Part 8 - Haruskah terulang

"Kenapa? Kenapa harus Marco?" Syifa tak terima dengan apa yang menjadi keputusan Andi saat ini.

Gadis itu terus memijat pelipisnya pelan, mencoba untuk menenangkan diri dari apa yang baru saja ia dengar.

"Ya menurut gue Marco layak jadi pendamping gue untuk trainer nanti." Andi tetap pada keputusannya.

Syifa masih geram, ia masih berusaha untuk mengubah pikiran Andi. "Selain anak itu emang gak ada lagi apa orang yang lebih layak? Siska misalnya?"

"Gue tanya deh sama loe. Kenapa loe harus pilih Eva jadi partner trainer? Padahal ada Aira yang juga jago masak." Andi bertanya balik, membat gadis itu kini harus menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ya ... emangnya kenapa sama Eva? Suka-suka gue dong," ujar Syifa tak mau ambil pusing.

"Oke, kalau gitu ... suka-suka gue juga dong mau pilih Marco," Andi malah membalikkan pernyataan Syifa.

Gadis itu memajukan bibirnya dan menatap kesal lelaki di hadapannya. "Loe pasti nyesel milih dia. Marco bakal ngancurin trainer ini, dan ... tamat sudah," ingatnya kepada Andi.

Andi tak mengerti apa yang gadis itu ucapkan. Ia hanya menatap heran sembari mengernyitkan dahinya.

Radit yang sedari tadi hanya berperan sebagai penonton akhirnya menyerah dan lantas berujar. "Siapa pun yang kalian pilih, maka dia berhak untuk menjadi partner kalian, apa pun yang terjadi, kalian siap mengambil resiko nantinya."

Syifa dan Andi seketika terdiam. Keduanya kini menatap lekat pria jangkung di hadapan mereka.

"Ini pertanyaan terakhir saya, dan setelah ini saya tidak mau ada cekcok lagi di antara kalian." Radit mengingatkan kepada dua orang siswa di depannya. "Syifa, siapa yang kamu pilih untuk menjadi partner?" lanjutnya bertanya.

Dengan memantapkan hati, Syifa kembali berujar. "Saya pilih Eva, Pak."

Radit mencatat nama itu si secarik kertas. Ia kemudian melanjutkan bertanya kepada Andi. "Andi, siapa yang kamu pilih untuk menjadi partner?"

"Saya pilih Marco, Pak," ucap Andi dengan lantang.

"Baiklah kalau begitu, nama kalian sudah saya tulis di sini, dan ini tidak dapat diganggu gugat," ujar Radit sembari menunjukkan kertas di tangannya.

Kedua siswa itu hanya mengangguk tanda paham. Tak lama setelah itu mereka segera keluar dari ruangan guru.

****

Tuhan ... apa salah gue? Masa iya gue harus gabung sama Marco. Bisa-bisa kejadian tahun kemarin terulang lagi.

Dengan wajah tertunduk, Syifa terus melangkahkan kakinya menuju kelas. Pikiran gadis itu tak beriring sejalan dengan langkahnya. Ia masih disibukkan dengan nama Marco yang saat ini menjadi ketakutan baginya.

Tiba di ambang pintu, gadis itu melangkah masuk. Namun langkahnya terhenti, ada sesuatu yang mengganjal di sana.

Syifa mulai mengendus aroma semerbak di depan yang mulai mengusik hidungnya.

Wangi siapa nih? Kok harum banget? Eh, tunggu. Kayaknya gue kenal sama parfum ini.

Penasaran dengan sosok yang ada di hadapannya, Syifa lantas mendongakkan kepala. Ekspresi wajahnya mendadak kecut saat melihat orang yang berdiri di hadapannya.

Dengan tergesa Syifa mundur beberapa langkah. Lelaki yang sedari tadi ia pikirkan kini berdiri tegak di depannya.

Setelah mengumpulkan sedikit keberaniannya Syifa lekas mendobrak tubuh pria itu dan melengos saat melewatinya.

Sayang sungguh disayang, semua yang dilakukan Syifa terbuang percuma. Lelaki itu tak kalah gesit dan langsung menarik lengan gadis cantik itu.

Syifa cukup terkejut dengan pergerakan Marco yang secara tiba-tiba. Ia terus menggerakkan lengannya berusaha untuk melepaskan diri dari genggaman pria yang saat ini ia benci.

"Kita perli bicara," ujar Marco menatap manik wanita itu lekat saat pandangan mereka bertemu

"Nggak ada lagi yang harus kita bicarain. Semua udah jelas," elak Syifa sembari terus berusaha melepaskan tangannya.

Setelah berusaha cukup keras akhirnya genggaman pria itu terlepas dari tangan mungil Syifa, meninggalkan bercak merah di sana. Bergegas ia berlari ke bangku dan duduk menunduk.

Wajahnya merah padam menahan emosi di dadanya yang terus menggebu. Jantungnya kini berdetak tak karuan. Ia masih berusaha menstabilkan apa yang saat ini bergejolak di hatinya.

Eva memandangi Syifa heran. Keringat yang terus mengucur di dahi sahabatnya membuat gadis tomboi itu semakin penasaran dengan apa yang terjadi.

"Kenapa, Fa? Marco lagi?" selidiknya kepada Syifa.

Syifa membungkam. Ia terus memilin ujung seragamnya demi menutupi apa yang saat ini ia rasakan.

"Kenapa, ada apa sih sebenernya? Marco ngapain loe?" Eva kembali menyelidiki gadis itu dan sama seperti sebelumnya Syifa hanya membungkam.

Eva akhirnya menyerah dan kembali melanjutkan aktivitas bermain game online-nya. Namun tiba-tiba gadis di sebelahnya melakukan pergerakan spontan.

"Loe mau ngapain bawa tas, Fa?" tanyanya saat Syifa mulai mengambil tas selempang biru.

"Pulang." Jawaban singkat diberikan oleh Syifa.

Eva melirik jam tangannya dan mendapati jarum jam masih menunjuk ke angka dua belas. "Tapi sekarang belum jam pulang, Fa. Loe mau ke mana sih?"

Syifa tak memperdulikan gadis tomboi itu. Ia terus melanjutkan aktivitasnya dan gegas pergi meninggalkan sekolah.

****

Bersambung

Pembaca yang baik hati, jangan lupa tekan tanda bintang di bawah, ya. Jangan lupa juga komentar, kritik dan sarannya. Aku tunggu.

elinaqueera 😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top