Part 33 - Sentuh aku
"Masa iya Marco nyerah gitu aja samo loe, Fa. Mustahil...." Eva mengetuk pelan pelipisnya mencoba menganalisa paparan yang disampaikan sahabatnya.
Syifa mengendikkan bahunya sekali hentakkan. Jujur saja ia pun masih tidak sepenuhnya percaya dengan kesimpulan yang ia katakan. Tapi faktanya Marco benar-benar seolah menghindarinya.
Apalagi jika diingat selama ini tidak pernah sekali pun Marco Adinata mencoba untuk tidak menemui gadis itu. Bahkan meski telah menerima penolakan ia tetap teguh dan berusaha memperbaiki persahabatannya dengan Syifa.
Tapi kini Syifa merasa sahabatnya itu menghindar. Sudah satu minggu ini Marco tidak pernah menemuinya, bahkan untuk melirik pun, pria hitam manis itu tidak pernah lagi melakukannya.
"Tapi masa iya sih? Gue gak percaya ah," jelas Eva masih tak percaya dengan semua yang terjadi
"Loe liat aja deh, selama di kelas, Marco tuh udah gak pernah lagi lirik-lirik gue," tukas Syifa mengingat kejadian satu minggu lalu.
"Dia juga gak ngelirik gue kok, Fa." Bukannya memberi solusi Eva malah menambahi perkataan Syifa. Hal itu membuat gadis berambut panjang di depannya memutar bola mata kesal.
"Eva! Gue serius tau," kesal Syifa.
"Gue juga serius, Fa," ujar Eva kemudian diikuti kekehan. Alhasil Syifa malah memajukan bibirnya karena semakin kesal.
Setelah puas membuat sahabatnya kesal, Eva lantas menarik napas dalam. Ia mencoba menetralisir perutnya yang sakit karena tertawa.
"Mungkin Marco sembunyiin sesuatu dari loe, Fa," tebak Eva setelahnya.
Syifa menoleh sahabatnya, melirik manik cokelat tua di mata gadis tomboi itu.
****
Marco duduk di samping Thalia. Ia tidak tahu di balik tirai itu Dokter Adi tengah mempersiapkan sesuatu untuknya. Sesuatu yang akan membuatnya terkejut dan mungkin memberi kesembuhan untuknya.
Di dalam sana, Brokoli dan Salada telah tersaji di atas meja kecil di ruang terapi. Ia sengaja menutup tirai untuk mempersiapkan sayuran hijau ini, karena jika tidak, sudah bisa dipastikan Marco akan takut dan bahkan menjerit bila melihatnya.
Sebelumnya Dokter Adi telah memberitahukan hal ini kepada Thalia. Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari sebelumnya. Bila sebelumnya Marco hanya menjalani terapi dengan cara melakukan interaksi sayuran di bawah alam sadarnya, kini Marco harus melakukannya dengan sadar.
"Sudah siap?" Dokter Adi keluar dari balik tirai menemui Marco dan Thalia.
Thalia bersiap dengan aba-aba yang diberikan Dokter Adi. Ia menggenggam tangan Marco seerat mungkin sembari menyusul Dokter Adi yang telah berjalan lebih dulu.
Marco yang mendengar hal itu sepertinya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Setidaknya ada satu alasan yang menjadi kekuatannya hingga bisa bertahan sejauh ini.
Begitu memasuki tirai, seketika tubuh Marco mengejang. Cucuran keringat mulai membasahi pelipisnya, mengalir hingga sekujur wajahnya bahkan seluruh tubuhnya.
"Kendalikan dirimu, Nak," bisik Thalia di telinga anaknya.
"Nggak! Aaaaaaargh?!" Marco berteriak kencang, memecahkan suasana seisi ruang terapi.
"Tarik napas Marco ... buang perlahan," titah Dokter Adi.
Marco mencoba mengikuti titah yang diberikan Doter Adi. Tapi ketakutan itu terus saja menggerogotinya. Ia berusaha untuk pergi dan menjauhi benda hijau tersebut.
Untungnya hal ini sudah diantisipasi. Dokter Adi dan Thalia, serta dibantu beberapa suster yang memang bertugas di ruangan itu.
"Baringkan dia," titah Dokter Adi.
Suster yang mendengarkan langsung saja membaringkan tubuh Marco. Meski pria itu sempat berontak tetapi akhirnya ia bisa tenang berkat Thalia.
"Percaya Mami, Nak. Kamu gak akan kenapa-kenapa," bisik Thalia secara terus menerus di telinga anak tunggalnya.
D
okter Adi memulai aktivitasnya. Ia menyuruh pria berusia tujuh belas tahun itu untuk mengatur napasnya bergantian. Hal tersebut tentu saja demi menetralisirkan rasa ketakutan yang kini dilanda Marco.
Di tengah prosesi terapi, Thalia tak bisa beranjak. Marco terus saja mengeratkan genggaman tangannya.
"Saya gak mau, Dok. Singkirkan benda itu!" teriak Marco saat mengetahui Dokter Adi mulai mengarahkan Salada kepadanya.
"Tenang Marco, ini tidak akan menyakiti kamu!"
"Iya, Sayang. Dokter benar. Ini cuma sayuran." Thalia menambal pernyataan.
Ayo, sentuh aku! Sentuh aku!
Kesadaran Marco mulai tak terkendali. Ia mulai berimajinasi bahwa sayuran itu mengoloknya, menyuruh untuk menyentuh sayuran hijau yang tidak disukainya.
Ayo, kemarilah. Sentuh aku.
Lagi-lagi Marco berhalusinasi. Sayuran itu benar-benar berbicara kepadanya.
****
Bersambung
Pembaca yang baik hati, jangan lupa kasih bintang ya. Jangan lupa juga komentar, kritik dan sarannya. Aku tunggu.😉
Selamat membaca. Aku sayang kalian. 😍
elinaqueera 😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top