Bab 2

Meskipun merasa kesal, namun entah kenapa Raika tidak pernah bisa benar-benar marah kepada Kai. Meskipun banyak orang yang mengatakan bahwa Kai itu aneh dan semua julukan lain yang seharusnya tidak perlu didengar Raika tetap betah di sisi cowok yang menurutnya sok misterius itu.

"Kenapa sih cowok itu diciptakan dengan kaki yang lebih panjang dari cewek!" Raika menggerutu begitu berhasil menyusul langkah Kai yang sekarang lebih normal.

"Salahkan saja kakimu yang pendek." Kai mencibir dengan wajah datarnya, membuat Raika gemas sendiri, wajah datar dan sok misterius Kai benar-benar membuat Raika penasaran, apa jadinya jika Kai memperlihatkan ekspresinya nanti.

"Ish! kamu tu ngeselin tahu nggak, kenapa harus nyalahin kakiku yang pendek?"

"Yang nyalahin kaki panjangku duluan siapa?" Nada datar ditambah dengan wajah datar tanpa ekspresi atau minimal garis kerut membuat rasa kesal Raika bertambah.

"Tahulah! pokoknya aku nggak mau dekat-dekat kamu lagi!" Raika melangkah mendahului Kai namun baru beberapa langkah kakinya tersandung kakinya sendiri dan membuatnya nyaris jatuh. Hanya nyaris, karena Kai menolong Raika.

"Kalau mau marah, pastikan kalau kamu bisa berdiri sendiri tanpa ku." Kai kemudian mengalungkan tangannya ke leher Raika dan berjalan menelusuri koridor dengan tatapan datarnya dan Raika yang cemberut karena kesal. Kai memang sok misterius, bahkan tentang dia yang selalu ada untuknya. Kai itu memang terlihat tidak peduli, namun hanya Raika yang tahu sisi peduli dari sosok Kai. Raika pikir, setiap orang memiliki rasa peduli. (Khikmah)

Bel berbunyi. Siswa SMA Surya Gemilang masuk ke kelas masing-masing. Raika tidak pernah percaya adanya suatu kebetulan. Jadi saat Kai yang pintar itu masuk ke kelas yang sama dengan dirinya, gadis itu yakin, Kai sengaja ingin membuat hidupnya menderita dengan sikapnya yang over protectif.

Bola kertas melayang dari barisan murid laki-laki mengenai kepala Raika. Gadis itu langsung menoleh dan mengacungkan kepalan tinju. Tersangka pelempar bola kertas itu mengikik.

"Jadi nggak ngantuk, kan? Kamu begadang lagi?" Selena, teman sebangku Raika berbisik. Berusaha tidak menarik perhatian guru sejarah yang baru saja masuk. Jari telunjuk mengarah pada lingkaran hitam di mata Raika.

"Semalam aku mimpi aneh."

Selena mengerutkan dahinya. "Mimpi aneh bagaimana?"

"Seperti aku kembali ke masa lalu. Dan itu berulang kali terjadi. Sangat nyata. Nanti aku ceritakan pas istirahat."

Selena mengangguk.

Kedua gadis itu tidak tahu, di barisan bangku paling belakang, Kai memiting dan menghadiahi murid laki-laki yang menjahili Raika dengan keplak berkali-kali. (Rika)

SMA Surya Gemilang, Sekolah Swasta yang berada di Jakarta Utara. Hanya orang-orang berkantong tebal yang bisa masuk ke sini, karena sekolah ini bukan sekolah biasa. Sekolah ini lebih mengedepankan bakat dan minat siswa. Bahkan ketika Sabtu, saat siswa sekolah lain libur, sekolah ini mengadakan pengayaan. Oh, bukan, lebih tepatnya pendalaman minat. Setiap siswa diwajibkan mengikuti satu mata pelajaran di hari itu dengan durasi tiga jam. Dan jika siswa tidak mempunyai minat mendalam pada bidang akademik. Maka anak tersebut dibolehkan mengikuti apa pun yang benar-benar menjadi minatnya. Seperti mengikuti ekstrakuliler bela diri, seni musik, dan sebagainya. Sistem zonasi tidak begitu berlaku di sini. Karena sedekat apa pun jarak siswa ke sekolah, maka akan tetap di seleksi. Dan dari hasil seleksi itulah masa depan siswa ditentukan.

Begitu juga dengan Raika, dengan minat tinggi pada pelajaran Biologi. Dia berhasil masuk dengan nilai yang sangat memuaskan saat itu. Sehingga, dia bisa masuk ke kelas IPA-1. Kelas Favorit SMA Surya Gemilang. Berharap di kelas tersebut, dia bisa menggapai cita-cita sebagai dokter gigi dengan mudah.

Sial bagi Raika, ketika mengetahui anak tetangganya yang membuntuti dirinya masuk ke Sekolah ini. Kai. Cowok lupa berekspresi yang suka bikin gerah hati. Apalagi topi buluknya yang seperti minta di cuci tersebut. Entah mengapa, cowok itu suka sekali memakai topi. Raika mengira-ngira, mungkin kepalanya pitak. Atau ada bisul besar di salah satu sisinya. Atau jangan-jangan rambutnya berwarna dan takut kena razia oleh guru BP. Tiba-tiba saja Raika jadi gemas sendiri ingin membuka topi tersebut dan melihat kepala si jangkung yang selalu tertutup.

Raika dan Selena kini sedang berjalan beriringan menuju kantin. Sepanjang perjalanan Raika tak pernah berhenti mengoceh. Walaupun mereka baru bertemu, tetapi Raika tak sungkan membicarakan banyak hal pada teman barunya, termasuk aibnya yang suka mengorok saat tidur.

Tiba-tiba langkah Raika terhenti ketika seseorang dengan sengaja meremas salah satu bulatan yang berada di atas kepalanya. Raika pun meradang. "Ih, rese'!" Kemudian ia menoleh ke kanan, tepatnya pada sang pelaku yang memasang wajah datar. Raika mencebik. Dia lagi. Dia lagi. (Munia)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top