Part 35 - Adakah Harapan?

Syifa dan Eva terpaksa pulang tanpa bisa memastikan apa yang mengganjal pada diri Marco. Dalam perjalanan pulang, dua sahabat itu sama bingungnya. Lantaran tidak ada ciri fisik apa pun yang membuktikan bahwa Marco tengah sakit.

"Loe beneran gak tau si Marco sakit apaan?" Eva mencoba menyelidiki Syifa yang memang lebih dulu bersahabat dengan pria berkulit hitam manis tersebut.

"Iya, Eva. Kalo gue tau, pasti gue bakalan ngajakin loe buat jenguk tuh anak." Syifa mendengus sebal karena Eva terus saja menghujaminya dengan pertanyaan seputar penyakit Marco.

"Iya iya, sorry deh gue bawel. Jadi kalo misal loe tau Marco sakit, loe bakal ngajak gue jenguk dia?"

Pertanyaan terakhir dari Eva membuat Syifa menghentikan langkahnya. "Cieee, berarti loe sebenernya masih peduli kan sama Marco?" ledek Eva.

"Apaan sih, Eva. Namanya temen sakit ya harus dijenguk, sama juga misal Andi sakit atau Febrian yang sakit, udah pasti gue bakal jengukin mereka."

Syifa tak mau perasaan peduli yang masih terpendam di hatinya tergambar dengan jelas. Namun faktanya, semua sahabatnya mampu melihat dengan jelas rasa itu meski terus saja ditutupi Syifa.

"Kalau emang loe masih peduli dia, kenapa sih harus berantem-berantem gitu. Gak kangen apa?"

"Gue duluan, bye."

Bukannya menjawab, Syifa kini meneruskan langkah bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Ia tak ingin kalah dan menyerah dengan rasa ego untuk memaafkan Marco, meski ia pun menginginkan hal itu terjadi.

****

Thalia mengikis langkahnya, menemui Marco yang masih bersembunyi di balik kamar. Ia mengetuk sebelum membuka pintu kamar anaknya.

"Mami masuk ya, Marco."

Marco yang semula membarigkan tubuh segera mengubah posisi menjadi duduk di tepi kasur. Ia menatap dalam perempuan yang kini sudah duduk di sampingnya tersebut.

Dalam beberapa detik keduanya hanya saling tatap, hingga Thalia memutuskan membuka perbincangan dengan anaknya.

"Kamu masih gak teguran sama Syifa?" Thalia langsung saja ke inti permasalahan.

Marco menarik napas dalam dan berujar. "Iya, Mi. Keadaan gak bakal berubah."

"Syifa tau kalau kamu phobia sayuran hijau?" tanya Thalia yang justru membuat Marco terkejut.

"Nggak, Mi. Syifa gak tau apa pun tentang itu."

"Lomba masak waktu smp dulu, berarti Syifa juga belum tau kalau kamu phobia sayur?" Thalia kembali melempar pertanyaan yang hampir serupa.

"Emang kenapa kalau Syifa gak tau, Mi?" Bukannya menjawab Marco malah balik bertanya karena mulai risih dengan pertanyaan Thali.

"Nggak... Mami cuma heran. Kok Syifa bisa gak tau. Padahal kalian udah temenan dari sd." Thalia mencoba mengulik rahasia yang mungkin saja masih disembunyikan anaknya.

"Udah deh, Mi. Marco lagi males bahas tentang Syifa."

Dugaan Thalia benar. Sesuatu yang besar tengah disembunyikan Marco darinya.

Mungkin ini ada kaitan dengan apa yang disampaikan Marco sama Dokter Adi waktu terapi tadi.

Thalia tersenyum. Sepertinya Marco benar-benar enggan untuk membahas Syifa. Ia pun mengulurkan tangan di kepala anaknya dan mengusap perlahan.

"Ya udah kamu istirahat dulu ya. Jangan lupa obatnya diminum," ingat Thalia sebelum meninggalkan kamar Marco.

****

Duduk di ruang keluarga, Thalia terus saja memikirkan sesuatu. Hingga tanpa disadari, ia mulai hanyut dalam bayangan masa lalu.

Marco kecil tengah berlarian di taman depan rumah bersama seorang gadis kecil berambut panjang. Begitu bahagia rona wajah keduanya terpancar. Thalia yang tengah menyiram bunga pun turut bahagia memandangi kedua anak kecil itu.

Dalam lima menit, tugasnya selesai. Seluruh bunga sudah tampak segar kembali. Terasa matahari kini sudah naik sepenggala dan perut sudah keroncongan. Kini giliran mereka untuk menyegarkan tubuh.

"Marcooooo, udahan mainnya. Makan dulu yuk. Ajak Syifa juga." Thalia memanggil kedua anak tadi untuk menghentikan aktivitas bermain mereka.

Keduanya menurut. Mereka lantas mendekat ke sumber suara dan mengekor Thalia masuk ke dalam rumah.

"Kalian duduk dulu ya, biar Mami siapin makanannya."

Thalia mempersiapkan hidangan makan siang untuk Marco dan Syifa. Ada banyak makanan tersaji di atas meja, ayam goreng, ikan asam manis, cah kangkung dan tumis brokoli. Semua terlihat sedap dan menggugah selera.

"Marco mau makan semuanya, Mi." Marco mendahului memindahkan semua lauk yang tersaji ke atas piringnya.

"Syifa juga, Mi. Semuanya enak banget." Syifa menyusul Marco mengambil makanan.

Kedua anak itu begitu lahap menikmati makanan yang dihidangkan. Thalia tersenyum lega, melihat pemandangan itu.

Mami seneng kalau kamu suka makan sayur seperti dulu. Tapi sekarang, kenapa semua jadi begini. Jangankan memakan, melihat sayuran saja kamu sudah teriak histeris.

Thalia menarik napasnya dalam. Menyimpan sejuta harapan agar dapat menemukan solusi bagi Marco dan juga bagi Syifa. Atau bahkan bagi persahabatan keduanya agar dapat kembali seperti dulu.

****

Bersambung....

Jangan lupa beri vote ya, Sahabat. Komentar, kritik dan sarannya juga aku tunggu.
Selamat membaca 😍😍

Elinaqueera

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top