkan, lebih dari sepasang pun bisa aku beri."

Tidak, terima kasih. Tolong tarik kata-kata (Name) yang tadi menyebutkan 'Poseidon adalah dewa yang baik hati.'

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top