Prolog
Aku mengerjapkan mata. Rasanya menyesakkan. Aku tak bisa bernapas dengan benar ketika detak jantungku berpacu dengan desing angin yang melesat bagai anak panah lewat daun telingaku. Tajam, dan kulitku serasa disayat oleh ribuan jarum. Langit mencampakkanku, sama seperti seorang anak kecil mencampakkan sebuah batu ke muka air danau. Namun kurasa aku tak akan memantul-mantul seperti batu itu, tetapi hancur dan tercerai-berai. Terkoyak-koyak.
Kala itu udara seakan mengimpitku, menekanku dari segala arah. Aku jatuh semakin jauh. Jauh menuju bunyi ombak memecah. Menuju air yang bergelimang buih. Menuju maut yang telah lama mengintai. Merentangkan tangannya dari balik tirai-tirai biru. Langit dan bumi bersatu padu untuk menghancurkanku.
Aku, Icarus, putra Daedalus–sang pengrajin termasyhur dari Kreta. Bakat ayahku mengalir di tiap-tiap urat nadiku. Namun di saat ini apalah arti dari bakat itu. Jari jemari terampil ini–yang kerap ayahku puji–tak bisa mengenggam benang-benang asa yang telah terurai lepas. Mustahil untuk kurajut lagi. Karena barangkali asa itu memang telah binasa. Aku membayangkan tiga dewi takdir menelannya bulat-bulat lalu seorang di antara mereka mengangkat gunting kebanggaannya tinggi-tinggi. Siap memangkas benang kehidupanku.
"Dapat!"
Pekik itu berkumandang di antara ringkikan kuda. Aku terpaku. Gadis itu seterang matahari. Wajahnya berseri, aku seakan ikut terbasuh oleh euforia yang dipancarkan oleh sorot matanya. Angin menari di ceruk-ceruk lehernya, sela-menyela di rambut yang bergoyang seperti rumput laut, dan aku bisa mencium segar air laut yang sedetik lalu terasa begitu menakutkan bagiku.
Kini momok itu menjelma menjadi Pandora. Dengan harapan yang tersisa dalam kotaknya ia datang, menangkapku yang larut dalam kenestapaan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top