Part 6 - Cowok Rahasia

"Loe nggak akan pernah tahu, Fa. Gue udah dari tadi di sini, mencari loe ke mana-mana. Tapi ... gue kalah gesit dari mereka." Marco memandangi punggung Syifa yang mulai menjauh.

Dengan kaki yang lecet karena luka, gadis itu berjalan pelan sembari dibopong oleh Meisya dan Febrian. Syifa mengalami kecelakaan saat di perjalanan menuju ke sekolah.

Saat hendak menyeberangi jalan, ia diserempet sepeda motor sehingga membuat ia terjatuh dan terluka. Beruntung Syifa hanya mengalami cedera kecil di bagian kaki dan lengannya.

Marco memutar bola matanya mengelilingi lobi rumah sakit yang masih terlihat ramai. Tiba-tiba pandangannya terhenti kepada sosok pria tampan yang berdiri di ambang pintu.

Tunggu! Cowok itu kan yang tadi ngobrol sama Febrian dan Mesiya.

Dengan sigap Marco lantas menghampiri pria yang hendak meloloskan diri dari pintu rumah sakit. Disentuhnya pundak pria jangkung di depannya.

"Makasih ya Pak udah nolongin temen saya." Marco mengulurkan tangannya ke arahnya.

Netra cokelat pria itu mengamati tiap jengkal tubuh Marco sebelum akhirnya berujar. "Oh, tadi itu temen kamu juga?"

"Iya, Pak. Namanya Syifa Agustinda, siswi SMA 25 Jakarta. Sekali lagi makasih ya, Pak. Kalau gak ada Bapak mungkin temen saya tetep kesakitan dan sendirian di sini." Kembali Marco mengucapkan terima kasih kepada pria itu.

Senyum semringah tergambar jelas di wajah Marco. Bagaimana tidak, sosok pria misterius tersebut telah menyelamatkan sahabatnya--orang yang paling ia sayang--perasaan lega pun saat ini menyelimuti hatinya.

"Iya, iya. Sama-sama. Sudah menjadi kewajiban saya untuk menyelamatkan sesama." Pria itu membalas senyum Marco. Lesung pipit di wajahnya menambah ketampanannya. "Oh iya, saya duluan ya, Dik. Mau ada urusan," ujarnya.

Mendengar hal tersebut, Marco segera melirik jam sport di tangan kirinya. Betapa terkejutnya ia saat mendapati jarum jam yang sudah tiga puluh menit melewati pukul sepuluh. "Ya ampun ... bisa telat gue ke sekolah."

"Mari, Dik. Saya duluan." Pria itu pun lantas pergi meninggalkan Marco.

Tak lama setelah itu pun Marco turut meninggalkan rumah sakit. Sepanjang perjalanan ia berharap praktik tata boga belum dimulai.

****

"Syifaaaa, loe gak pa-pa?" Eva lekas menyambut gadis itu dari tangan Febrian. Perlahan ia mengajaknya untuk segera duduk dan beristirahat.

"Loe tu sok banget ya berangkat sekolah sendirian. Lihat tuh, luka semua kan kaki loe." Eva segera menghadiahi omelan kepada Syifa.

"Tadi gue gak-" Belum selesai Syifa menjawab, gadis tomboi itu kembali berujar.

"Kan gue udah bilangin, berangkat sekolahnya bareng gue aja. Ini masih aja ngebantah." Kembali Eva melanjutkan omelannya.

Gadis berambut panjang itu tak berkutik. Ia hanya terus menunduk demi menahan air yang mulai membendung di pelupuk matanya.

"Mama Lidia udah tahu masalah ini?" tanya Eva dan hanya dijawab dengan anggukan kepala dari Syifa.

"Tuh kan, mampus gu-" Kali ini perkataan Eva lekas dipotong Meisya. Perempuan itu segera menepuk pundak Eva.

"Udah dong, Va. Kasihan tau. Baru juga sampe ke sekolah udah loe marahin aja dari tadi." Meisya menasihati Eva dan hal itu sukses membuat sahabatnya diam.

"Dari pada kalian berantem, mending kita susun aja deh makanannya. Udah hampir jam sebelas tau. Ntar Bu Nai dateng," jelas Aira.

"Ah iya, udah hampir jam sebelas. Eh, tapi kok tumben ya Bu Nai telat masuk kelas," ujar Sammy.

"Entahlah, mungkin Ibu lelah." Fachri tak mau ambil pusing dan segera menata peralatan makan ke atas meja.

Beberapa menit kemudian, Marco pun tiba di kelas. Pria itu berjalan tak semangat ke arah kelompoknya. "Maaf, Ndi. Tadi gue ada urusan."

"Iya, gak pa-pa, Ko. Lagian Bu Nai juga belum masuk kelas," ujar Andi membuat Marco lantas mengernyitkan dahi karena heran.

Marco ... kenapa bukan loe yang nolongin gue. Ke mana loe saat gue butuh bantuan loe? Apa loe marah karena gue gak maafin loe?

Syifa melirik Marco dari ekor matanya. Perasaan gadis itu kini tak menentu. Selain karena  mengalami kecelakaan, ia juga kecewa dengan ketidakhadiran Marco.

Tuk ... Tuk ... Tuk

Suara sepatu pantopel terdengar semakin dekat. Para murid segera duduk di kelompoknya masing-masing demi menunggu guru tata boga yang sudah mereka nanti-nanti.

"Selamat pagi. Maaf Ibu datang terlambat masuk kelas hari ini. Kebetulan hari ini praktik tata boga kita kedatangan orang yang sangat spesial."

Anak-anak berdecak heran mendengar penjelasan Bu Nai. Namun mereka tetap menyimak apa yang perempuan itu katakan.

"Silakan masuk, Pak," titahnya kepada sosok yang bersembunyi di balik pintu.

Tak lama kemudian, sosok itu berjalan dengan gagah dan segera meloloskan diri dari pintu. Ia berdiri tepat di samping Bu Nai.

"Waaaaaaah," decak kagum sontak terdengar kala mereka melihat ketampanan pria blasteran Jawa-Manado tersebu. Ditambah lagi senyum manis lelaki itu yang dihiasi dengan lesung pipit di kedua pipinya.

Syifa melongo menatap pria jangkung tersebut. Bukan karena ketampanannya melainkan karena sosok tersebut adalah orang yang sudah tidak asing lagi baginya.

Lho? Itu kan orang yang tadi nolongin gue? Ngapain dia ke sini?

Sama halnya dengan Syifa, Marco, Meisya dan Eva dibuat heran dengan kedatangan pria yang tadi mereka temui di rumah sakit bersama Syifa.

****

Bersambung

Pembaca yang baik hati, jangan lupa tekan tanda bintang di bawah, ya. Jangan lupa juga komentar, kritik dan sarannya. Aku tunggu 😉

elinaqueera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top