Bab 9
"Apakah kau mengetahui semua hal yang telah aku alami, Kai?" gumamnya, nampaknya Raika tak sabar menahan kegelisahan agar bercerita kepada Kai tentang kejanggalan yang telah dialaminya beberapa pekan ini.
Sementara, Kai justru melakukan gerakan diluar dugaan Raika, ia melangkahkan kakinya dengan perlahan hingga jarak kedua tubuh Raika dan Kai hampir bersentuhan. Tak hanya itu, Kai juga mendekatkan kepalanya tepat pada salah satu indera pendengaran Raika.
"Mimpimu adalah hal yang nyata, aku mengetahui semuanya," bisik Kai. Mendengarnya, Raika begitu terkejut hingga membuat kedua bola matanya sentak menjadi semakin besar.
Sebelumnya, Kai telah menduga dan mengetahui cikal bakal Mahesa yang telah memasuki kehidupannya merupakan sebuah dendam kesumat di masa lampau. Akan tetapi, sejatinya Kai tak kuasa melakukan hal itu, sebab ia tak ingin membuat hati Raika terpukul jika ingatannya telah pulih kembali seutuhnya.
"Mahesa berusaha membunuhmu!" tandasnya.
"Apa?" pungkas Raika seraya menggelengkan kepalanya.
Raika meragukan percakapan Kai, dengan sikap aneh Kai belakangan ini membuatnya bingung. Ditambah lagi, tuduhannya yang cukup kejam bagi Raika membuatnya kecewa kepada Kai. Hingga tak memakan waktu cukup lama Raika memutuskan berpaling dan lekas pergi tinggalkan Kai pada ruang hampa itu sendirian.
"Lihat saja, akan aku buktikan semuanya Raika!" jerit Kai yang menggema di dalam ruangan.
"Prok...prok...prok..." Terdengar suara tepuk tangan pada sudut gudang yang amat gelap.
Kai terkejut, sentak ia palingkan pandangan yang sebelumnya terarah kepada Raika yang sudah hampir menghilang di hadapannya.
"Siapa itu?" serunya yang membuat ruangan bergema untuk kedua kalinya.
"Bagaimana perasaanmu tidak dipercayai oleh seorang yang kau sayangi, Kai?"
"Hei! Keluar kau!"
"Ada apa, Kai? kau takut? Akan kubuat kau lebih takut! Haha...."
Lagi, bola api keluar dari kegelapan begitu cepat mengarah pada kai yang tak terjaga pada saat itu. Hampir saja mengenai lengan kanan Kai.
Tidak... Tidak hanya satu, tetapi dua, tiga, bahkan banyak sekali. Kai terus menghindar, satu, dua, tiga, empat, lima, hingga tak terhingga jumlah bola api yang begitu cepat dan banyak itu. Tak kuasa untuk menghindar pada satu bola api yang pada akhirnya menyergap dadanya, hingga membuat tubuh kai terbanting ke lantai.
Seseorang keluar dari kegelapan, bias cahaya yang mencuri masuk dari jendela yang begitu minimalis itu mengungkapkan siapa sebenarnya orang itu,"tak usah ikut campur urusanku jika kau tak ingin mati, Kai!"
"Ma-he-sa." Kai mendesah, tak berdaya, matanya tertutup perlahan dan tak sadarkan diri.
*
Nampaknya Raika sedang di ambang kepiluan, Raika hanya meratapi atas apa yang telah terjadi saat ini. Jangankan untuk menyelesaikan permasalahan, meratapi langkahnya yang tak memiliki arah tujuan pun tak dipedulikannya.
Semua berjalan begitu cepat, hingga mengantarkan Raika ke atap gedung yang begitu jarang terjamah oleh siswa yang lain. Langit yang hampir gelap disertai angin yang cukup lebat seakan menyambut kemelankolisan seorang Raika.
Ada yang berbeda kali ini, kegelisahannya mengundang banyak leluhur yang ingin berinteraksi dengannya. Raika menyadarinya, tetapi dirinya tak mengetahui bagaimana caranya untuk melakukan hal itu.
Raika menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri, tetapi tak bereaksi apapun. Kali ini ia mencoba menggerakkan jari jemarinya. Namun tetap tak terjadi apapun. Hampir frustasi, Raika menggenggam kedua tangannya, menatap langit yang dilengkapi awan-awan gelap yang bergerak begitu cepat.
"Aghhh! Keluarlah engkau leluhur pengganggu!" Raika tak kuasa menahan semua ini, dengan memejamkan matanya yang beranjak pada sebuah tangisan amarah ia mendengar ada sebuah langkah yang saat ini menghampirinya.
Raika membuka matanya, ia kebingungan dengan apa yang terjadi. Dunia seperti tak karuan, cuaca buruk menerpa kota, hanya sebuah lingkaran tepat di atas kepala Raika saja yang tak diguyur hujan. Lantas dimana langkah kaki itu?
Tiba-tiba sebuah gumpalan awan yang berwarna hitam pekat melingkar tepat dihadapan Raika. Terlihat seorang lelaki paruh baya berjalan tertatih-tatih di tengah badai meraba-raba udara yang saat itu badai saja tak ingin beranjak pergi.
"Tuan Putri, tenanglah, semua akan baik-baik saja. Sebagai saksi mata, Kakekmu ini akan menceritakan kembali seutuhnya." kata saksi mata yang tak memiliki mata.
Lihatlah, dari lubang pada bekas kedua matanya mengucurkan sebuah warna yang begitu merah bagaikan tiada warna yang lebih merah selain warna merahnya air yang mengucur perlahan-lahan dan terus menerus pada lubang matanya.
Raika terpaku menatapnya, namun ia tetap tak mampu menghentikan tangisannya. Bukan karena Kai atau bahkan Mahesa, akan tetapi Raika merasakan kesedihan yang begitu amat menyakitkan tanpa ia mengetahui apakah penyebab sebenarnya ia menangisinya.
Saksi mata itu terus berjalan menghampiri Raika hingga berada tepat di hadapannya. Kemudian perlahan mengangkat kedua tangannya yang mengusap pundak Raika. Setelah itu, sang saksi mata berkata,"Aku adalah kakekmu, Putri Raika."
Raika terkejut, segara dirinya memeluk leluhurnya itu. Tak ada sedikitpun rasa takutnya untuk menyentuh atau bahkan memeluk sang kakek yang sudah dilumuri warna-warna merah ditubuhnya. Tetapi, sang kakek justru menghilang setelah Raika memeluknya. Lenyap seketika, seakan sang kakek merasuki raganya.
Raika merasakan ada yang berbeda pada dirinya, langit berubah begitu cerah. Ia merasakan gairah yang tiada tara, semua yang hilang kembali pulang pada pikarannya. Semua kenangan, pengendalian kekuatan, juga pakaian Raika yang tiba-tiba berubah menjadi sebuah gaun kerajaan yang begitu indah.
"Raika... Awas!" jeritan Kai yang tiba-tiba terdengar membuat Raika terkejut hingga berpaling menghadap ke sumber suara yang tak cukup kuat melawan gelombang udara.
Ia melihat tiga objek yang bergerak dengan perlahan. Entah kenapa waktu seperti berjalan begitu lambat. Sementara Raika lebih terfokuskan pada tiga objek yang dimana merupakan Mahesa, sebuah api yang begitu besar, dan juga Kai yang sedang berusaha berlari sekencang mungkin. (Ddigunn)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top