Part 14 - Ingatan Masa Lalu

"Kata orang, kesempatan itu gak dateng dua kali. Tapi gue yakin, selalu ada kesempatan kedua bagi mereka yang terus berharap."

Syifa memandangi bayangan dirinya di balik kaca. Terbentuk lengkung di sudut bibirnya. Gadis itu begitu berharap pada kesempatan kedua untuk mengikuti trainer koki.

Mendungnya langit di senin pagi ini membuat pikiran gadis itu melayang. Entah mengapa, tiba-tiba saja bayangan di masa lalu kembali mengusik.

****

Lima unit tenda berdiri kokoh di halaman SMA 25 Jakarta. Ada lima meja beserta seluruh perabotan masak telah tersedia di atasnya.

Halaman sekolah kini dipenuhi siswa-siswi yang berniat menonton perlombaan masak yang akan berlangsung. Mereka berdiri dengan jarak yang aman agar tidak mengganggu proses lomba.

Di masing-masing meja, peserta lomba telah siap. Mereka didampingi ketiga juri yang berdiri di antara peserta. Perlombaan ini diadakan oleh salah satu guru yang baru saja membuka restoran.

Tiga ... dua ... satu. Mulai!

Teriakan riuh penonton diikuti tepuk tangan menambah meriahnya perlombaan yang baru saja dimulai. Mereka memberikan semangat kepada jagoan masing-masing berharap dapat menjadi pemenang.

Tseng tseng

Benturan spatula dan wajan memberikan suara nyaring yang khas. Beberapa bumbu dapur pun satu persatu mulai dimasukkan ke dalam wajan yang berisi minyak panas.

Aroma khas rempah mulai tercium sedap menelusuk ke dalam hidung. Asap putih mengepul bergantian ke udara memberi sensasi sentuhan panas di wajah gadis berambut panjang tersebut.

Tangan mungilnya dengan cekatan bergantian mengayun spatula, kemudian memasukkan bahan masakan utama--beberapa potong ayam--yang telah diberi garam.

Asap putih kembali mengepul dari dalam wajan saat gadis itu mengaduk potongan ayam hingga rata. Aroma rempah bercampur pedas pun menyengat masuk ke dalam hidung.

Syifa lekas mengambil air kaldu dan menuangkannya di wajan. Kembali ia mengaduk masakan agar tercampur rata.

Sementara itu, berdiri di samping Syifa, Marco baru saja melemaskan tangannya selepas memotong ayam. Peluh keringat mengalir membasahi dahinya, namun terhalang oleh alis tebal yang menjadi penyeka.

"Gue siapin piringnya, ya," ucap Marco sembari menghapus keringat dengan lengannya.

"Tunggu!" tahan Syifa.

Masih membolak-balikkan spatula, gadis itu menunjuk ke bawah meja. "Tolong ambilin sawi di sini dong," perintah Syifa.

Marco tersentak kaget mendengar perintah yang dilontarkan Syifa. Seketika keringatnya kembali mengalir dengan deras. Kedua kaki pria itu terasa kaku untuk bergerak melaksanakan perintah partner lombanya.

Sementara itu Syifa masih tampak sibuk dengan aktivitasnya di depan kompor. Mengaduk potongan ayam tersebut agar bumbu dapat meresap dengan rata.

"Marco!" Panggilan tersebut terdengar cukup memekakkan telinga Marco dan membuatnya tersentak.

"Kok loe diem aja sih! Ambilin sawi di bawah sini." Kembali Syifa memberi perintah kepada Marco.

Marco mencoba mengumpulkan keberaniannya. Menarik napas cukup berat, perlahan Marco menggerakkan kedua tangannya menuju tempat yang diperintahkan Syifa.

Semakin mendekat ke tempat itu, jantungnya memompa begitu kencang tanpa aba-aba. Seketika tangannya bergetar hebat.

"Di- di mana?" Dengan terbata Marco bertanya. Kedua matanya menatap ke bawah meja mencari benda berwarna hijau yang disebutkan.

"Di dalam mangkuk putih," jawab Syifa singkat.

Mangkuk itu berada cukup dalam di bawah meja. Wajar saja Marco tidak menemukan benda itu sedari tadi.

Perlahan Marco mengarahkan tangannya pada sebuah mangkuk putih berisi sawi yang telah terpotong. Tangan kanannya kembali merasakan getaran cukup hebat saat mulai menyentuh benda tersebut.

Marco mengumpulkan kembali keberaniannya saat memegang benda berwarna putih itu. Kedua matanya mengerjap seketika mengetahui keberadaan benda yang di depannya.

Melihat sawi hijau itu telah berada di tangan Marco, Syifa mengambil benda tersebut. Sementara Marco masih mengulurkan tangannya sejauh mungkin.

Saat Syifa berusaha menyambutnya, tiba-tiba getaran cukup kuat yang berasal dari tangan Marco membuat tangan Syifa tak mampu menggapai benda tersebut dan....

Braakk

Mangkuk berisi sawi itu terpental kuat dari tangan Marco yang menggenggam dari ujung mangkuk.

Aaaarrrghhh

Teriakan siswa yang ramai menonton seketika pecah saat mengetahui benda tersebut menyenggol wajan dan membuatnya terjatuh dari arah depan.

Gadis itu berusaha menangkap demj menjaga keseimbangan wajan akibat benturan mangkuk yang membuatnya oleng. Namun semua sia-sia.

Peserta lain beserta juri juga turut melihat ke arah sumber kejadian. Mereka tampak terkejut dengan apa yang barusan terjadi.

Syifa merasakan kakinya begitu lemas hingga tak sanggup berdiri. Gadis itu duduk terpaku menatap hamburan potongan ayam dengan kuah merah kental berbau rempah tertumpah ruah di tanah.

Marco menatap pemandangan yang sama namun dalam posisi berdiri di dekat Syifa. Wajahnya tampak pasi melihat hal yang terjadi di luar kendalinya.

"Ma- ma maafin gue, Fa," ucapnya terbata.

Air mata mengalir dari kedua mata sipit gadis itu, membuat warna kemerahan melingkari sekitar area mata dan hidung Syifa. Ia semakin tersedu mendengar permintaan maaf dari sahabat sekaligus partner lombanya.

Walaupun masih merasakan getaran cukup hebat di sekujur tubuhnya, Marco berusaha untuk meraih pundak Syifa. Ia mencoba memberikan ketenangan kepada gadis berkulit putih di depannya.

Hal yang tidak disangka pun terjadi. Syifa menangkas tangan lelaki itu. Bergegas ia berdiri dan pergi menjauh dari keramaian.

"Syifa!" Marco memekik mencoba menahan langkah Syifa.

Eva yang melihat kejadian tersebut seketika turut berlari mengejar sahabatnya tersebut.  Meisya dan Aira pun mengekor di belakang.

"Syifa!" teriaknya.

Sementara itu, Fachri menghampiri Marco yang masih berdiri di bawa tenda. "Ayo bro, kita minggir ke belakang dulu," ajaknya.

"Iya, Fachri." Marco mengikuti langkah pria berkaca mata di depannya. Febrian dan Sammy pun mengekori keduanya.

Marco mulai merasakan kakinya semakin lemas. Tanpa menunggu aba-aba ia pun duduk di koridor sekolah.

"Aargggh!" Teriakannya cukup memecah keheningan koridor sekolah, "apa yang barusan gue lakuin!" Kembali pria itu berteriak.

Ketiga sahabatnya menepuk pundak, mengusap punggung bahkan mengusap kaki Marco mencoba menenangkan.

"Sabar, Bos," ucap Sammy.

"Arrrggg." Lagi-lagi Marco berteriak kencang, membuat sahabatnya merenung menatap pria itu, "gue nggak bisa tenang kalo begini, Sam. Gue udah hancurin mimpi Syifa. Dia pasti marah besar sama gue." Suaranya kini terdengar sedikit parau.

"Udah, Bos. Loe tenang aja, Syifa nggak mungkin marah ke loe. Lagian, itu kecelakaan bukan kesengajaan," jelas Marco.

****

[Bersambung]

Pembaca yang baik hati, jangan lupa tekan tanda bintang di bawah ya. Jangan lupa komentar, kritik dan sarannya. Aku tunggu 😉😉

elinaqueera 😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top