° Three °
"Saya mohon, Yang Mulia Poseidon, Zeus Enalios, serta penguasa lautan yang paling termahsyur di seluruh Valhalla! Tolong; saya ingin menukar ekor duyung saya dengan sepasang kaki!"
Sekali lagi sang duyung memohon-mohon untuk kemurahan hati Poseidon, supaya sang dewa menganugerahkan sepasang kaki untuknya. Ia bersujud di kaki sang dewa, terus mengucap tolong dan pinta.
Poseidon tetap hening, sejujurnya memberinya kaki adalah hal yang mudah. Ia adalah dewa; apa yang tidak bisa ia lakukan? Meniupkan napas saja dia bisa; meski nantinya ia harus berhadapan dulu dengan kakaknya, Hades.
"Angkat kepalamu, duyung," titah Poseidon. Ia menghela napas berat sembari memijat pangkal hidungnya. Tetapi, ekspresi datarnya masih ia pertahankan. "Sebenarnya, apa motivasimu mau memiliki sepasang kaki?"
"Saya ...." Perkataan (Name) terhenti, ada rasa khawatir sang dewa tidak mengindahkan alasannya nanti. Ia menarik napas sebelum mengeluarkan isi hati, "... Tempo hari ini saya menyelamatkan manusia yang nyaris tenggelam di lautan. Lalu, saya jatuh cinta padanya."
Poseidon tertegun. Cinta? Pada seorang manusia rendahan?
"Saya ingin menemuinya, Yang Mulia. Tapi, saya tidak bisa pergi ke daratan tanpa kaki."
Keheningan selama satu menit penuh menjadi jeda di antara keduanya. Si duyung memandang dewanya dengan penuh harap, sementara sang dewa terlarut dalam lamunan, entah apa yang ia pikirkan; (Name) tidak bisa menduga-duga.
"Baiklah." Poseidon akhirnya berdiri dari posisinya, kemudian ia berbalik badan, hanya punggungnya yang bisa dilihat oleh si duyung. Sang dewa kemudian menoleh, meliriknya dari ujung mata saja. "Kuberikan kau sepasang kaki, gadis duyung."
Tepat setelah Poseidon mengucap demikian, kilatan cahaya menyelimuti ekor duyung (Name). Kedua matanya ia pejam, lalu pada detik berikutnya ia membuka mata; sepasang kaki sudah ada di bawah sana, menggantikan ekor duyungnya. Sepasang netranya berbinar penuh kekaguman, sungguh luar biasa para dewa itu! Memberikannya kaki semudah membalikkan telapak tangan.
Ia bersimpuh sekali lagi, dengan penuh rasa hormat ia berseru, "Terima kasih, Yang Mulia Poseidon. Terima kasih!"
"Apakah Anda mau mengambil suara saya sebagai balasannya?"
"Bodoh," komentar Poseidon dengan nada datar. "Aku ini dewa, bukan penyihir bawah laut seperti di dongeng buatan manusia. Aku tidak butuh suaramu."
"Sampai kapan kau mau berbaring seperti orang tolol begitu? Bangunlah, coba berdiri dengan kedua kakimu."
Hanya senyuman paksa yang terulas di wajah rupawan sang gadis. "Saya--masih belum bisa. Saya berusaha menggerakan kaki saya; tetapi terasa kelu."
Poseidon menepuk kening. Oh, sungguh. Duyung satu ini benar-benar merepotkan. Maka dari itulah, ia berbalik dan kemudian mengangkat tubuh sang duyung dari permukaan air, ia gendong dengan kedua tangannya.
"Y-Yang Mulia?" Jantung (Name) berdebar-debar. Entah malu atau panik setengah mati, ia sendiri tidak yakin. Ia dapat merasakan lengan kekar sang dewa ada di tubuhnya. Bagaimana bisa ia tidak salah tingkah?
"Kau ini payah," kata Poseidon seiring kakinya mulai melangkah pergi. "Karena itu, aku yang akan mengajari kau cara menggunakan kakimu itu."
"Tapi--"
"Membangkang?"
"--maaf, saya akan menurut." (Name) telan lagi kalimat yang tadi sudah aja di ujung tenggorokan. "Kenapa Anda mau membantu saya? Padahal memberikan saya kaki saja sudah lebih dari cukup."
"Justru karena aku yang memberimu kaki; maka aku juga yang harus bertanggungjawab," jawab Poseidon, sesekali matanya menatap gadis di dalam gendongannya itu. "Setelah kau sudah pandai berjalan nanti, baru aku akan melepasmu."
Oh, benar-benar dewa yang berhati mulia. (Name) jadi terharu, ia nyaris saja menangis andaikata tidak mampu menahan air matanya. Siapa yang bilang Poseidon adalah tiran? Sini, maju berhadapan dengan (Name)! Senyuman tulus terpampang di wajah sang gadis. "Te--"
"Kalau punya waktu buat berterima kasih, lebih baik kau gunakan untuk merapatkan kakimu. Kau sadar tidak sih; bagian bawahmu tidak tertutup apapun?" Poseidon memotong kalimat (Name) bahkan sebelum satu kata pun ia ucap. "Coba saja kau mengemis meminta kaki pada Zeus. Habis kau, entah apa yang akan dilakukan adikku yang bodoh itu terhadapmu."
Wajah (Name) bersemu kemerahan, buru-buru, ia rapatkan kakinya dan berusaha menutupi bagian yang memang seharusnya tertutup. "Terima kasih, Yang Mulia."
Ia tidak menjawab. Kakinya terus ia langkahkan untuk kembali pulang ke istananya. Entah apa yang akan dikatakan oleh Proteus nanti kalau melihat dewanya ini membawa pulang seorang gadis.
***
"Bisa jalan dengan lebih natural? Jalanmu jelek, seperti robot saja, sih."
"Saya sedang berusaha, Yang Mulia!"
Sekali lagi, gadis itu mengulang caranya berjalan, kali ini memaksakan diri dengan lebih leluasa; supaya terlihat seperti seorang manusia yang berjalan dengan dua kaki. Sumpah, tak ia sangka berjalan dengan kaki itu sesulit ini! (Name) jadi takjub pada manusia-manusia itu.
"Jangan mengangkang, kau itu perempuan. Kalau begitu kau jadi tidak ada anggun-anggunnya sama sekali."
"Eh, ma-maaf."
Sesuai petunjuk Poseidon, gadis itu mencoba berjalan dengan lebih anggun lagi. Sekarang, kedua kakinya sudah tidak gemetaran setiap kali ia berdiri tegap.
Kalau diingat-ingat, hari ini sudah masuk tiga hari sejak Poseidon membawa (Name) ke istananya, dan tanpa kenal lelah mengajari gadis itu caranya berjalan. Oh, betapa (Name) takkan lupa pada kebaikan Poseidon bahkan setelah ia mati nanti. Di hari-hari awal, (Name) tidak bisa berdiri sendiri. Karena itu Poseidon menuntunnya, membiarkan gadis itu bertumpu padanya. Pelan-pelan, dengan telaten, meski terkadang diselipi dengan omel dan gerutu.
Tentunya setiap hari (Name) semakin berkembang. Ia cukup cepat belajar, gadis itu pintar. Poseidon suka. Kalau saja dia adalah duyung yang bodoh, tentu Poseidon akan mengembalikannya ke tengah laut.
"Yak, cukup untuk hari ini." Poseidon beranjak dari singgasananya, lalu berjalan mendekati sang gadis. Ditepuknya pucuk kepala (Name) sembari ia memuji, "Kerja bagus."
"Istirahatlah duluan. Aku masih harus menemui Zeus hari ini."
Belum sempat Poseidon meninggalkan (Name), tangannya terlebih dahulu ditarik oleh sang gadis. Sang dewa menoleh, mempertanyakan apa maksud ia menahannya.
"Terima kasih, Yang Mulia. Anda sungguh murah hati; membantu saya seperti ini." Cengiran lebar terpampang di wajah sang duyung yang sangat cantik itu. "Saya semakin bertanya-tanya, kenapa Anda mau membantu saya?"
Ada jeda selama lima detik sebelum Poseidon menjawab, "Sudah kubilang, itu bentuk tanggung jawabku karena sudah memberimu kaki."
"Sudah, istirahat saja. Panggil saja Proteus kalau butuh sesuatu."
Tanpa banyak bicara lagi, Poseidon meninggalkan (Name) seorang diri. Dengan langkah yang cepat, seolah-olah ingin menghindari (Name) yang hendak mengulik lebih jauh ke dalam hatinya, yaitu jawaban yang sesungguhnya.
Jadi; benarkah Poseidon cuma ingin tanggung jawab?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top